12 Waria Ditangkap, Pemilik Salon Cemas dan Takut

by -67 Views

SUARAFLORES.NET,–Sebanyak 12 orang waria yang bekerja di berbagai salon kecantikan di Aceh Utara digerebek oleh aparat polisi. Akibatnya, sejumlah salon di Aceh Besar tutup. Para pemilik salon pun mengaku sangat cemas dan takut dengan penangkapan 12 orang waria.

Seperti diberitakan BBC.COM, Rabu (31/1/2018), pemilik salon, Muklis, mengaku khawatir dengan kejadian penangkapan terhadap 12 orang Aceh Utara yang  berdampak pada salon kecantikan miliknya.

“Yang aku takutkan dari salon itu dampaknya ke salon lain, kayak kami laki-laki tak boleh lagi menerima pelanggan perempuan,” jelas Muklis kepada wartawan di Aceh.

Muklis mengatakan, selama menjalankan usaha salon kecantikan selama 12 tahun, dirinya tak pernah mendapatkan keluhan dari warga setempat, karena dia juga menjaga ‘cara berpakaian para karyawannya’.

Berdasarkan laporan wartawan, sebuah salon yang di kawasan Aceh Besar yang mempekerjakan waria ditutup karena ada protes dari warga pada bulan lalu.

“Iya salon itu sudah ditutup sekitar satu bulan lalu, warga tidak suka dengan pakaian dan tingkah laku mereka yang suka memanggil orang,” kata Nurdin, warga yang tinggal di dekat salon tersebut.

Aksi penangkapan oleh polisi tersebut, memicu tanggapan dari pegiat hak-hak LGBT. Mereke mengeritik keras penangkapan yang dilakukan polisi dan penyebaran foto-foto saat razia.

Aktivis hak-hak LGBT, Hartoyo, mengatakan, penangkapan itu menimbulkan ketakutan di kalangan pekerja salon di Aceh Utara.

“Saya udah kontak teman-teman yang bukan ditangkap yang punya usaha salon mereka ketakutan, dan bahkan di wilayah Aceh Utara, mereka meninggalkan salonnya dan mencari tempat aman, pertanyaan saya itu negara menghilangkan pekerjaaan mereka,” jelas dia.

Hartoyo menilai penangkapan tersebut dapat menyulut tindakan kekerasan terhadap para waria dan pekerja salon di Aceh.

“Dan ini ga tahu berlangsung sampai kapan,” keluh Hartoyo.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Misbahul Munauwar, membantah anggapan yang menyebutkan tindakan polisi menyebabkan ketakutan di kalangan pekerja salon.

“Tidak polisi tidak menyebarkan ketakutan, situasinya seperti biasa di Aceh Utara ini, kalau salon yang tidak mempekerjakan waria ya tetap buka seperti biasanya,” jelas Misbahul.

Dalam foto yang beredar sejumlah pria tampak telanjang dada dan dipotong rambutnya, serta ada foto yang lain tengah tergeletak di atas rumput.

Hartoyo mengkritik tindakan polisi yang memotong rambut para pekerja salon yang ditangkap serta menyebarkan foto-fotonya merupakan tindakan yang tidak manusiawi.

“Terus aku selalu konsen pada prosedur dan mengapa menangkap dan alasannya apa, menggulingkan orang, gundulin, dan prosedur apa yang dia pakai, apakah ada aturan polisi yang membolehkan orang seperti itu walaupun dia dianggap salah,” jelas dia.

Hartoyo mengaku dirinya pernah mengalami penyiksaan ketika ditangkap di Aceh bersama pacar lelakinya pada 2007 lalu.

“Polisi menyiksa saya itu kan jadi budaya ya,” jelas dia, “Bedanya dulu tidak direkam dalam video.”

Polisi dalami penyebaran foto

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengecam tindakan polisi di wilayah Aceh Utara yang melakukan penangkapan dan penahanan sejumlah waria, memangkas paksa rambut mereka, dan menutup salon tempat mereka bekerja.

Komisioner Pendidikan & Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menyebut tindakan itu merendahkan martabat manusia dan bertentangan dengan peraturan.

“Semua warga negara harus mendapat perlindungan hak asasinya. Dan semua warga negara harus mendapat perlakuan yang sama,” kata Beka kepada BBC, Senin (29/01).

Beka mengatakan Komnas HAM akan meminta klarifikasi kepada Kapolda Aceh terkait peristiwa tersebut. Namun, Misbahul menyebutkan polisi bertindak sesuai ketentuan.

“Polri melakukan tindakan terukur, tidak berlebihan, yang jelas tindakan yang dilakukan pada saat itu sudah sesuai dengan ketentuan, dan sebelumnya sudah dikoordinasikan dengan ulama dan polisi syariah,” jelas Misbahul.

Dia mengatakan alasan polisi melakukan tindakan karena merujuk pada Perda No 11 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.

Meski begitu, Misbahul mengakui polda juga tengah mendalami penyebaran foto-foto terkait penangkapan dan apakah itu sesuai prosedur atau tidak.

“Memang berkembang sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, itu yang sedang kita dalami, itu kapan di mana, karena kan dikaitkan dengan yang terjadi di Aceh Utara,” kata dia.

Salah satu salon yang digrebek pada Sabtu (27/01) lalu.

Kapolres Aceh Utara, AKBP Ahmad Untung Surianata mengatakan 12 orang yang ditangkap sudah dilepaskan setelah menjalani pembinaan.

“Kita ajari mereka langkah yang bagus, karakter seorang laki-laki, sebelumnya berdiri berjalan kayak perempuan karena mereka itu ada tampang kan laki-laki begitu,” jelas dia.

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Munawar A Djalil mengatakan perilaku waria tersebut memang tidak memiliki unsur pidana dan tak melanggar qanun jinayat namun tidak sesuai dengan perda syariat Islam.

“Menurut saya itu tingkah laku yang tidak senonoh, karena jelas mereka pria berpura-pura menjadi wanita bertentangan dengan norma syariah, secara qanun jinayah mereka itu tak bisa diproses, karena tidak terbukti melakukan perbuatan hukum secara sah dan meyakinkan,” jelas Munawar.

Dia menambahkan jika terbukti melakukan perbuatan hukum baru kemudian para waria dapat baru kemudian dikenakan qanun jinayah yang ada di qanun tersebut tidak pidananya itu tindak pidana liwat atau homoseksual.

Bagaimanapun, Hartoyo mengaku khawatir kejadian di Aceh Utara tersebut akan merembet ke wilayah lain di Aceh.

“Ini berhenti bagaimana kapolres lain mengupload, boleh tidak setuju dengan waria namun tak boleh melakukannya, apalagi oleh polisi,” jelas dia.

Penangkapan terhadap kelompok transgender bukan pertama kali terjadi di Aceh. Desember lalu tujuh waria ditangkap setelah merayakan ulang tahun di hotel berbintang di Kota Banda Aceh. (Sumber berita: BBCnews.com/sft)