SUARAFLORES.NET,–TENTU banyak orang yang belum tahu kalau di perbatasan Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Tengah terdapat air terjun yang sangat indah dan asyik untuk dieksplorasi. Hal ini bisa terlihat dari masih alaminya objek wisata ini dari jamahan manusia karena masih Lestari dikelilingi hutan lebat.
Air Terjun Mata Yangu, itulah nama dari objek wisata yang berada di Dusun Lahona Dea Hupu Mada, Kecamatan Wanukaka, Kabupaten Sumba Barat. Untuk mencapai lokasi ini bisa melalui dua arah yakni dari Desa Hupu Mada di Kabupaten Sumba Barat atau dari arah Anakalang di Kabupaten Sumba Tengah. Jika pengunjung ingin mengetahui dan menikmati keindahan alam air terjun ini, untuk saat ini harus butuh perjuangan karena pihak pemerintah daerah sendiri sepertinya belum melakukan banyak hal untuk objek wisata alam ini. Saat ini pihak pemerintah hanya bisa membuat tanda bambu yang dipasang seperti pagar di tengah hutan. Pajangan bambu itu dipasang mengarah ke pusat lokasi air terjun. Selain itu, di tengah hutan, pihak pemerintah hanya memasang tanda larangan untuk tidak membuang sampah.
Sebagaimana penelusuran media ini pada Sabtu, 23 Februari 2019 lalu bersama sejumlah wisatawan lokal, untuk menjangkau lokasi air terjun kita harus memarkirkan kendaraan di halaman sebuah pondok kebun milik warga setempat sekaligus menitipkan sepeda motor dan helm. Dari pondok ini selanjutnya berjalan kaki melewati ilalang dan semak belukar. Beruntung saat itu ada seorang guide atau pemandu namanya Boy Umbu Bira. Pemuda Anakalang inilah yang berjalan di paling depan untuk memandu kami menuju lokasi objek wisata. Setelah melewati padang ilalang dan semak belukar, kita memasuki hutan yang berisikan pepohonan lebat. Di dalamnya, kita bisa menikmati segarnya udara di tengah pepohonan. Ada pohon yang umurnya bisa seratus tahun lebih dengan ukuran diameternya sekitar 3 meter dan lebih.
Bagi pengunjung yang baru berencana untuk berkunjung ke air terjun ini di musim hujan atau di periode Januari sampai Maret, sebaiknya mengenakan sepatu dan celana panjang serta jaket dan sarung tangan. Mau tau alasannya? Di periode ini ada banyak lintah di tanah yang bakal mengganggu kesenangan kita selama perjalanan. Lintah akan mudah melengket di kaki dan celah jari. Hal ini karena di tengah hutan sangat sedikit ruang tanah mendapat sinar matahari sehingga lintah berkembang biak dengan cepat Jika kita berkunjung di atas bulan Maret atau April maka lintah tanah sudah tak ada lagi.
Berada di tengah pepohonan yang lebat tentu kita juga harus selalu waspada. Minimal pengunjung harus memegang tongkat sebagai alat pembantu dalam perjalanan. Sebagaimana yang terjadi, selama perjalanan kami menemukan seekor ular piton yang sedang berjemur di atas sebatang pohon yang tumbang merintangi jalan karena ada cahaya matahari. Boy Umbu Bira, pemandu wisata meminta uang seribu rupiah dan melemparkan ke arah ular sambil meminta ijin atau permisi untuk meneruskan perjalanan. Menurut sang pemandu wisata, setiap hutan di manapun selalu ada penghuni atau penjaga sehingga kita harus bersopan santun dengan alam yang kita kunjungi.
Perjalanan yang amat melelahkan itu seolah sirna tatkala mendengar gemuruh air terjun. Dari kejauhan, kami bisa melihat indahnya air bewarna putih yang sedang menuruni bukit curam. Kami terus berjalan menyusuri tebing bukit agar bisa lebih mendekati lokasi air terjun. Ternyata, di sekitar lokasi air terjun ada hujan lokal sebagai hasil dari percikan air terjun yang dibawa angin. Derasnya hujan lokal itu membuat para wisatawan tak bisa berlama-lama kecuali yang memang ingin untuk basah kuyup atau sekalian mandi air hujan dari air terjun tersebut. Bahkan untuk mengambil gambar atau memotret tidak terlalu leluasa karena air hujan lokal dari arah air terjun yang sangat keras mengenai kamera. Bagi yang ingin berkunjung ke tempat ini sebaiknya menyiapkan plastik transparan sebagai pelindung kamera saat memotret.
Sebenarnya, jika kita berkunjung di musim panas akan jauh terasa lebih indah karena debit airnya yang berkurang dan menurut pemandu wisata tidak ada hujan lokal dan ada sejumlah titik sebagai tempat yang baik untuk memotret.
Pemda Harus Buka Akses Jalan
Salah seorang pelancong, Robby Saunoah, yang ditemui di lokasi air terjun, menyatakan kekaguman atas keindahan ciptaan Tuhan tersebut. Menurut Robby, air terjun Matayangu adalah kekayaan yang masih diselimuti keaslian alam Sumba. Hal yang perlu dilakukan agar obyek wisata ini dikenal maka pemerintah harus membuka akses jalan ke lokasi. Pemda menyiapkan akses jalan yang lebih baik agar wisatawan mudah menjangkau lokasi air terjun. Hal sama juga dikemukakan oleh Nona Asti, Tina dan Lidia. Para pelancong ini walaupun terlihat letih namun mengakui kalau air terjun tersebut sungguh indah dan mempesona.
“Sangat rugi kalau pemerintah membiarkan obyek wisata ini tidak dikelola secara baik. Ini potensi yang bisa dijual dan bisa mendatangkan pendapatan bagi daerah, “ujar Asti.
Sementara itu, pemandu wisata Boy Umbu Bira, mengemukakan, obyek wisata air terjun tersebut ibaratnya masih perawan yang butuh sentuhan dan stimulasi dari pemerintah seperti akaes jalan, lokasi parkir serta petunjuk atau symbol yang bisa menjelaskan lokasi air terjun. Menurutnya, di era otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah harus lebih kreatif menggali semua potensi sumber daya alam agar bisa dieksplorasi guna mendatangkan devisa dan pendapatan daerah.
Nah, sekarang adalah giliran anda. Para pelancong bisa mengagendakan waktunya untuk berlibur di tempat wisata air terjun Mata Yangu ini. Bagi yang berasal dari luar Sumba bisa menggunakan penerbangan dari Kupang ke Tambolaka atau Denpasar Tambolaka. Sekitar setengah jam dari Tambolaka, wisatawan bisa memilih salah satu penginapan di Kota Waikabubak. Selanjutnya bisa memilih transportasi mana yang disukai apakah ingin menggunakan jasa mobil rental atau ojek sepeda motor anda sudah bisa menikmati ciptaan Tuhan yakni air terjun Mata Yangu yang indah dan menyegarkan ini. Tunggu apa lagi? segera hubungi biro perjalanan anda untuk pemesanan tiket perjalan anda. Selamat Datang di Sumba, Negeri Para Rato. (By:Silvester Nusa)