KUPANG, SUARAFLORES.NET,–Gubernur Provinsi NTT, Viktor Laiskodat mereformasi birokrasi dengan memberhentikan 15 kadis (non Job) beberapa waktu lalu. Kadis-kadis tersebut, di antaranya Kadis PU NTT, Ir. Andreas W. Koreh, MT. Padahal, Andre Koreh telah berkarya 10 tahun di PU dan menjadi ujung tombak pembangunan infrastruktur Pemerintah NTT dan Pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo. Mungkinkan program Jalan Listrik dan Air (JALA) Paket Viktory-Joss akan berhasil dalam tiga tahun ke depan?
Don Arakian, MT, IAI, salah satu Dosen Arsitektur Universtas Katolik (Unika) Kupang yang juga praktisi pembangunan infrastruktur NTT, menilai langkah Gubernur Viktor memberhentikan kadis-kadis pada dinas-dinas teknis seperti dinas PUPR adalah tidak tepat di tengah gencarnya pembangunan infrastuktur pusat dan daerah yang sedang dilakukan Pemerintah NTT maupun Pemerintah Pusat. Pasalnya, menurut pengamatan dan penilaian Arakian, Andre Koreh adalah Kadis PU NTT terbaik yang memiliki segudang prestasi di usia muda yang sebenarnya masih dibutuhkan jajaran PU untuk membangun NTT.
“Memang soal mutasi atau pemberhentian atau pengangkatan pejabat di lingkungan Pemprov NTT adalah hak dan wewenang gubernur, yang tentunya mempunyai tujuan-tujuan khusus dalam mendukung program gubernur. Namun, seharusnya gubernur melihat secara cermat dan tepat, seperti apa kinerja dan prestasi yang telah dilakukan. Seharusnya, dia memberikan kesempatan orang bekerja dulu baru ia beri penilaian apa orang itu loyak atau tidak. Nah, kalau orang belum bekerja sudah diberhentikan, tentunya tidak bisa dinilai apakah orang tersebut berprestasi atau kinerja baik atau tidak. Jangan sampai pemberhentian (nonjob ) itu hanya bernuansa balas dendam politik saja, karena sebelumnya Andre Koreh menjadi kadis di jaman Gubernur Frans Lebu Raya,”kata Don Arakian, Senin, (18/2/2019) kepada Suaraflores.Net lewat telepon celularnya.
Baginya, Andre Koreh adalah kadis yang sarat dengan berbagai prestasi dan banyak mendapat penghargaan, baik dari Pemerintah NTT maupun dari Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Jika sumber daya-sumber- daya manusia di birokrat NTT yang berkinerja baik dan berprestasi dihabisi, maka hal tersebut adalah sebuah kerugian besar bagi pemerintah dan rakyat NTT. Dengan pemberhentian Kadis PU NTT, dan membiarkan jabatan kosong, maka sudah pasti pembangunan infrastruktur NTT akan terganggu, bahkan bisa macet, terutama program Jalan Listrik dan Air (JALA) yang menjadi program andalan dalam kampanye Viktory-Joss) tahun lalu.
“Berbicara tentang pembangunan di NTT, infrastruktur adalah ujung tombaknya. Nah, jikalau infrastruktur yang menjadi ujung tombak pembangunan NTT macet, maka sudah pasti program gubernur dan wakil gubernur ke depan dipastikan gagal, karena infrastuktur adalah jembatan atau lokomotif bagi program-program lainnya bisa berjalan lancar. Pemberhentian kadis PU NTT (non job) tanpa ada masalah (kasus korupsi), pertanda awal kegagalan program JALA. Mengapa? Masa kerja aktif gubernur dan wakil gubernur NTT hanya 3 tahun kerja. Jika memasang orang yang tidak tepat dan kualitas rendah, maka saya yakin program JALA tidak akan berhasil, karena tidak mudah bagi orang baru untuk menguasai secara cepat dan bergerak cepat dalam waktu singkat mendukung program gubernur dan program infrastruktur Jokowi,”pungkas Don Arakian, Mantan Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) NTT ini.
Baca juga: Ke Mana Birokrat di Pilgub NTT ?
Baca juga: Viktory-Joss Tidak Akan Main Copot Pasang Birokrat, Siap Beri Reward dan Punishment
Don Arakian berharap, gubernur dan wakil gubernur dalam mengangkat dan memberhentikan pejabat, tidak hanya berdasarkan suka atau tidak suka (like and dislike) saja, atau berdasarkan keinginan oknum-oknum tertentu yang berdampak pada kerugian pemerintah dan rakyat NTT. Pemberhentian atau pengangkatan pejabat eselon II, kata dia, harus melalui kajian dan pertimbangan yang matang agar orang-orang yang ditempatkan adalah orang-orang dengan kualitas dan kinerja teruji supaya mendukung program gubernur dengan kerja cepat, tepat dan tuntas dalam waktu 3 tahun.
Mengenai pemberhentian itu, Andre Koreh yang dihubungi media ini, tidak mau berkomentar banyak. Dia hanya mengatakan hal itu adalah hak dan kewenangan gubernur. Dirinya sebagai PNS siap ditempatkan dimana saja.”Tidak etis saya komentar. Itu kewenangan gubernur. Saya sebagai PNS tidak punya hak bicara, dan siap ditempatkan dimana saja termasuk di-nonjobkan dari jabatan,”kata Andre. Ia juga tidak tahu siapa yang akan ditempatkan menjadi Kadis PU NTT yang kini kosong.
Viktory-Joss Tidak Akan Main Copot Pasang Birokrat
Untuk diketahui, dalam Pilkada 2018 lalu, Paket Viktor Laiskodat-Josep Nae Soi (Viktory-Joss), yang diusung Partai Golkar, NasDem, Hanura dan PPP meluncurkan program Jalan Listrik dan Air (JALA) dan program tersebut targetkan tuntas dalam 3 tahun, secara khusus jalan provinsi. Untuk itu, keduanya bertekad mendatangkan dana sebesar-besarnya dari berbagai sumber, dan untuk mendukung itu dibutuhkan birokrat yang berkualitas, bersih alias tidak korupsi. Mereka pun berjanji sekuat tenaga dengan jurus-jurus jitu untuk menyelamatkan rakyat NTT dari jeratan tali korupsi dengan cara membangun birokrasi yang bersih.
Tentunya, birokrat bersih tidak hanya tampilan luar tapi juga prestasi dan kinerja yang telah ditunjukan selama ini. Tentunya, kata mereka, birokrat yang bersih, berkinerja baik dan berprestasi akan diberikan reward agar memacu kerja lebih baik lagi. Mereka (birokrat) perlu diberikan penghargaan khusus, karena ujung tombak pelayanan pemerintahan adalah para birokrat.
Baca juga: Tingkatkan Ketrampilan Bahasa Inggris, Mahasiswa Adakan Kegiatan PKM
Baca juga: Indahnya Pantai Watu Bela, Serpihan Firdaus di Tanah Lamboya
Jelang detik-detik Pilgub 2018, Viktory-Joss) diisukan akan menggusur para birokrat di jajaran Pemprov NTT sesuka hati. Hal ini mendapat reaksi dari tim pemenang maupun partai pengusung Viktory-Joss. Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPP Partai NasDem, Johnny G. Plate, menegaskan bahwa Viktory-Joss tidak akan mungkin melakukan mutasi atau copot pejabat sesuka hati karena aturan mainnya sudah ada.
“Saya ingatkan bahwa Viktory-Joss sama sekali tidak menakut-nakuti birokrasi, itu politisasi. Yang dimaksudkan oleh Viktory-Joss, khususnya birokrasi harus menjadi agent of change dari gerakan pembangunan karena mereka punya kemampuan lebih. Tapi tentu ada syarat, harus berubah dari birokrasi yang cara lama ke cara yang baru nanti,” kata Johnny saat ditemui Suaraflores.Net di Kantor DPP NasDem, sebelum Pilgub 2018 NTT lalu.
Menurut Ketua Fraksi NasDem DPR-RI ini, untuk bergerak dari cara lama ke cara yang baru tentu ada resistensi. Karena orang akan bertanya bagaimana sih yang baru itu? Jangan-jangan kedudukan saya diganti. Hal itu, kata dia, biasa terjadi karena ini politik pilkada. Tidak benar posisi jabatan diganti sesuka hati. Yang jelas peran birokrasi akan lebih ditingkatkan dari sekedar menjadi pelayan biasa. Karena, Viktory-Joss mau birokrasi harus menjadi motor gerakan pembangunan NTT yang benar-benar massif , bukan hanya jadi pelayan biasa saja.
“Nah, dalam kaitan dengan itu ya kita by obyektif memberikan reward and punishment. Ini bukan suka tidak suka, bukan karena teman saya, saudara saya atau tim sukses saya. Tapi kita melihat kebutuhan jobnya atau kebutuhan pekerjaannya. Itu yang kita akan terapkan. Viktor tidak ada yang dia cari di NTT untuk dirinya. Apa yang dia cari di NTT? Yang dia cari adalah cara bagaimana NTT maju. Itu yang dia cari, dan karena itu mereka kembali. Untuk itu, kami juga mencari cara-cara untuk membawa kemajuan akselerasi pembangunan NTT, bukan Viktor-Joss mau mencari kekayaan. Motivasi itu yang merangsang Viktory-Joss. Jadi, marilah kita cari cara terbaik untuk NTT maju,” tegasnya. (bungkornell/suaraflores)