Budaya Lokal Tergerus Modernisasi, Selestinus Ajak Kembali ke Budaya Asli

by -65 Views

JAKARTA, SUARAFLORES.NET,–Akhir-akhir ini banyak tari-tarian yang merupakan tradisi asli seni budaya asli nenek moyang sudah dimodifikasi dalam bentuk modern (kolaborasi). Bahkan ada yang dengan begitu muda dicopy paste oleh daerah lain lalu dikembangkan dengan tampilan yang lebih menarik sesuai selera masing-masing pelaku seni. Hal ini, akan mengaburkan makna dan nilai asli sejarah seni budaya Flores-NTT, karena akan membingungkan orang dalam memahami seni budaya asli daerah.

“Saya cermati  seni budaya asli kita, secara khusus tarian-tarian kita, pakaian-pakaian adat kita sudah banyak yang dimodifikasi dan dicopy paste dalam bentuk modern. Saya sendiri merasa kaget ketika menyaksikannya, karena saya tidak mengerti makna dan nilai sejarahnya,” kata Petrus Selestinus, SH,  saat ditemui Suaraflores.Net, di kantornya, di kawasan Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, belum lama ini.      

“Jika kita tidak mempertahankan tradisi asli kita dengan mengembangkan yang asli dari nenek moyang,  maka sudah pasti generasi muda kita tidak mengerti, tidak memahami sejarahnya dan tentu tidak dapat mengembangkannya. Fakta ini sangat berbahaya. Oleh karena itu, saya ajak kita kembali menjaga dan memperhatankan dan mengembangkan keaslian seni budaya kita agar tidak punah atau hilang tergerus modernisasi,” katanya lagi.


Kain tenun ikat Watublapi dipakai dalam membawakan tari-tarian tradisional. (foto: florestourism.com)

Selestinus, sebagai asal Kabupaten Sikka, mengakui memang dunia seni membutuhkan banyak gaya dan corak untuk menampilkan karya seni. Namun, terkait dengan seni budaya lokal asli seharusnya tetap dipertahankan keasliannya tanpa polesan atau modifikasi.  Hal ini penting, karena ketika keaslian dari sebuah karya seni budaya yang diwariskan nenek moyang kabur air, maka tidak dapat dipahami apa latar belakang budaya, makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.  

“Orang barat (bule atau wisatatan asing), datang ke Pulau Flores karena mereka ingin melihat keaslian seni dan budaya kita. Jadi kita harus menampilkan yang asli mereka tahu keaslian seni budaya kita. Kita tidak boleh terjebak dalam arus modernisasi yang saat ini kian gencar menerobos masuk dalam seni budaya kita yang sangat unik dan langka di dunia,”ujarnya.

Dirinya memuji sangar-sanggar seni di Flores, salah satunya milik seorang perempuan pendiri Sanggar Lepo Lorun, Alfonsa Horeng yang berjuang keras mempertahankan seni budaya tenun ikat asli yang diwariskan nenek moyang dahulu kala. Selain Alfonsa, ada pula Sanggar Seni Budaya Bliran Sina di Watublapi, yang juga terus mempertahankan dan memajukan  tradisi dan seni budaya asli Maumere.(bkr/sfn)