JAKARTA, SUARAFLORES.NET,-Presiden Joko Widodo telah bertekad kuat di paruh kedua kekuasaanya selain melanjutkan pembangunan infrastruktur juga akan fokus membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul untuk Indonesia Maju. Dalam konteks SDM berarti pendidikan (sekolah) merupakan kata kunci. Selama ini, sekolah belum maksimal dijangaku sepenuhnya oleh warga kurang mampu atau warga miskin. Masih begitu banyak warga miskin di daerah termiskin, seperti Papua, Papua Barat dan NTT belum menikmati pendidikan yang baik. Kendala utamnya adalah jarak sekolah yang jauh dari pemukiman, tidak ada jalan raya, tidak ada listrik, air bersih, tak ada gedung sekolah dengan fasilitas yang layak, tidak ada guru yang berkualitas, minimnya anggaran menjadi lagu lawas yang terus dinyanyikan berulang-ulang.
Lalu bagaimanakah terobosan yang perlu dilakukan agar tercipta pelayanan pendidikan yang cepat, berkualitas, adil dan merata? Menurut mantan aktivis Forum Peduli Pendidikan Masyarakat (FORDIKMAS) NTT, Yosep Dhenga yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, pelaksanaan program pendidikan nasional selama ini masih kurang adil dan jauh dari konsep pemerataan. NTT dari tahun ke tahun belum mengalami peningkatan prestasi dan kualitas pendidikan yang berarti. NTT masih tetap berada di nomor paling rendah setiap kali Ujian Nasional (UN) diumumkan.
“Memang kita sedih, tapi inilah fakta yang harus diterima. Prestasi kita jauh berbeda dengan sekolah-sekolah di Jawa yang sudah jauh lebih baik dengan kualitas yang lebih tinggi pula. Jangankan bicara kualitas, jalan raya, jembatan, air bersih dan listrik serta gedung sekolah saja masih begitu banyak yang tidak memadai. Sebagai contoh di kampung saya ada sekolah di atas bukit yang gedungnya rusak dengan fasilitas yang minim. Mana mungkin kita bisa sejajar dengan sekolah-sekolah di kota-kota besar yang sudah modern dan canggih,” kata Yosep, saat bertemu media ini di Ibu Kota Jakarta, Selasa (12/11/2019) lalu.
Sistem Zonasi Jangkau Orang Miskin
Menurut dia, untuk mengejar ketertinggalan NTT di bidang pendidikan diperlukan sebuah sistem pendidikan nasional yang permanen, adil dan merata, dimana pembangunan sektor pendidikan tidak terus berubah-ubah setiap tahun, dan tidak boleh hanya terkonsentrasi di kota-kota besar, dimana hanya orang-orang kaya yang bisa leluasa mengakses pendidikan. Dikatakannya, satu terobosan yang telah dilakukan di era Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Muhadjir Effendy adalah Sistem Zonasi Pendidikan (sekolah). Sesuai konsepnya, sistem zonasi ini menjadi jalan reformasi pendidikan Indonesia untuk mewujudkan keadilan sesui Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia.
“Kita tidak bisa menuntut kualitas pendidikan yang tinggi sejajar dengan daerah lain di Pulau Jawa kalau jarak ke sekolah sangat jauh, listrik belum ada, gedung sekolah rusak, air tidak ada, pergi ke sekolah tidak pake sepatu, tidak ada perpustakaan, tidak ada laboratorium, tidak ada komputer, tidak ada guru, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jika kita ingin pendidikan di Indonesia terjadi secara merata dari Sabang sampai Merauke maka jawabannya adalah Sistem Zonasi. Dengan zonasi, sistem pendidikan (sekolah) dapat mengakomodir seluruh siswa tanpa ada sekat kaya dan miskin. Dengan zonasi ini semua orang miskin dapat mengakses pendidikan di sekolah terdekat tanpa harus jauh-jauh pergi ke kota dengan biaya yang jauh lebih besar. Asalkan, sarana dan pra sarana harus betul-betul disiapkan maksimal, seperti gedung-gedung sekolah, fasiltas perpustakaan, laboratorium dan yang terpenting adalah tenaga pendidik (guru),” ungkapnya.
“Kita dukung penuh Presiden Joko widodo dan Menteri Nadiem Makarim membangun SDM Unggul. Kita berharap Sistem Zonasi yang telah dijalankan Jokowi melalui Menteri Muhadjir Effendy dilanjutkan Menteri Nadiem Makarim dengan terus menyempurnakan atau melakukan evaluasi kekurangannya termasuk tata kelolah pendidikan nasional dan daerah. Jika kita mau membangun SDM Unggul, kita harus membangun mulai dari pinggiran Indonesia yang masih jauh tertinggal. Ketika sudah tidak tidak ada lagi yang tertinggal , maka sudah tercapai keadilan atau pemerataan. Kalau sudah ada pemerataan baru kita mulai bicara soal kualitas. Kita tidak bisa bicara soal kualitas kalau di Indonesia Barat sekolahnya bertingkat lengkap dengan internet sementara di Indonesia Timur sekolah di dalam pondok-pondok yang reot,” pungkas Yosep lagi.
Untuk diketahui, pada paruh pertama kekuasanya, Presiden Jokowi melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Sistem Zonasi Pendidikan. Sejak sistem ini diberlakukan, banyak pihak yang memberikan dukungan penuh karena dinilai sebagai sebuah strategi peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan. Di mana, tidak ada lagi sekat antara sekolah swasta dan sekolah negeri, sekolah favorit dan non favorit atau sekolah orang miskin dan sekolah orang kaya. Seluruh warga negara berhak penuh mengakses pendidikan tanpa ada golongan dan kelas tertentu.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Menteri Muhadjir mengatakan bahwa dengan pendekatan zonasi pendidikan dapat diusahakan dan diselesaikan berbagai macam ketimpangan yang ada, agar standar minimum pelayanan pendidikan itu betul-betul segera bisa terealisasi. Karena kalau bukan dengan zonasi ini, maka akan mendapatkan peta yang sangat buram, yang tidak cukup informatif untuk menyelesaikan persoalan itu.
Sebab, menurut dia, gambar yang didapat akan terlalu makro sehingga masalah-masalah itu itu tidak jelas, tidak tajam tetapi setelah diperkecil makroskopik menjadi mikroskopik dan dipecah ke dalam zona, maka ibarat mikroskop itu bisa diketahui secara tajam. Jadi ibarat wajah, jika dari jauh kelihatan halus, tampan tapi setelah di-close-up kelihatan masih ada bopeng bekas jerawatnya.
“Itulah gunanya zonasi ini. Ternyata pendidikan kita itu setelah di-close-up per bagian itu tampak ada ketimpangan sarana-prasarana yang tidak baik dimana ada ketimpangan distribusi guru. Kemudian, ada sekian siswa yang belum bisa masuk sekolah. Hal itu akan tergambar jelas dengan pendekatan mikroskopik melalui sistem zonasi ini,” katanya seperti dilansir Koransindonews.com (23 Juni 2019) lalu.
Jokowi Sudah Siapkan Anggaran SDM
Untuk diketahui pula, pada paruh kedua kekuasaannya, Presiden Jokowi telah sangat serius menggenjot pembangunan bidang Sumber Daya Manusia (SDM) selama lima tahun ke depan. Tidak tanggung-tanggung, anggaran yang telah disiapkan untuk tahun 2020 pun sangat besar. Di bidang kesehatan sebesar Rp.132,3 Triliun dan secara khusus di bidang pendidikan sebesar RpRp508,1 Triliun serta bidang perlindungan sosial sebesar Rp375,2 Triliun.
“Masalah SDM ini tantangannya masalah output gap dan bonus demografi, serta middle income trap, ini adalah tantangan Indonesia maju pada 2045 dan tidak luput dari dua elemen utama, yaitu pendidikan dan kesehatan, kedua elemen ini yang menjadi perhatian kita semua,” kata Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti, saat memaparkan dukungan keuangan dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Rakornas Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019) dalam siaran pers yang diterima Suaraflores.Net.
Dikatakannya, secara khusus di bidang pendidikan dialokasikan anggaran sebesar Rp.508,1 Trilun dengan rincian Program Indonesia Pintar (PIP) KE 20,1 juta siswa; Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke hampir 60 juta siswa; Bidikmisi dan KIP kuliah ke 818 ribu mahasiswa; Beasiswa LPDP ke lebih dari 20.000 mahasiswa; Pengembangan vokasi; Tunjangan profesi guru; dan pengembangan sarana dan prasarana sekolah.
Sementara itu, di bidang kesehatan sebesar Rp132,3 T dengan rincian PBI JKN sebanyak 96,8 juta orang; prevalansi stunting dengan bantuan/koordinasi 13 Kementerian/Lembaga; Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas hingga 95%; Kepesertaan KB melalui peningkatan akses kepada 31,6 juta jiwa; dan perbaikan fasilitas kesehatan.
Sedangkan di bidang perlindungan sosial sebesar Rp.375,2 T yang dialokasikan untuk Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar 29,1 T; serta Bantuan Pangan/Kartu sembako sebesar Rp.28,1 T. “Meningkatkan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan langkah prioritas untuk mewujudkan transformasi Indonesia menjadi negara maju,” pungka dia. (Penulis: korneliusmoanita)