(Kilas Balik Cerita Sukses Esthon Foenay di Blantika Politik NTT)
KUPANG, SUARAFLORES.COM,-Siang itu, teras rumah di kawasan Sonaf Pola, Oepura, Kota Kupang agak lengang. Udara santai bertiup gembira. Rumah tua itu tampak ramai dengan para tamu yang antri bersilaturahmi dengan seorang pria murah senyum lugas dan santai penuh joke-joke ringan. Di hadapan sebuah kursi kayu dan meja kayu duduklah deretan para tamu yang berhadapan dengan pria berusia senja yang tengah menyandang gelar kebesaran Ketua DPD Partai Gerindra NTT.
Dari kisi-kisi taman bunga-bunga berwarna-warni nan hijau riang yang mengitari rumahnya terdengar ucapan-ucapan selamat keapda sang pemimpin besar yang baru saja terpilih menjadi Anggota DPR-RI Periode 2024-2029 ini.”Selamat dan sukses Bapa Esthon, selamat berjuang dan berkarya untuk NTT di Senayan Jakarta,”demikian sekuntum kalimat yang mengalir berulang-ulang dari mulut-mulut para kader Gerindra dan simpatisan, juga para tokoh masyarakat NTT.
Bagi rakyat NTT, secara khusus rakyat Dapil NTT II (Sumba, Timor, Sabu dan Rote) adalah sebuah kegembiraan besar telah memilih Esthon untuk menjadi wakil rakyat. Sebuah pilihan yang sempurna karena Esthon bukanlah politisi cendawan atau jamur kuping yang hanya tumbuh di mudim hujan. Pengabdiannya yang tulus dan dedikasi amalbaktinya untuk NTT bukan baru hari ini, tetapi ia telah berkarya sejak zaman gubernur El tari, Gubernur Ben Mboy, Gubernur Hendrikus Fernandes, Gubernur Herman Musakabe, Gubernur Piet A. Tallo dan Gubernur Frans Lebu Raya. Melewati masa pemerintahan dari masa ke masa, menjadikan Esthon seorang pamong praja tulen di belantara Pemerintah Provinsi NTT. Sebagai seorang birokrat yang menduduki berbagai jabatan dari bawah hingga Kepala Bappeda NTT, Esthon hafal betul dan paham betul seluruh persoalan yang ada di NTT.
Setelah lama menancapkan kukuhnya sebagai seorang birokrat, Esthon pun terjun ke politik praktis dengan menerima mandat dari Ketua Umum DPP Partai Gerindra menjadi Ketua DPD Gerindra NTT. Bersama sang Sekretaris Gabriel Beri Bina, menyandang gelar sebagai tokoh Atoin Meto, berbekal nama besar dan ketokohannya yang lintas batas dalam kemajemukan NTT, popularitasnya yang masih tetap harum di tengah masyarakat, tidak susah bagi Esthon untuk membangun dan membesarkan Partai Gerindra di seluruh penjuru muka bumi Flobamora. Pada pemilu legislatif 2004-2008, meski dirinya tak menjadi anggota DPRD NTT maupun DPR-RI, Esthon berhasil mendapuk sejumlah kursi DPRD kabupaten/ kota dan DPRD NTT yang menempatkan Gabriel Beri Bina menjadi Wakil Ketua DPRD NTT, dan Farry Djemi Francis sebagai anggota DPR-RI (Ketua Komisi V) dan Pius Lustrilanang di Senayan Jakarta.
Setelah berhasil menempatkan begitu banyak kadernya di DPR, nama Esthon makin berkibar di belantara jagat politik NTT. Menjelang Pilkada Gubernur NTT tahun 20o8, durian runtuh pun menimpa Esthon Foenay. Berkat berlimpah itu datang dari rekannya, Ir. Piter Djami Rebo,M.Si yang kala itu telah didampuk sebagai calon wakil gubernur dari sang Ketua DPD PDIP, Frans Lebu Raya yang sedang menduduki posisi Wakil Gubernur NTT. Ketika nama Paket Frans Djami Rebo (Paket FADJAR) sudah mengudara sentero NTT, ketika baliho, kalender dan stiker telah tersebar ke seluruh desa, Djami Rebo tiba-tiba mengambil sebuah keputusan cerdas dan bijaksana untuk mundur dari pencalonannya sebagai wakil gubernur. Keputusan itu sangat mengejutkan bahkan memerahkan telinga Frans Lebu Raya. Pasalnya, tinggal tiga bulan menjelang Pilkada, Djami Rebo mengambil sebuah keputusan yang revolusioner di abang pertempuran.
Bukan saja Frans Lebu Raya yang merasa geram penuh tanda tanya, tetapi banyak orang juga merasa heran dan kecewa. Pertanyaan-pertanyaan mengalir deras dalam kebisuan dan kebekuan sementara komunikasi politik antara Frans Lebu raya dan Djami Rebo sang anak guru yang menjadi ahli infrastruktur ini. Di tengah kebekuan komunikasi jelang detik-detik peperangan melawan Ibrahim Medah dan Benny Kabur Harman, Piter Djami Rebo kemudian mengirim sepucuk surat kepada Frans Lebu Raya terkait pengunduran dirinya. Dalam surat tersebut, Djami Rebo menuliskan kajian, analisis dan telaahan alasan dirinya mundur karena bila tetap berpasangan, maka potensi kemenangan Paket FADJAR rendah karena ia merasa tidak terlalu populer dan kuat di basis akar rumput, baik di Sumba, Sabu, Rote dan Timor. Meskipun ia adalah mantan pejabat teras PU tiga periode yang menguasai jaringan pengusaha jasa konstruksi, ia realistis dan obyektif melihat peluang.
Untuk itu, Djami Rebo merekomendasikan tokoh lain yang peluang atau potensi menangnya besar, yaitu Esthon Foenay. Baginya, Esthon Foenay akan lebih mudah meraup suara dari daratan timor yang besar pemilihnya karena ia adalah tokoh orang timor yang represtatif dan sedang memimpin Partai Gerindra NTT. Nama Esthon kemudian ia sodorkan ke Frans Lebu Raya dan Frans pun menerimanya. Ketiganya pun bertemu dalam sebuah acara kemudian disepakati untuk berpasangan. Tak lama kemudian, pasangan Frans Lebu Raya pun dideklarasikan dengan nama Frans Esthon dengan sandi ‘FRENLY,’ dimana Drs. Kristo Blasin menjadi Ketua dan Piter Djami Rebo menjadi Sekretaris Tim Pemenangan. Duet Frans Esthon (FRENLY) kemudian melambung kencang di seluruh penjuru NTT, mendapat dukungan besar dari rakyat NTT dan berhasil menang besar menjadi pemimpin NTT mengalahkan Ibrahim Medah dan Benny Kabur Harman. Keduanya pun dilantik dan mulai bekerja melayani rakyat NTT.
Gagal Jadi Gubernur NTT
Selama lima tahun memimpin NTT, Frans dan Esthon berhasil membangun birokrasi danmenjalankan program-program besar, yaitu mengeluarkan NTT dari kemiskinan dengan membangun NTT menjadi Provinsi Koperasi dan menjalankan program kerakyaatan yang bernama Anggaran untuk Rakyat Menuju Sejahtera (Anggur Merah). Selain itu, juga ada program pangan lokal dengan menjadikan NTT sebagai provinsi Jagung. Keharmonisan Frans dan Esthon menjadi retak menjaelang Pilgub NTT 2013-2018. Di mana dari internal Partai Gerindra mengenduskan akan mengusung Esthon maju menjadi Calon Gubernur dari Partai Gerindra. Esthon kemudian menjadi calon gubernur meninggalkan Frans Lebu Raya.
Esthon akhirnya berpasangan dengan mantan Bupati Manggarai, Christian Rotok dalam koalisi Partai Gerindra, PAN dan PKS yang berjumlah 13 kursi. Sementara itu, sahabatnya Frans Lebu Raya kemudian memilih pasangan baru Benny Alexander Litelnoni dari Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pecahlah perang besar di pilgub 2013 dimana dua sahabat akrab yang sukses membangun NTT berhadapan di panggung dan medan pertempuran politik. Meski telah bekerja keras berjibaku bersama pejuang besar Manggarai Raya Christian Rotok, namun keduanya harus tekuk lutut dan mengakui kemenangan Frans dan Benny yang terkenal dengan sandi FRENLY setelah melewati sidang panas di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta. Frang-Benny pun terus memimpin NTT selama 5 tahun dan Esthon tetap menjadi oposisi melalui partainya di DPRD NTT. Namun demikian, kerendahan hati Esthon memang tiada duanya. Meski antara ia dan Frans lawan politik tetapi kedunya acapkali bertemu dan bersalaman. Bagi Esthon politik boleh beda, tapi dalam Tuhan kita bersaudara. Prinsip iman politik ini tetap ia pegang teguh.
Bawa Putra-Putri NTT Raih Prestasi Kelas Dunia
Di tengah kefakuman kekuasaan politik, tidak menjadikan Esthon ‘ngganggur total.’ Ia kemudian masih terlibat aktif di dunia olah raga NTT dengan menjadi Ketua Kempo dalam KONI NTT. Prestasi besar yang dicetak Esthon Foenay di olah raga Kempo adalah membawa putra-putri NTT menjadi juara dunia. Mengutip Antaranews.com, para atlet kempo NTT yang mewakili Indonesia berhasil menyabet tiga medali emas dalam kejuaraan “Shorinji Kempo World Taikai 2017” di Stadion San Mateo, California, Amerika Serikat (AS). Kejuaraan ini diikuti 16 negara, di antaranya Indonesia, Kanada, Amerika Serikat, Rusia, Spanyol, Finlandia, Jerman, Swedia, Portugal, Vietnam, Italia dan Jepang.
“Indonesia diwakili atlet Kempo dari NTT berhasil mendapatkan tiga medali emas, satu perak dan dua medali perunggu sekaligus menjadi juara dunia kempo kedua setelah Jepang,” kata Ketua Tim Kempo Indonesia, Esthon Foenay kepada media, Senin (31/7) silam.
Menurut Eshton, prestasi tersebut sangat membanggakan, karena selain membawa nama NTT, juga membawa nama Indonesia di dunia Internasional. Esthon mengaku puas dengan prestasi yang dicapai para atlet yang telah berlatih keras, sehingga meraih prestasi kejuaraan dunia kempo. “Ini berkat kerja keras anak-anak kita, serta dukungan serta doa masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat NTT, yang berlaga di Amerika Serikat,” kata pengagum lagi Balada Pelaut ini.
Dikatakan, lawan-lawan yang dihadapi atlet Indonesia sangat berat, namun berkat kerja keras dan pantang menyerah, para atlet meraih hasil yang bagus. Medali emas pertama diraih Frangky Valentino Gewe dan Rama Valentino Ngete yang bermain di nomor embu pasangan putra 1 DAN. Emas kedua diraih embu pasangan putra kyu kenshi Ran Dhaka Putra dan Arif Purwanto. Sedangkan emas ketiga diraih Romana Bala dan Dewinda Verina Phinis yang bermain di nomor embu pasangan putri kyukensi.
Selanjutnya, kata Esthon, medali perak diraih Kiven Heo yang bermain di nomor embu tunggal putra, sedangkan perunggu masing-masing diraih dari nomor embu beregu kyudansa dan nomor embu solo putri kyukensi. Pada kejuaraan itu, Indonesia mengirim dua tim, yakni Indonesia Satu dan Indonesia Dua. NTT menjadi kontingen sendiri dengan nama Indonesia Satu, sedangkan atlet dari provinsi lain tergabung dalam Indonesia Dua.
Selain mendapat kehormatan membentuk satu tim sendiri di kejuaraan dunia tersebut, Esthon yang juga menjabat Ketua Umum Pengurus Provinsi Persaudaraan Kempo Indonesia Martial Art (Pengprov Perkemi) NTT, mendapat kehormatan dari PB Perkemi untuk memimpin kontingen Indonesia sebagai presiden kontingen Indonesia.
Lolos Jadi Anggota DPR-RI 2024
Selain sibuk mengurus olah raga, Esthon tetap fokus bekerja membangun Partai Gerindra. Tercatat sejak ia memimpin, Gerindra tetap mendapatkan muka dengan mencetak banyak kursi di DPRD NTT hingga mengantar Gabriel Beri Bina menjadi Wakil Ketua DPRD NTT. Ia berhasil menempatkan para tokoh birokrat politik potensial di DPRD NTT untuk memberikan pengawasan kritis kepada pemerintahan Frans-Benny (FRENLY). Pada pilgub 2018-2023, Esthon tidak mencalonkan diri. Ia memberikan dukungan atau berkoalisi dengan Partai Nasdem mendukung Calon Gubernur dan Wakl Gubernur, Viktor Bungtilu Laiskodat- Josef A. Nae Soi (Viktory-Jos). Pasangan ini berhasil menghalahkan pasangan Marianus Sae-Emy Nomleny yang diusung PDIP dan koalisinya.
Setelah 10 tahun tidak berada di panggung pucuk birokrat NTT, pada pemilu legislatif 2024, Esthon kembali muncul ke permukaan kancah politik NTT dengan mencalonkan diri menjadi Caleg DPR-RI Dapil II (Sumba, Timor, Sabu, Rote dan Kota Kupang). Berkat kerendahan hati, karakternya yang lemah lembut, murah senyum menyapa warga, suka membantu dan keterlibatannya dalam berbagai organisasi sosial termasuk urusan gereja, Esthon yang masih populer akhirnya mendapatkan dukungan besar dari rakyat. Ia pun mendapatkan durian runtuh lagi di penghujung usianya yang senja. Ia berhasil terpilih menjadi anggota DPR-RI periode 2024-2029.
Bangun ATK bersama Piter Djami Rebo
Kisah karya besarEsthon tidak sebatas birokrat, politisi dan pelaku olah raga, tetapi Esthon juga adalah Ketua Yayasan Akademi Teknik Kupang (ATK) Kupang yang didirikan oleh mendiang Gubernur El Tari. Bersama Ir. Piter Djami Rebo, M.Si (Kepala Dinas PU NTT tiga periode) dan Mantan Kepala BWS NT II, Roga Manu serta seluruh rekan-rekannya berhasil mencetak ribuan kader tenaga teknik ahli madya yang kini telah mengabdi di seluruh NTT bahkan di Indonesia.
Duet Esthon dan Djami Rebo, yang intens dengan ATK sejak masih berkarya di birokrat hingga saat ini, berhasil membawa angin segar bagi putra-putri NTT yang hendak menjadi tenaga trampil di bidang teknik dengan mendirikan gedung kampus baru dan ruang laboratorium praktek serta asrama mahasiswa yang mendapat sokongan dana besar dari sahabat mereka, Menteri PU, Muhammad Basuki Hadimuljono. Kampus yang didukung penuh Menteri Basuki ini bernama Politeknik PU Kupang. Gedung kampus ini akan mulai beroperasi pada awal tahun 2025 nanti. Kampus Politeknik PU yang kabarnya akan menjadi politeknik negeri ini kini sedang dibangun di jalur Km 40, kelurahan Maulafa, Kota Kupang.
Setelah lolos menjadi wakil rakyat, Esthon mengatakan, dirinya akan fokus menjalankan tugas di Jakarta sebagai anggota DPR-RI. Oleh karena itu, ia pasti tidak fokus lagi mengurus ATK. Untuk itu, tugas mulia itu akan diberikan kepada rekan-rekannya yang berkompeten mengurusi lembaga pendidikan ATK yang kini berubah nama menjadi Politeknik PU Kupang.
Berjuang Melawan Kemiskinan
Dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) nya yang ke-74, Sabtu (3/8/2024) malam, Esthon mengaku sangat bangga dan gembira bisa berkumpul dengan keluaga dan warga masyarakat Kota Kupang. Ia mengucap syukur karena telah diberikan Tuhan umur yang panjang sehingga masih berjuang untuk rakyat NTT. Ia juga secara terbuka menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada seluruh rakyat NTT di Dapil II yang telah memilihnya menjadi anggota DPR-RI periode 2024-2029.
“Saya ucapkan syukur kepada Tuhan dan kepada seluruh rakyat, yaitu Sumba, Timor, Sabu, Rote dan Kota Kupang yang telah memilih saya dalam Pileg 2024. Saya siap berjuang untuk menjadi representan dari seluruh rakyat NTT,” tegas peraih 43.115 ribu suara rakyat ini.
Esthon mengaku merasa sedih dan perihatin sampai dengan saat ini Provinsi NTT masih juga tercatat sebagai provinsi termiskin ketiga di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat. Ia bertekad akan berusaha keras dengan rekan-rekan DPR-RI dari NTT baik dari Dapil I maupun Dapil II untuk bersama-sama berjuang untuk mengatasi kemiskinan di NTT.
Esthon mengaku optimis, ke depan NTT akan banyak mendapatkan perhatian. Dengan kemenangan Ketua Umum DPP Gerindra, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming (anaknya Jokowi), maka NTT sudah pasti tetap mendapatkan perhatian khusus. Apalagi didukung dengan kehadirannya sebagai wakil rakyat dari Gerindra maka hubungan yang baik akan membuahkan dampak bagi pembangunanNTT. Selain itu, didukung lagi dengan 13 orang wakil rakyat di DPR-RI akan sangat kuat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat NTT di Senayan. (Penulis: Kornelius Moa Nita/SFC)