Flores Jadi “Medan Pertempuran Hebat” Calon Gubernur NTT

by -60 Views

SUARAFLORES,NET—Basis pemilih di Pulau Flores yang memiliki 9 kabupaten menjadi basis seksi yang diperebutkan para kandidat calon gubernur NTT 2018. Dengan jumlah penduduk hampir 3 juta, dan jumlah pemilih mendekati 2 juta, Flores bakal menjadi ladang pertempuran hebat para calon gubernur NTT. Siapkah yang lebih berpeluang didukung pemilih Flores? BKH, Marinaus Sae, Esthon atau Viktor Laiskodat?

Dalam sorotan media ini, pada pilgub 2008 dan 2013, ketika Ketua DPD PDIP NTT, Frans Lebu Raya dicalonkan menjadi gubernur, ia dengan mudah menggerakan mayoritas pemilih Flores dengan sentilan etnis dan kultur politik berbasis religius. Selain itu, Flores yang juga basis terbesar PDIP menjadi “jalan tol mulus” bagi Frans menyabet kursi panas di kantor gubernur jalan El Tari Kupang. Kelihaian dan kelincahan Frans dalam bermain isu politik  dengan menarik tokoh-tokoh politik menjadikannya satu-satu putra  terbaik yang harus dipilih.

Optimisme kemenangan yang besar karena basis politik etnis dan kultur religius, tak banyak merepotkan Frans dalam menghadapi lawan mainnya, Christian Rotok dan Benny K. Harman. Dengan gaya bermain setengah lapangan, Frans yakin pertarungan antara Beny dan Rotok di Manggarai Raya akan menguntungkan dirinya. Frans menang di seluruh kabupaten se daratan Flores, kecuali Manggarai Raya. Frans akhirnya terpilih dua periode. Ia membuktikan diri sebagai pemecah rekor pemilihan gubernur langsung pertama dan kedua di NTT.

Baca juga: Dukung Viktory-Joss, Tiga Kader PDIP Belum Dipecat

Selepas Frans, begitu banyak kader dari Pulau Flores yang maju bertempur dengan misi menjadi gubernur NTT menggantikan Frans. Terekam oleh Suaraflores, ada Kristo Blasin (PDIP), Lusia Adinda Lebu Raya (PDIP), Honing Sanny (Independen), Melky Lakalena (Golkar) dan  Alex Ofong (NasDem), Benny Kabur Harman (Demokrat), dan Marianus Sae (Bupati Ngada), dan lain-lain.

Dari sekian nama yang mengumumkan maju, dalam proses seleksi di parpol yang panjang menguras energi dan biaya, maka lahirlah dua kader Flores ke pucuk calon gubernur, yaitu Benny Harman dan Marianus Sae. Benny lolos dari Partai Demokrat dan berpasasangan dengan Benny Litelnoni (Wagub NTT) yang didukung PKPI dan PKS. Sedangkan Marianus Sae lolos dari pintu PDIP setelah menggusur kader-kader terbaik PDIP, yaitu Kristo Blasin, Raymundus Fernandes, dan Lusia Lebu Raya. Sementara itu, Honing, Melky Lakalena dan Alex Ofong, tidak lolos. Honing (mantan kader PDIP),tak diakomodir parpol, Melky Lakalena tak lolos di Golkar, demikian Alex.

Baca juga: Estho Foenay-Cristian Rotok “Senyap Melaju Lembut”

Kemana dan kepada siapa rakyat Flores memberikan suaranya? Flores sejak jalan orde baru berkuasa adalah basis Golkar. Setelah orde baru tumbang, basis Golkar hancur dan direbut PDIP. Dua partai besar yang kini berkuasa di Flores. Menyusul PDIP dan Golkar,  Nasdem, Gerindra, PAN,Hanura, PKB dan Demokrat bersaing merebut basis PDIP dan Golkar. Parpol-parpol ini masih membutuhkan energi dan waktu untuk mengakar di akar rumput desa-desa dan pegunungan. Seiring dinamika politik pilkada langsung yang mendorong parpol kurang kursi harus berkoalisi, maka hal tersebut juga berdampak pada pilihan rakyat. Rakyat tidak lagi melihat parpol pengusung calon, tapi lebih melihat tokoh utama yang diusung parpol. Dengan demikian, politik klaim basis pun mulai sulit ditebak, meski warna PDIP dan Golkar masih tetap ada.

Baca juga: Paket HARMONI Simbol Nilai NTT

Meski opini publik kecewa terhadap parpol dalam proses pilgub kali ini, rakyat di Pulau Flores kini telah memiliki dua calon gubernur, yaitu Beni Kabur Harman dan Marianus Sae. Saat ini, publik Flores mulai membidikan matanya kepada kedua tokoh Flores ini. Apakah rakyat akan memilih satu di antara keduanya ataukah lebih memilih Viktor Laiskodat dan Esthon Foenay  dari Pulau Timor yang berpasangan dengan Jos Nai Soi dan Christian Rotok dua putra terbaik dari Pulau Flores di posisi wakil? Semua masih misteri. Namun, hampir bisa ditebak, mayoritas pemilih Flores adalah pemilih fanatik atau tradisional. Meskipun sebagian sudah rasional dan cerdas dengan tidak memakai ‘embel-embel politik identitas,’ namun mayoritas rakyat di desa-desa masih sulit melepaskan politik identitasnya, hal demikian pun terasa di Pulau Timor. Melihat fakta ini, hampir bisa dipastikan, BKH dan Marianus mempunyai peluang besar untuk meraup basis suara Flores.

Baca juga: Ke NTT, Jokowi: Jangan Gunakan Kampanye Hitam Dalam Pilkada

Akankah BKH atau Marianus menang besar di Flores? Semua itu tidak mudah. BKH yang dua kali kalah dalam Pilgub NTT tentu menyiapkan strategi khusus untuk meraih simpati dan memainkan isu untuk menang dalam pertarungan di etape ketiganya. Menghadapi rivalnya Marianus yang “baru naik ring,” BKH tentu sudah tahu dimana titik unggul dan kelemahan Marianus.  Sebaliknya, Marianus si bupati Ngada yang belum punya pengalaman “bertanding di kelas berat,” membutuhkan waktu, biaya dan energi besar untuk mengkanvaskan BKH. Namun, jangan lupa, penentu kemenangan keduanya juga ada di tangan Frans Lebu Raya.

Mengapa demikian? Frans kini dalam ‘posisi dilematis.’ Di satu sisi, mitranya Benny Litelnoni  yang telah menyelamatkannya maju di Pilgub NTT 2013(kini masih wagun NTT) maju dalam Pilgub 2018 berpasangan dengan Benny Harman. Dan di sisi lain, Marianus yang non kader PDIP, didapuk menjadi calon gubernur dari PDIP yang  “menumbangkan” Lusia Adinda Lebu Raya dan Kristo Blasin yang ia usulkan ke DPP PDIP. Sebagai pemimpin partai berkuasa, ia masih punya gigi di mata kader seluruh NTT. Sebagai kepala pemerintahan dua periode, ia masih punya jaringan kuat di birokrat, bisnis dan berbagai jalur lainnya. Jika ia total mendukung Marianus maka Marianus akan menang di Pulau Flores, namun jika “operasi senyap berjalan,” maka BKH bisa menjadi pilihan alternatif rakyat Flores, meskipun isu Partai Demokrat dan PKS mendukung undang-undang ormas pasti menjadi isu sensitif.

Baca juga: Politik Selalu Dinamis Mengikuti Perkembangan Jaman

Lalu bagaimana dengan Viktor Laiskodat? Sebagai pendatang baru di pilgub 2018, Viktor turun main dengan kekuatan penuh tanpa beban politik besar. Memiliki modal yang cukup, ia pun membidik Flores sebagai basis kemenangan. Langkah politik Viktor menarik tokoh-tokoh berbasis massa, seperti Kristo Blasin dan Honing Sanny dipastikan turut berandil dalam mendongkrak suara, secara khusus di Maumere, Sikka dan Ende. Selain kedua politisi PDIP, dalam koalisi NasDem-Golkar, juga ada Melky Mekeng, Jhoni Plate. Plate, Melky dan Kristo akan menjadi pemasok suara terbesar di Sikka yang memiliki jumlah pemilih terbesar di Flores, dengan total kurang lebih 300 ribu pemilih.

Selain itu, jurus Viktor yang berpasangan dengan tokoh senior Golkar, Josep Nai Soi menjadi ujung tombak meraup kemenangan. Nai Soi sebagai mantan anggota DPR-RI 2 periode ini dipastikan akan menghancurkan basis Bajawa dan Nagekeo wilayah kekuasaan Marianus Sae. Marianus, sang bupati bakal kesulitan menang besar dalam meladeni kelembutan politik Nai Soi yang “tenang-tenang mendayung dan lama menanam saham politik.”Bukan hanya Nai Soi, tapi di Nagekeo ada tokoh Golkar NTT yang patut di perhitungkan, yaitu Anwar Puageno dan Thomas Tiba. Mereka pun akan berjuang keras memasok suara untuk Viktory-Joss selain para kader NasDem yang militan.

Baca juga: Sea World Club Beach Resort di Mata Wisatawan Manca Negara

Meski isu politik identitas terus dimainkan agar gubenur harus orang Flores, namun dengan ketokohan Viktor yang nasionalis dan kekuatan dukungan para tokoh paling tidak membuat arus pemilih Flores akan terbelah tiga. Bisa terjadi, BKH-Litelnoni hanya akan  menang di Manggarai Barat dan Timur, Marianus-Emi hanya akan menang tipis di Ngada dan Flores Timur (wilayah kekuasaan Frans Lebu Raya). Sementara itu, Viktory-Joss akan menang di Sikka, Ende, Nagekeo dan Lembata. Prediksi ini, bisa mungkin terjadi karena rakyat saat ini tidak lagi melihat partai, tapi lebih melihat kemana arah para tokoh memberikan dukungan, baik tokoh politik, tokoh masyarakat, ormas dan tokoh agama. Namun, Viktory-Joss harus pandai mengemas isu dan program dan berani berantas korupsi dan kemiskinan, karena di Flores berhimpun gudang akademisi  dan masyarakat yang sangat kritis.

Baca juga: Joka Ju (Tolak Bala) “Mutiara Adat” Desa Pemo Kelimutu

Bagaimana peluang Esthon-Rotok? Keduanya bakal sulit mendulang suara besar di Flores. Sama-sama menyabet predikat mantan calon gubernur (pernah maju di Pilgub 2013), tak mendulang suara besar di Flores, kecuali Rotok yang menang besar di Kabupaten Manggarai, tempat ia berkuasa ketika menjadi bupati Manggarai. Meski sebagai Ketua DPD Gerindra yang didukung Prabowo dan beberapa tokoh dan kader Gerindra asal Flores Maksi Ebutho dan kawan-kawan, Esthon-Rotok bakal mencuri sedikit suara di Bajawa dan Nagekeo. Lebih jauh, walaupun meniup isu pembentukan Provinsi Flores untuk menaikan simpati rakyat Flores, bakal sulit karena isu tersebut adalah isu lama. Apalagi isu tersebut langsung ditolak keras Viktor Laiskodat, yang mengatakan bahwa “keutuhan Flobamora jangan dikutak-katik lagi.” (korneliusmoanita/suaraflores.com)