JAKARTA, –Setelah mencermati dinamika persidangan Permohonan PHPU yang diajukan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subanto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK), Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) mencatat sejumlah peristiwa dan langkah dari Tim Hukum Paslon 02, sebagai model dan strategi perjuangan yang berpotensi menjadi “celaka 13” dan menjadi ’13 dosa politik’ Tim Hukum Paslon 02 untuk mendapatkan kekuasaan sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu 2019 melalui MK.
Menurut FAPP dalam keterangan tertulisnya yang diterima Suaraflores.Net, Selasa (18/6/2019) malam dari Petrus Selestinus, SH selaku koosdinator FPPA, menyebutkan 13 Dosa Politik Tim Hukum tersebut, yaitu:
1. Menciptakan ketidakpastian dalam Permohonan PHPU Paslon Nomor Urut 02 karena mengajukan dua Permohonan PHPU berbeda tertanggal 24 Mei 2019 dan Perbaikan PHPU tanggal 10 Juni 2019.
2. Memasukan persoalan Proses Pemilu dan Pelanggaran Pemilu Pilpres yang menjadi kewenangan konstitusional BAWASLU, KPU, GAKUMDU, DKPP dan PTUN ke dalam PHPU yang hanya menjadi wewenang MK.
3. Tanpa merasa bersalah, meminta kepada MK untuk mencampuradukan wewenang, melampaui wewenang dan bertindak sewenang-eenang terhadap kekuasaan dan wewenang lembaga lain, yaitu BAWASLU, KPU, GAKUMDU, DKPP, PTUN dan lain-lain.
4. Merumuskan tuntutan atau petitum yang saling bertentangan antara petitum yang satu dengan petitum yang lain yang dirumuskan secara alternatif dan berlapis-lapis tetapi meminta untuk dikabulkan seluruhnya.
5. Menggunakan bukti-bukti yang tidak mendukung kebenaan dalil Permohonan PHPU Paslon Nomor Urut 02, sehingga yang terbaca dalam PHPU adalah hanya dalih-dalih bukan dalil-dalil hukum PHPU sesuai dengan standar hukum pembuktian yang berlaku.
6. Merumuskan narasi dan diksi dalam PHPU yang bersifat fitnah kepada Paslon Nomor Urut 01 (bahwa Jokowi-Ma’ruf Amin telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelembungan dan pencurian suara), tanpa bukti-bukti yang mendukung narasi dan diksi yang bersifat fitnah tersebut.
7. Tidak adanya pertanggungjawaban Paslon 02 dalam PHPU tentang klaim perolehan suara 62% (yang ketika dideklarasikan dilakukan dengan sujud syukur dan diliput media) kemudian turun menjadi 54% dan terakhir dalam PHPU hanya 52% suara yang diklaim.
8. Tidak adanya bukti tentang berapa jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh KPU atau Paslon 01 atau Pemilih yang oleh Paslon 02 telah adukan ke Bawaslu/Gakumdu/DKPP yang telah diputus atau tidak diproses sehingga dengan bukti-bukti menjadi alasan dalam Permohonan PHPU.
9. Kontradiksi antara tuntutan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Indonesia (tanpa alasan hukum) dengan menuntut agar MK mendiskualifikasi Paslon 01 dan Pemecatan terhadap seluruh Komisioner KPU di seluruh Indonesia untuk dikabulkan seluruhnya dalam suatu putusan.
10. Upaya menjadikan MK sebagai lembaga “superbody” melalui PHPU dengan cara mencaplok seluruh wewenang Lembaga Negara yang lain, padahal upaya demikian seharusnya melalui proses Uji Materil UU atau proses Legislasi di DPR.
11. Menjadikan MK sebagai pintu terakhir penentuan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Hasil Pemilu 2019 dengan mengabaikan prinsip Kedaulatan Rakyat dan prinsip Negara Hukum.
12. Menjadikan MK sebagai lembaga Peradilan Umum dengan fungsi yang sangat teknis untuk menangani hal-hal teknis dalam Peradilan seperti memeriksa bukti, memverifikasi bukti, melakukan Pemeriksaan Setempat dll., sementara waktu persidangan dibatasi hahya 14 hari.
13. Menampilkan aroma cita-cita perjuangan tagar #2019 Ganti Presiden# dan gerakan “People Power” yang gagal dilakukan sebelumnya dan ingin didapatkan kembali melalui Permohonan PHPU ke MK.
Berdasarkan 13 Dosa Politik di atas, maka FAPP bersama 24 kelompok masyarakat pendukungnya, mendesak MK mendiskualifikasi Permohonan PHPU Paslon Nomor Urut 02 karena Permohonan PHPU yang diajukan Tim Hukum Paslon Nomor Urut 02 dilandasi Itikad Tidak Baik, tidak bertujuan untuk menguji kebenaran Penghitungan Suara Hasil Pilpres 2019, tetapi bertujuan untuk mengacaukan Hasil Pemilu 2019, mengganti Presiden Jokowi 2019 dari kemenangan yang sudah diraih secara demokratis, mengacaukan prinsip Kedaulatan Rakyat dan prinsip Negara Hukum menurut UUD 1945. (BKr/ SFN)