Fajar dari Timur terus terbit. Jika di tanah Papua sudah memunculkan bibit-bibit ilmuwan muda, seperti Hama Sagrim Pencipta Ilmu Anatomi Budaya, Dr. Septinus George Saa, penemu rumus Penghitung Hambatan Antara Dua Titik Rangkaian Resistor, yang kemudian dikenal dengan “George Saa Formula”, serta Bob dan Thinus, pelajar SMA Advent Doyo Baru, Distrik Waibu, Desa Doyo Baru, Kabupaten Jayapura, Papua Jayapura yang hasil penelitiannya tembus NASA. Maka kini saatnya tanah Flores mulai membangunkan dirinya.
Flores tidak saja terkenal dengan balutan keindahan alam yang dilintasi pembalap-pembalap Internasional Tour de Flores (TDF), tetapi bumi Flores pun mulai menetaskan bibit-bibit unggul ilmuwan muda, seperti Fransiskus Karbiya Anot Putra atau dikenal dengan Frans, putra dari bapak Karel dan ibu Theresia, asal desa Wolokoli, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, NTT, yang sekarang bermukim di Batam, Kepualaun Riau.
Siapa itu Frans generasi Wolokoli ini? Kebiasaan mengutak atik komputer sudah dimulai sejak Frans masih duduk di bangku kelas III SD. Bahkan di usia yang masih tergolong anak-anak ini, putra sulung dari Bapak Karel, sering bongkar komputer, yang hasilnya komputer rusak. Mungkin sebagian besar orang tua pasti marah kalau anak-anak mereka merusakan komputer atau laptop. Akan tetapi Bapak Karel, justru memahami kemauan putra sulungnya dengan mengundang teknisi komputer datang perbaiki komputer di rumah.
Kehadiran teknisi komputer tersebut, menambah minat Frans secara otodidak belajar bongkar pasang komputer. Secara perlahan Frans mulai menguasai aplikasi game komputer. Waktu pulang sekolah, ia gunakan secara total dengan utak atik komputer. Frans jarang keluar rumah atau bepergian jauh, sebagaimana kebiasaan anak-anak sekolah. Bahkan kemampuan dalam membuat game komputer, mendatangkan banyak rejeki. Hampir separuh dari biaya pendidikan mulai dari SD sampai SMK bersumber dari karya-karyanya.
Setelah tamat dari SMK Permata Harapan Batam (2012), Frans berkeinginan untuk melanjutkan kuliah. Dia ingin kuliah di AMIKOM Jogja. Namun keinginan Frans untuk kuliah di Jogja belum disanggupi orang tuanya. Waktu itu bapak saya di PHK, kata Frans, dalam cerita singkatnya. Kemudian suatu ketika dia diajak oleh temannya untuk pergi rumah temannya. Setiba di rumah, temannya memperkenalkan ibunya. Lalu tanpa disangka, ibu ini bertanya, Frans rencana kuliahnya di mana? Dan ibu ini pun menawarkan kalau boleh kuliah saja di Atmajaya Yogyakarta. Ada program beasiswa jika Frans berminat, nanti dibantu kirim aplikasinya.
Ketika selesai mengisi aplikasi beasiswa, Frans mulai kewalahan dengan limit waktu pengembalian aplikasi beasiswa hanya tinggal sehari. Jika pengiriman berkas via TIKI atau JNE dari Batam ke Jogja paling cepat tiga hari. Tidak ada jalan lain selain menyerahkan semuanya pada kuasa Tuhan, ujar Frans. Ketika TIKI dan JNE tidak menjamin durasi waktu yang diinginkan, kemudian ayah Frans menuju kantor pos. Puji Tuhan, pihak PT Pos menyanggupi bahwa besok kiriman sudah tiba ditempat tujuan. Selanjutnya setelah mengikuti tes, Frans dinyatakan lulus sekaligus mendapat beasiswa untuk kuliah di Fakulutas Teknik Jurusan Teknik Informatika Universitas Atmajaya Yogyakarta sejak 2012.
Pada 23 Mei 2016, Fransiskus Karbiya Anot Putra tampil dengan gemilang mempertahankan hasil penemuannya yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Pengembangan Aplikasi Mobile Pengendali Perangkat Elektronik Dengan Arduino dengan mendapatkan nilai A dan menempuh masa studi 3,8 tahun. Bahkan dosen pembimbingnya pun kagum dengan hasil penelitiannya dan menjadikan hasil penelitiannya sebagai ajang Inovasi di Fakultas Teknik Atmajaya Yogyakarta.
Menurut Frans, putra kelahiran Batam, 24 Desember 1994, bahwa perangkat teknologi mobile yang dibuatnya ini, akan bermanfaat untuk mengatur kebutuhan elektronik di rumah. Seperti mematikan dan menghidupkan lampu, AC, buka-tutup pintu dan kebutuhan elektronik lainnya yang ada di rumah cukup dengan menggunakan smartphone.
Artinya, kita bisa berada di mana saja dan bisa mengoperasikan semua perangkat elektronik di rumah hanya dengan menggunakan smartphone. Ide penelitian ini berawal dari pengalaman di rumah, ketika ibu ke pergi kerja, dia akan menitipkan kunci pada tetangga, dengan maksud supaya bisa menghidupan lampu rumah. Kemudian dia berpikir, bagaimana kalau ibu tak usah titip kunci lagi pada tetangga cukup dengan aplikasi mobile.
Beberapa eksperimen yang dilakukan Frans mengalami kegagalan, seperti ketika menghidupkan AC, sistemnya belum bekerja dengan maksimal. Hal ini terkendala pada kemampuan dan ketersediaan peralatan lab dikampus. Namun demikian, Frans tetap berusaha dan mencari perangkat sendiri dari berbagai referensi. Kemudian dia mengutak atik sesuai dengan kemampuannya dan berhasil. Usai menyabet gelar sarjana teknik (ST) dengan usia 22 tahun, kini Frans mulai dibanjiri tawaran beberapa perusahaan IT ternama di Batam.
Sambil menunggu wisuda Agustus 2016, Frans bermimpi untuk melanjutkan study di London, Inggris atau Jerman. Menurut Frans, Indonesia masih ketinggalan jauh soal teknologi roket. Kita hanya bisa membuat satelit tetapi belum mampu membuat roket. Kita masih menggantungkan teknologi roket pada negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Perancis dan India. Kapan putra-putra terbaik Indonesia bisa menciptakan roket ?, “tanya Frans dengan keyakinannya. (Nelis/Bung Sila/SF)