JAKARTA, SUARAFLORES.NET,- Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, SH menggelar diskusi konsolidasi dengan para bupati di Hotel Borobudur,Jakarta, Rabu (8/5/2019) malam. Rapat yang diadakan sebelum dilaksanakan Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) tersebut membicarakan sinergitas program dan kegiatan dari tingkat provinsi hingga kabupaten/ kota se-NTT. Tema utama dalam diskusi itu adalah perlunya sinergitas dan kerja sama selaras dalam membangun ekonomi rakyat NTT yang mandiri berbasis potensi lokal.
Juru Bicara Pemerintah Provinsi NTT, Dr. Marius Djelamu yang didampingi Kepala Kantor Penghubung NTT, Drs. Viktor Manek, kepada media menerangkan beberapa hal penting yang disampaikan Gubernur Viktor, yaitu ke depan Provinsi NTT harus berdikari atau mandiri dalam memenuhi kebutuhan sembako. Pasalnya, NTT adalah provinsi yang mampu memenuhi kebutuhan sembako karena memiliki bahan baku. Provinsi NTT memiliki tanaman holtikultura yang dapat memenuhi kebutuhan hidup warga. Untuk itu, perlu dilakukan konsolidasi untuk mengetahui potensi-potensi yang tersebar di semua daerah, dan selanjutnya membangun kerja sama antar daerah dalam hal memenuhi kebutuhan sembako bagi rakyat.
Provinsi NTT yang kaya dengan produk lokal sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan 5,6 juta penduduk NTT, tidak semuanya bergantung pada pasokan sembako dari luar. Provinsi NTT tidak boleh dijadikan pasar utama dari produk luar dan sebalinya harus menciptakan pasar sendiri. Mengapa? Karena semua produk itu ada di NTT. Selama ini sabun, sampo, dan lain-lain semua dipasok dari luar. Setelah dihitung dalam setahun Rp3 triliun uang rakyat NTT hanya untuk membeli sabun mandi. Padahal, NTT mempunyai bahan baku untuk sabun dan sampo yang bisa diolah dari daun kelor, yang saat ini mulai dikembangkan pemerintah. Selain diolah jadi sabun dan sampo kelor juga bisa diolah menjadi kosmetik, obat-obatan dan makanan. Ke depan, Kelor akan dijadikan kebutuhan pangan bagi semua warga NTT.
Selain Kelor, NTT mempunyai Kopi, seperti Kopi Manggarai yang adalah kopi terbaik di dunia, Kopi Bajawa dan Kopi Hokeng. Anehnya, selama ini, rakyat NTT sangat tergantung pada pasokan kopi dari luar, seperti Kopi Tugu Buaya, Kopi Torabika, Kopi Kapal Api dan lain-lain. Menurut Djelamu, Gubernur menginginkan agar Kopi NTT, Vanili, Cengkeh yang merupakan komoditi asli NTT harus diolah dan dijual dan dikonsumsi oleh seluruh warga NTT tidak lagi membeli dari luar.
Selain Kopi, Cengkeh dan Vanili, NTT juga memiliki begitu banyak jenis buah, seperti Mangga, Nenas, Nangka, Salak, Jeruk dan Semangka. Yang mana, semuanya harus beredar di dalam wilayah NTT (antar kabupaten/kota). Ia menghendaki supaya di hotel-hotel dan restaurant dan kantor-kantor baik kantor pemerintah maupun swasta tidak boleh lagi ada kopi dari luar daerah, atau buah-buahan dari luar. Sebaliknya harus menyajikan atau menjual produk-produk lokal, seperti minuman kopi khas NTT, buah-buahan seperti pisang dan semangka. Hal ini sangat baik dalam rangka memproteksi banjirnya produk luar yang menguasai pasar-pasar NTT yang kemudian mematikan produk ekonomi lokal buah karya rakyat NTT.
NTT, menurut dia, memiliki minuman khas tradisional Sopi dan Moke yang jika diolah bisa sekelas Sakhe minuman khas Jepang yang sangat mahal harganya. Dan saat ini, pemerintah sedang bekerjasama dengan Undana untuk melakukan kajian dan pengolahan Sophia. Minuman ini, jika sudah memenuhi standarnya, akan menjadi minuman khas NTT yang berkelas dunia sejajar dengan Sakhe Jepang, Vodka dan Wisky. Sudah pasti, jika diolah secara maksimal maka akan membantu meningkatkan ekonomi rakyat, secara khusus para petani Sopi (Arak Timor) dan Moke (arak Flores).
Selain itu, tenun ikat (kain tenun) khas NTT dari seluruh kabupaten juga harus terus dikembangkan demi meningkatkan ekonomi warga desa. Saat ini, papar Djelamu, Gubernur NTT telah membuat aturan agar seluruh pegawai 2 hari dalam seminggu mengenakan busana tenun ikat daerah. Aturan ini sudah berjalan dan begitu banyak sarung atau kain tenun milik warga terbeli oleh para pejabat dan pegawai. Jika aturan ini diterapkan di seluruh kantor pemerintah kabupaten dan kota, maka para penenun akan meraup keuntungan karena hasil tenunan mereka dibeli oleh putra-putri daerah, selain para wisatawan dan orang dari luar. Lebih jauh, apabila seluruh perkantoran di seluruh NTT membeli sarung NTT tentunya ekonomi rakyat terus berkembang karena adanya kepastian pembeli.
Mulai tahun depan, kata dia, NTT tidak lagi (menghentikan) pengiriman Sapi hidup keluar NTT, tetapi akan mengolah daging beku untuk dikirim ke luar daerah. Pasalnya, harga daging beku jauh lebih mahal dari pada Sapi hidup. Untuk itu, Pemerintah NTT akan melakukan pengolahan, tentunya dengan memenuhi semua syarat termasuk halal agar dapat dijual ke luar daerah.
NTT akan terus mengembangkan kawasan-kawasan ternak Sapi untuk mendukung produksi daging beku NTT. Jika ini sudah berjalan, maka PAD dan ekonomi perternak Sapi akan meningkat. Soal sarana pra sarana untuk pengolahan daging beku sedang dipersiapkan pemerintah.
Hal lain yang sangat sederhana dan mungkin dianggap remeh, masyarakat NTT mempunyai tradisi makan atau mamah sirih pinang. Berdasarkan penelitian, kata dia, penduduk Pulau Timor menjadi penduduk terbesar di NTT yang makan sirih pinang. Dalam satu tahun warga di Timor bisa menghabiskan uang sebesar Rp3 miliar hanya untuk membeli sirih pinang. Selama ini, kebutuhan buah pinang di NTT terbesar di pasok dari Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).Padahal, NTT memiliki lahan luas untuk menanam sirih. Mengapa kita harus memasok buah pinang dari Sumbar kalau kita punya lahan? untuk itu, pemerintah mendorong agar warga wajib menanam pinang agar tidak terus menerus bergatung pada pasokan pinang dari luar.
Membangun NTT, kata dia, gubernur mendorong setiap daerah harus membangun dari potensi-potensi daerah masing-masing yang selanjutnya diolah untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Tujuannya, agar NTT menjadi wadah ekonomi rakyat yang mandiri atau otonom yang tidak bergantung pada produk-produk dari luar. “Bahwa ada yang di daerah kita tidak ada memang tidak bisa dipungkiri harus dipasok dari luar, tetapi tidak semuanya kita harus datangkan dari luar,” kata Djelamu.
Kerja Sama Antar Kabupaten Pasok Pangan
Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal, kata dia, diperlukan konsolidasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota agar para bupati juga sejalan dengan apa yang ingin dilakukan Pemerintah NTT, supaya apa yang dilakukan gubernur juga membumi di kabupaten-kabupaten. Selama ini, pemerintah provinsi berjalan sendiri dan pemerintah kabupaten pun berjalan sendiri. Satu hal yang tidak terjadi dan tidak dilakukan dalam rangka menunjang kebutuhan pangan di NTT adalah tidak adanya kerja sama antar satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Padahal, jika terjadi kerja sama saling memenuhi atau memasok pangan, maka geliat potensi ekonomi lokal sangat berkembang.
Sebagai contoh, jika ada kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk memasok Kopi ke seluruh kabupaten di NTT, maka petani Kopi akan sangat berkembang ekonominya karena produksinya meningkat.Sebaliknya, Pemerintah Kabupatan TTS membangun kerja sama dengan kabupaten di lain untuk memasok buah jeruk dan apel, maka produksi petani apel dan jeruk akan meningkat. Masih banyak potensi yang dimiliki setiap kabupaten di NTT, yang tidak hanya untuk dijual keluar daerah tetapi juga dijual di daerah antar kabupaten untuk memenuhi kebutuhan pangan warga NTT.
Jangan Gengsi Beli Hasil Karya Petani NTT
Menurutnya, salah satu cara agar rakyat NTT bisa perlahan memperbaiki ekonomi rakyat adalah orang NTT yang mempunyai ekonomi lebih baik harus membeli hasil karya petani-petani NTT. Kalau setiap orang yang ekonominya baik atau orang kaya membeli buah-buahan, sayuran, kopi, pisang, kain sarung, ayam, telur ayam yang dijual para petani dan pedagang yang berjualan di pasar-pasar maupun di tempat umum lainnya, maka itu sangat membantu ekonomi mereka.
“Kalau semua orang NTT yang punya uang hanya memilih berbelanja buah dan sayuran di mall-mall yang dipasok dari luar, maka itu samasekali tidak membantu ekonomi rakyat kecil di NTT. Yang bisa menolong petani-petani NTT adalah orang NTT sendiri yang mau membeli produksi pertanian mereka. Sangat miris, mereka sudah menanam, memelihara lalu orang NTT sendiri tidak membelinya. Akhirnya, semangat bertani mulai menurun dan orang memilih keluar daerah atau mencari pekerjaan lain. Padahal, 70 prosen wiayah NTT adalah pertanian.
Djelamu mengatakan, gubernur mengaku merasa sedih ketika melihat ibu-ibu dari desa yang menjual buah-buahan berhari-hari dan akhirnya busuk karena tidak dibeli. Oleh karena itu, dalam setiap kali kunjungannya ia berusaha membeli hasi produksi petani, seperti semangka dan pisang, selain kain tenun. Bahkan ia sendiri rutin mengenakan busana adat NTT dalam setiap kegiatan. Hal tersebut semata untuk terus mendorong warga dalam meningkatkan ekonomi.
Ke depan, untuk mendorong semangat kerja para petani NTT, maka Pemerintah NTT akan membeli hasil produksi petani dan memasarkannya melalui berbagai perusahaan di daerah lain. Salah satu yang tengah dilakukan adalah menjual produksi Kelor yang kini tengah digalakan. Jadi, pemerintah tidak hanya mendorong, tetapi juga menyiapkan sarana pra sarana pengolahan dan secara khusus pemasaran. Hal itu untuk memberikan kepastian kepada petani, agar hasi produksi terjual. (BKR/sfn)