Pilkada gubernur dan wakil gubernur NTT 2018 nanti bakal diikuti hanya tiga bakal calon dari parpol koalisi. Saat ini sudah ada dua calon gubernur dan wakil gubernur yang sudah pasti berpasangan, yakni Esthon Foenay-Christian Rotok dari koalisi Partai Gerindra, PKS, PAN dan PPP, Perindo dengan total 15 kursi, serta Jacky Ully-Melky Lakalena, dari koalisi Partai NasDem dan Partai Golkar dengan total 19 kursi. Mereka sudah dan akan mendeklarasikan diri, Esthon-Rotok telah deklarasi pada 7 Oktober 2017 dan Jacky-Lakalena akan mendeklarasikan diri pada 21 Oktober nanti. Siapakah calon berikut sebagai paket ketiga yang mendeklarasikan diri ? Apakah dari “Poros baru” bersama PDI Perjuangan?
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selalu memainkan pola yang sama, kubuh pimpinan Frans Lebu Raya ini selalu menjadi pemegang remot permainan. PDIP sampai dengan saat ini belum final memutuskan siapa akan diusung menjadi calon dari partai banteng moncong putih itu. Dari rekaman Suaraflores, ada tiga nama yang mencuat dari rapat pleno partai yang dipimpin Frans Lebu Raya, yaitu Kristo Blasin, Lusia Adinda Lebu Raya dan Andreas Hugo Parera. Tiga nama ini telah dikirim ke DPP untuk mengikuti fit and proper test pada 17 Oktober 2017, yang kemudian akan ditetapkan menjadi calon gubernur dari PDIP. Meski demikian, Sekretaris DPD PDIP Nelson O. Matara, membantah hanya tiga nama yang direkomendasikan ke DPP PDIP tetapa ada banyak nama termasuk yang tidak mendaftar. “ Tidak benar hanya tiga nama, semua nama yang mendaftar kita usulkan ke DPP untuk iktu fit and proper test,” kata Nelson melalui ponselnya saat dihubungi di Ibu Kota Jakarta, beberapa waktu lalu. Rupanya Nelson ingin menampilkan drama demokrasi di pentas PDIP.
Lebih jauh, soal mitra koalisi jika PDIP sudah menetapkan paket cagubnya, PDIP sudah pasti memiliki kawan abadi, baik dari koalisi nasional maupun koalisi di daerah, sebut saja, Partai Hanura, PKB dan PKPI, tiga partai ini diprediksi tak lari jauh dari PDIP. Karena pada pilgub 2014 lalu, Hanura, PKB dan juga PKPI berkoalisi dengan PDIP mengusung Frans Lebu Raya- Benny Litelnoni, maka pada pilgub ini diprediksi akan berulang, namun tentunya tergantung pula pada calon yang diusung memberikan “keuntungan politik” bagi mereka atau tidak.
Memang jauh-jauh hari, partai-partai yang tergabung dalam “Poros Baru” itu telah melakukan sejumlah manuver untuk berdiri sendiri mengusung satu paket, namun hingga kini di antara mereka masih belum final memutuskan siapa figur kuat yang akan diusung. Ada beberapa nama yang berkembang, seperti Benny Litelnoni, Daniel Tagu Dedo, Kristo Blasin, Umbu Pati Lende, Titu Eki, dan belakangan Marianus Sae, namun Hanura, PKB dan PKPI yang berjumlah genap 13 kursi itu belum memutuskan. Wakil Ketua PKB NTT, Umbu Pati Lende, menerangkan bahwa saat ini PKB masih memproses semua calon yang mendaftar. Nantinya nama-nama itu akan direkomendasikan ke pusat untuk diproses lebih lanjut. Sedangkan, PKPI sudah mengirimkan nama-nama calon gubernur yang telah diproses di partai ke DPP PKPI di Jakarta. Demikian halnya Hanura, yang saat ini juga masih berproses di DPP. Belum ada keputusan final siapa yang akan didukung dan diusung maju. Kita masih proses karena semua calon yang mendaftar di Hanura punya hak yang sama,” kata Fransiskus Bata, salah satu pengurus DPD Hanura NTT, beberapa hari lalu.
Diduga kuat, Poros Baru tidak akan bersatu mengusung satu paket, lantaran, mereka terjerat dalam kepentingan mengusung tokoh-tokohnya sendiri, Ketua PKB, Yucun Lepa, kini menarik Marianus Sae, Ketua Hanura, Jimmy Sianto, disinyair dekat dengan Benny Litelnoni dan belakangan akrab dengan Medah setelah Medah lari tinggalkan Golkar, dan Ketua PKPI Yan Mboeik, disinyalir lebih condong ke Benny K. Harman (BKH), Daniel Tagu Dedo atau Titu Eki. Poros Baru, bisa saja mengusung paket sendiri jika mereka mau. Pasalnya, jumlah kursi mereka memenuhi syarat. Jika mereka berani berdiri sendiri satu paket setelah merumuskan formasi calon yang tepat, maka mereka menjadi paket ketiga yang akan ikut pilgub 2018. Tapi apakah mungkin gerakan politik baru itu terjadi? Masalahnya kalau itu terjadi, maka PDIP bisa “tergantung.” PDIP bisa lolos ke Pilgub NTT hanya dengan menarik Demokrat ke dalam koalisi, andaikata BKH tidak direstaui partainya. Jika BKH tidak direstui DPP Demokrat, tentunya ada keputusan baru yang akan diambil. Apakah mereka memilih mendukung Esthon-Rotok dalam koalisi yang dipimpin Gerindra ataukah memilih jalur simpati baru ke PDIP untuk meraih simpatik rakyat NTT menuju Pilpres dan Pileg 2019. Jika mereka masuk ke kubuh Esthon-Kris maka PDIP benar-benar “mati kutu.”
Tentunya, mimpi buruk itu tidak akan terjadi pada PDIP sebagai sebuah partai besar di NTT. Frans Lebu Raya tidak akan mau kehilangan muka. Ia menjalankan politik operasi senyap yang sangat sulit terdeteksi oleh radar lawan. Gerakan politik pemain tunggal pilgub NTT, Frans Lebu Raya yang telah mendapuk tokoh kaliber Kristo Blasin sebagai senjata pamungkasnya menunjukan Frans sudah menyiapkan senjata untuk bertempur. Ia tidak main-main, kekuatan politiknya pun mulai digerakan satu per satu. Pelan, pelan, pelan tapi pasti. Ibarat menangkap kepiting, Frans membiarkan semua kepiting keluar dari lubang persembunyian dan memakan umpan-umpan yang disajikan lalu kemudian mati dalam perangkapnya. Bermodal 10 kursinya, Frans dipastikan akan menarik kawan-kawan lamanya untuk kembali berselancar di gedung Sasando dan Kelimutu NTT guna melanjutkan program-program kerjanya yang selama ini belum tuntas.
Pertanyaan terakhir, siapa yang akan jadi calon wakil Kristo Blasin jika akhirnya Frans tetap pertahankan Kristo sebagai calon gubernur? Ada dua nama yang kini ada di tangan Frans, bisa si A atau bisa juga si B. Sebagai “sang master kung fu politik NTT, Frans sudah menghitung matang setiap gerakan politiknya dan setiap gerakan yang dilakukan lawannya. Bisa diduga paket calon gubernur ketiga yang akan mendeklarasikan diri adalah paketnya PDIP dengan mengusung Kristo Blasin dalam koalisi Hanura, PKPI, PKB dan Partai Demokrat ketika BKH gagal menarik PKPI dan PKB untuk membangun paket koalisi ke empat. Mungkinkah? Mari kita nantikan ! Yang pasti Frans Putra arus Gonzalu dari bumi Adonara ini sedang memainkan kartunya. Jika ia salah melemparkan kartunya, sudah pasti menjadi bumerang bagi dirinya. Jika ia meloloskan yang lain lagi, maka citranya pun pudar. ( kornelius moa nita/sft)