ENDE, SUARAFLORES.NET,-Pejuang politik yang muda dan energik ini selalu tampil lembut dan santai dengan gaya humanis. Kepribadiannya sederhana dan mudah bagi siapapun untuk mendekatinya. Ruang bergeraknya cukup bebas, bukan hanya di kalangan elit politik, tetapi menembus akar rumput di desa dan kampung-kampung kecil. Karena sangat dekat dengan orang kampung, maka acapkali ia disebut politisi anak kampung. Dialah politisi bersanto kudus Fransiskus Xaverius Honing Sanny yang gaul disapa Honing.
Pria kelahiran Ende, Flores ini masuk kategori politisi pantang menyerah dan tak mudah putus asah. Bernafaskan politik religius “Banyak Jalan Menuju ke Roma,” Honing terus menempuh berbagai gang, lorong, jalan dan jembatan untuk menuju tujuan suci di jalan perjuangan politik kerakyatan. Setelah meraih satu periode duduk di kursi PDIP dan lanjut ke periode kedua dan roboh dalam kisruh internal, Honing pun didorong jatuh tersungkur di atas ring politik. Namun, pria berbadan tegap dan bergaya santun ini menarik nafas panjang lalu mengurut dada dalam diam.
Setelah jatuh terjungkal dari kursi DPR-RI nya 2014 silam,Honing pun bangkit bergerak menempuh jalan politik baru di Partai Golongan Karya. Pasca Pilkada Gubernur NTT yang dimenangkan Paket Vikory-Joss, dimana Honing menjadi Sekretaris Tim Pemenangan, ia pun masuk ke ring bersudut kuning Partai Golkar melalui sang Guru Politik Mekchias Mekeng Bapa sang politisi pembawa banyak berkat dan karya nyata di Flores. Oleh DPP Partai Golkar melalui tanda tangan Ketua Umum Golkar, Airlangga, ia ditetapkan menjadi Calon DPR-RI Nomor Urut 2 (dua) mewakili rakyat Flores, Lembata dan Alor atau Dapil NTT I. Dengan demikian, maka nama Honing, si politisi muda berenergi dan bernyali besar kini tampil kembali dalam pertarungan di ring Pileg 2019.
Gerakan politik Honing tentunya diluar dugaan para seteru politiknya yang ingin menguburkan dan menamatkan riwayat politiknya. Tak disangka tak diduga, Honing menempuh jurus baru disudut kuning, ia bergerak ke seluruh penjuru Flores, Lembata dan Alor. Ia kembali menemukan nafas dan rohnya, dan ia kembali berselencar lincah dengan gerakan yang ia sebut” Merangkul Yang Lama, Menggandeng Yang Baru.” Mengambil moto Uskup Maumere Mgr. RD. Edwaldus Martinus Sedu ‘Duc In Altum” (Tebarkanlah ke tempat yang dalam), Honing bergerak jauh ke dalam kampung-kampung sunyi nan sepi, yang miskin dan belum terjamah pembangunan. Dia merangkul sahabat-sahabat, merangkul kawan-kawan lama dan menggandeng kawan-kawan baru mengajak bersatu berjuang menuju kesejahteraan melalui otak, mulut dan kaki tangannya di atas pentas politik nasional Senayan -Jakarta.
“Setiap hari saya jalan. Saya temui kembali kawan-kawan yang dulu sama-sama berjuang. Saya beri semangat, saya beri motivasi agar kembali kita bangkit berjuang lagi. Saya juga ke kampung-kampung berjalan kaki. saya tidur di desa-desa merasakan kehidupan siang dan malam bersama petani. Saya gandeng semua mereka yang baru dan mengajak berjalan menuju jalan kesejahteraan. Saya tidak berjanji dan memberikan mereka hadiah segepok uang atau mas berlian, tetapi saya pastikan saya akan berbuat untuk mereka jika perjuangan berhasil,” ungkap Honning dalam percakapan dengan Suaraflores.Net di Ende, belum lama ini.
Dalam pertemuan dengan Suaraflores.Net, beberapa kali di Jakarta dan Kupang, Honing mengatakan bahwa’ jika ingin menjadi politisi maka jangan pernah takut kalah atau takut dibunuh. Jika takut kalah atau takut dibunuh sebaiknya jangan menjadi politisi. Jika jatuh janganlah terus lemas dan tertidur pulas, tetapi harus segera bangkit berdiri dan bertarung kembali untuk merebut kemenangan.’
“Politik mengajari kita banyak hal soal kehidupan. Politik bukan hanya mengajari kita untuk semata-mata saling membunuh untuk mempertahankan kursi, tetapi bagaimana kita juga mengedepankan etika dan budaya demokrasi yang saling menghargai, kerja sama, dan kerja cerdas untuk saling menghidupi. Jangan pernah takut jatuh, kalau jatuh harus segera bangun, bangkit dan terus berjalan terus berjuang lagi hingga meraih kemenangan,” ungkap tulus mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini. (bungkornell/suaraflores.com)