JAKARTA, SUARAFLORES.NET,–Para mantan aktivis 98 pendukung Presiden Ir. Joko Widodo yang tergabung dalam Ormas Merdeka 100 % (DERAP), menggelar Ngobrol Merdeka 100 % di Benhil, Jakarta Pusat, Jumad (13/4/2018) lalu. Ngobrol Merdeka 100 % bersama belasan media di Cafe GoodKoop ini bertema “Mendesain Pangan Merdeka 100%.” Mereka memberikan kritikan dan solusi untuk mendesain Indonesia berdaulat di bidang pangan.
Disaksikan media ini, Ketua Umum Derap, Aznil Tan, Tim Kajian dan Data, Irwan Nulhakim, Juru Bicara Derap, Amos Hutauruk dan puluhan pengurus pusat hadir dalam acara yang didahului denganminum kopi enak sajian Kafe GoodKoop. Koodinator Tim Kajian dan Data, Irwan Nulhakim, menjelaskan bahwa saat ini bangsa Indonesia belum menjadi bangsa yang berdaulat di bidang pangan karena sebagian besar pangan masih di impor dari luar negeri. B
Bangsa Indonesia, kata dia, belum menjadi bangsa yang berdaulat di bidang pangan. Hal tersebut bertentangan dengan Nawacita Jokowi yang menegaskan kedaulatan pangan dan stop impor.
Diungkapkan Irwan, ada lima hal penting dalam Nawacita Jokowi untuk mewujudkan kedaulatan pangan, di antaranya pertama, membangun kedaulatan pangan berdasarkan agrobisnis kerakyatan dan regenerasi petani. Kedua stop impor pangan khsususnya beras dan daging sapi, dan ketiga, stop impor pangan, khususnya kedele, cabe dan bawang merah. “Nawacita ini sangat bagus dan tidak ada masalah. Jokowi clear, tapi kaki tangannya yang bermasalah,” kata lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Berbicara soal pangan, kata dia, sangat luas sekali. Namun Derap membatasi pada kebutuhan sembilan bahan pokok (Sembako) yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Dia mengaku geram, sudah kurang lebih 52 tahun bangsa Indonesia belum mampu mewujudkan kedaulan pangan. Pasalnya, sejak jaman orde baru 32 tahun ditambah orde reformasi 20 tahun namun belum berhasil.
“Saat ini, dari sebagian besar sembako, seperti beras, gula, garam, gandum, bawang dan lain-lain masih impor. Bahkan ada yang masih impor 100 persen seperti gandum. Tiga tahun lagi kita akan menjadi importir terbesar gandum di dunia. Selanjutnya, kita juga impor susu 80 persen. Ini berdasarkan data ril Deptan RI dan BPS,” kata aktivis yang pernah menjadi petani dan peternak ini.
Sekali lagi, sebagai loyalis Jokowi yang terus mendukung Presiden Jokowi pada Pilpres 2019, Iwan menekankan, Derap mengakui program Nawacita soal kedaulatan pangan sangat bagus. Masalahnya pada tahap eksekusi yang lemah. Berdasarkan data ini, Derap mengetahui apa problemnya, sehingga ke depan dapat mendesain konsep program pangan merdeka 100 persen.
“Dari hasil kajian, ternyata masih ada pejabat bermental impor dan ada orang yang tidak kapabel dalam bidangnya mengurusi pangan. Kalau ibarat mesin, ini menggunakan mesin birokrasi yang lama. Contohnya, program cetak sawah susah sekali. Makanya Menteri Pertanian, Pak Amran kerja sama dengan TNI. Saat ini yang jalan dan berhasil hanya yang dilakukan TNI. Artinya, ada yang salah karena orang-orang menjalankan program ini masih dengan mesin yang lama. Kita butuh orang yang jujur, bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme yang kita lawan pada 98 dahulu,” tegasnya.
Mengenai ketidakberhasilan atau ketidaktercapaian program pangan, Derap mencurigai adanya oknum-oknum yang bermain dalam air keruh. “Boleh tidak impor tanpa rekomendasi dari Deptan? Artinya, di sini ada yang bermain. Kalau konsep program luar biasa, tapi orang yang menjalankan bukan orang yang bagus, bersih dan jujur maka tidak berhasil,” ujarnya.
Menambahkan Irwan, Juru Bicara Derap, Amos Hutauruk yang memandu acara Ngobrol Merdeka 100 %, dalam kesempatan itu menegaskan bahwa sebagai pendukung Jokowi, ia mengakui keberhasilan Jokowi selama 4 tahun terakhir yang telah melakukan gebrakan besar di bidang infrastruktur. Dia meminta agar pada periode kedua nanti Jokowi harus fokus menggenjot bidang kedaulatan pangan menuju rakyat Indonesia merdeka seratus persen.
“Kita semua sepakat mengakui periode pertama Jokowi sebagai bapak pembangunan infrastruktur. Hal ini fakta karena gebrakan Jokowi sangat terasa geliatnya saat ini. Selanjutnya, pada periode kedua nanti, kita minta Jokowi harus fokus membangun kedaulatan pangan merdeka seratus persen. Vietnam saja bisa ekspor pangan ke Indonesia. Padahal Vietnam sebuah negara kecil jajahan Amerika yang di bawah tanahnya penuh dengan bom. Mengapa mereka bisa dan bangsa kita tidak bisa?” tegasnya heran.
Copot Menteri Bermental Calo
Sementara itu, Ketua Umum Derap, Aznil Tan dalam pernyataan sikapnya, menegaskan sebagai loyalis murni Jokowi, tapi tetap bersikap kritis. Apa yang disampaikan ini bukan hoax atau fitnah atau berita bohong tapi berdasarkan data yang dikaji oleh tim kajian Derap. Aznil menjelaskan dalam rilisnya yang diberikan kepada semua media, bahwa, ada mental Rent Seeking (calo) pejabat yang membahayakan Nawacita Jokowi.
Dikatakannya, dalam sejarah politik di Indonesia, akar korupsi lahir dari praktik pemburuan rente. Dimana hal tersebut telah berurat-akar sejak zaman pra kemerdekaan. Para elite secara sistematis menggunakan pengaruhnya untuk memengaruhi setiap pengambilan keputusan dan perencanaan anggaran.
“Ada berapa pola praktek rent seeking yaitu Rent Creation, dimana perusahaan mencari keuntungan yang dibuat oleh negara dengan menyogok. Rent Extraction, politisi dan birokrat mencari keuntungan dari perusahaan dengan mengancam perusahaan dengan peraturan-peraturan,” beber Azni.
Baca juga: DERAP Minta Jokowi Wujudkan Indonesia Merdeka 100 Persen Periode ke-2
Selain kedua pola di atas, kata Aznil, masih ada satu pola lagi, yaitu Rent Seizing, dimana terjadi ketika aktor-aktor negara atau birokrat berusaha untuk mendapatkan hak mengalokasikan rente yang dihasilkan dari institusi-institusi Negara untuk kepentingan individunya atau kelompoknya.
“Kasus rent seeking di Indonesia dapat kita telusuri pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada saat itu, terdapat persekutuan bisnis besar (yang menikmati fasilitas monopoli maupunlisensi impor) dengan birokrasi pemerintah. Dengan fasilitas tersebut, pemilik rente ekonomi memperoleh dua kentungan. Pertama, mendapatkan laba yang berlebih. Kedua, mencegah pesaing masuk dalam pasar,” jelasnya.
Menurut Aznil, hal yang sama saat sekarang ini ditengarai terjadi pada tataran aktor dan elite politik di parlemen maupun birokrasi pemerintahan. Walaupun telah mengalami pemutakhiran, ternyata perilakunya tetap sama. Kecurigaan adanya kepentingan bisnis di impor pangan semakin tidak terbantahkan.
Aznil mencontohkan, Presiden Joko Widodo misalnya, sebagai pemimpin negara, Jokowi mencantumkan kedaulatan pangan sebagai salah satu program prioritas dalam Nawacita. Jokowi menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis (seperti padi, jagung, kedelai, dan gula) namun pelaksanaannya dalam tiga setengah tahun masih jauh dari harapan.
Meski, lanjutnya, Jokowi sudah memiliki political will membangun kedaulatan pangan Indonesia masih terkendala penyakit-penyakit warisan masa lalu yang begitu besar membelenggu bangsa dan negara ini. Bobroknya mental birokrasi bermental sebagai calo kebijakan berkongkalikong dengan pengusaha melakukan praktek rent seeking adalah sebuah musuh besar dalam tubuh pemerintahan Jokowi.
“Jokowi butuh pembantu-pembantunya sosok eksekutor handal untuk mencapai target nawacita. Bukan pembantu-pembantu presiden me mark-up data kebutuhan impor pangan. Bukan pembantu bekerja tidak terukur dan membuat laporan cetak lahan baru tidak jelas. Bukan melaksanakan program bantuan bibit melanggar aturan dan komitnen melawan praktek KKN. Bukan memenuhi kebutuhan komoditas (seperti bawang putih, gula dan garam) melanggar komitmen atau roh ketahanan pangan,” tegas Aznil.
Menyikapi hal itu, lanjut Aznil, Derap sebagai loyalis Jokowi yang kritis mengawal cita-cita reformasi yang diperjuangkan aktivis 98 menyatakan sikap, pertama, copot Menteri atau oknum pejabat negara atau birokrat yang melakukan praktek untuk mendapatkan hak mengalokasikan rente yang dihasilkan dari institusi-institusi Negara untuk kepentingan individunya atau kelompoknya Kedua, bentuk sistem pendataan pangan nasional yang terpercaya dan akurat.
Selanjutnya, ketiga, mendesak Presiden Jokowi membersihkan orang-orang dilingkungannya atas praktek-praktek rent seeking, dan keempat, mendesak Presiden Jokowi untuk meminta laporan progres faktual ketahan pangan yang telah dilakukan oleh pembantunya dengan data yang jujur dan bisa ditelusuri publik dari hilir sampai ke hulu. (Derap/bkr/sft).