SUARAFLORES.NET – Ulang Tahun sesungguhnya hari bahagia yang dirayakan dengan penuh sukacita. Momen bahagia tersebut sekaligus menjadi media refleksi untuk bangkit, berjuang mempertahankan kondisi hidup ataupun memperbaiki hidup menjadi lebih baik. Berbagai cara dilakukan agar semua kebutuhan terpenuhi, baik bidang ekonomi, pendidikan maupun kesehatan.
Tanggal 20 Desember 2018 merupakan hari bersejarah bagi rakyat NTT. Propinsi yang terbagi dalam berbagai pulai ini merayakan Ulang Tahun yang ke 60. Usia 60 tahun bagi manusia memasuki usia yang tidak produktif. Berbeda dengan sebuah daerah. Semakin tua usianya, justru harus semakin kuat, maju, rakyatnya jauh dari belenggu kemiskinan, kebodohan atau hidup dalam pemerataan serta kesetaraan.
Pada momen bersejarah ini, sebagai lembaga yang memiliki keprihatinan dan kepedulian pada persoalan Human Trafficking yang terjadi di Indonesia dan Timor Leste, Zero Human Trafficking Network (ZTN) merasa terpanggil untuk memberikan “kado istimewa” untuk pemerintah. Kado ini sesungguhnya telah lama ada, bahkan dari pemimpin ke pemimpin, yakni peti-peti mati yang berisi jenazah rakyat miskin dari luar negeri untuk dimakamkan di kampung halaman, NTT. Sesuai data ZTN, pada tahun 2018, sebanyak 101 warga TKI NTT meninggal di luar negeri dan kembali ke rumah dengan peti mati.
Harapan semua pihak agar pengambil kebijakan secara serius menyikapi fakta kematian rakyat NTT di luar negeri. Momen Natal 25 Desember 2018 dan Tahun Baru 1 Januari 2019 harus menjadi jembatan refleksi untuk selamatkan rakyat miskin dan bodoh, sehingga tak ada lagi berita kematian TKI, berita kemiskinan dan kebodohan di NTT.
Semangat pemimpin melalui pidato-pidato tentang kemiskinan, kebodohan dan surga, penting adanya bukti nyata agar tak ada lagi tangisan kematian keluarga para TKI yang menghiasi halaman-halaman media di Indonesia dengan berbagai judul yang menggelitik otak dan hati pemerintah daerah.
Baca juga: Pemerintah NTT Bertekad Akhiri Peti Mati TKI Asal NTT
Baca juga: Jimisianto Tantang Jokowi Tembak Mati Para Calo TKI
Rillis PADMA Indonesia menyuguhkan data resmi BP2TKI NTT yang menyebut 99 orang yang meninggal. Menurut PADMA, jumlah tersebut bisa mencapai angka 100 jika menghitung para pekerja migran NTT yang meninggal di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, Sumatra, Papua dan Malaysia.
Menurut PADMA, angka kematian buruh migran asal NTT terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2015 ada 28 orang, 46 orang pada 2016, 62 orang di tahun 2017 dan 101 orang hingga tanggal 18 Desember 2018. Pemilik peti mati ke-98 adalah Vinsensius Darman, sebuah nama yang awalnya tidak dikenal dan tidak diakui, bahkan oleh anggota keluarganya sendiri, karena menggunakan nama dan identitas palsu.
Baca juga: Ekonomi dan Pendidikan Dua Faktor Serius Hadapi Masalah TKI
Baca juga: Banyak Umat Miskin di Belakang Gereja yang Megah
Beberapa hari sebelum kedatangan peti jenazah milik Vinsensius Darman di kampung asalnya Cumbi, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng menggelar aksi unjuk rasa sambil mengusung peti jenazah di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai, Sabtu (8/12/2018).
Aksi ini digelar untuk memperingati Hari Anti-korupsi se-Dunia (9/12/2018) sekaligus menuntut agar kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani Kejari Manggarai segera dituntaskan. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi pembangunan pasar rakyat Ruteng yang telah menelan anggaran Rp 6,9 miliar.
Fenomena dua peti mati yang muncul di ruang publik NTT di bulan Desember 2018 ini, yang satu real dan yang lainnya simbolik terhubung satu dengan yang lain dan menggambarkan dua wajah NTT saat ini: korupsi pada satu sisi dan perdagangan orang pada sisi yang lain. Lembaga Transparansi Internasional menyebutkan bahwa antara korupsi dan perbudakan modern seperti perdagangan orang merupakan sebuah matarantai yang tak terpisahkan.
“Perbudakan modern seperti perdagangan orang yang korbannya diperkirakan antara 2,4 sampai dengan 12 juta di seluruh dunia. Korupsi menjadi biang kerok utama yang membuat orang bermigrasi baik di dalam maupun ke luar negeri. Korupsi adalah faktor konstan bagi human trafficking dan penderitaan yang menjadi akibatnya.” Ujar Gabriel Goa selaku Direktur PADMA Indonesia dalam rillis yang diterima SuaraFlores.Net, (18/12/2018
Saat ini, tambah Gabriel, mata rantai korupsi, kemiskinan dan perdagangan orang belum terputus di bumi NTT yang merayakan HUT-nya ke-60 pada 20 Desember 2018. Sebuah tantangan dan panggilan untuk bertindak bagi pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yang baru, Vicktor B. Laiskodat dan Yosef Nai Soe, institusi-insitusi keagamaan, tokoh-tokoh agama, lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah, Aparat Penegak Hukum, insane pers, masyarakat sipil dan seluruh warga masyarakat NTT untuk menjadikan Provinsi NTT zero human trafficking dan zero korupsi! (yannes/sfn02).