JAKARTA, SUARAFLORES.NET,-KOORDINATOR Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus SH, meminta Kapolres Ende tidak boleh menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi gratifikasi” Anggota DPRD Kabupaten Ende untuk kedua kalinya. Pasalnya menurut dia, sifat penyelidikan atau penyidikan pasca Putusan Praperadilan Hakim tunggal Yuniar Yudha Himawan, SH, Pengadilan Negeri Ende, adalah menjalankan putusan praperadilann yang mengikat secara hukum. Apalagi putusan praperadilan itu telah mengoreksi secara total buruknya kinerja Penyidik dan Kapolres Ende dalam mengungkap kasus-kasus korupsi.
Untuk itu, melalui rilis yang diterima Suaraflores.Net, Kamis (14/8/2019), ia meminta KPK perlu megambialih penyidikan kasus dugaan korupsi Gratifikasi Anggota DPRD Ende sembari memproses Kapolres Ende dan Tim Penyidik kasus Gratifiksi Anggota DPRD Ende sebagai telah melakukan “Tindak Pidana” mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan Pengadilan terhadap Tersangka atau Terdakwa atsupun para Saksi dalam perkara korupsi.
“Tindakan hukum terhadap Kapolres Ende dan Tim Penyidiknya, karena tindakan menghentikan Penyidikan Kasus Korupsi Gratifikasi Anggota DPRD Ende, dianggap sebagai telah melakukan pembangkangan terhadap perintah Pengadilan Negeri Ende. Kapolres harus tahu bahwa Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Ende bersifat perintah untuk membuka kembali penyelidikan atau penyidikan yang dihentikan tanpa alasan yang sah bersifat mengikat, karenanya wajib dijalankan sesuai dengan perintah Hakim Praperadilan,” kata Selestinus.
Menurut Selestinus, desakan agar KPK mengambilalih Penyidik dugaan korupsi Gratifikasi, Anggota DPRD Ende atas dana PDAM Kabupaten Ende, dapat dibuktikan dengan perilaku Penyidik dan KAPOLRES ENDE yang membiarkan posisi penyelidikan kasus ini berjalan hampir 3 (tiga) tahun, tanpa ada perkembangan apapun, bahkan dibuat mengambang, tanpa ada peningkatan tahap pemeriksaan ke tahap Penyidikan dan Penetapan Satatus Tersangka bahkan penyelidikannya dihentikan.
“Ini jelas merupakan upaya untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi besar yang sesungguhnya, karena baik berdasarkan bukti-bukti tertulis, keterangan saksi maupun petunjuk, maka tidak ada alasan sedikit pun bagi Penyidik Polres Ende untuk tidak meningkatkan pemeriksaan ke tahap Penyidikan dan memberi status Tersangka kepada 7 (tujuh) Anggota DPRD Kabupaten Ende, Direktur PDAM Kab. Ende Sdr. Soedarsono, B.Sc. S.KM. M. Kesling dan Ketua Yayasan Mandiri.,” kata Selestinus.
Dia menegaskan bahwa Direktur PDAM Kabupaten Ende tidak pernah dijadikan tersangka sebagai pemberi Gratifikasi, malah penyidik menyimpulkan secara keliru bahwa dengan dikembalikannya uang Gratifikasi dimaksud maka unsur pidana korupsinya menjadi hilang.
“Ini jelas membodohi masyarakat, karena sifat Tindak Pidana Korupsi dari Gratifikasi sudah terjadi karena telah lewat tempo 30 hari kerja si penerima Gratifikasi tidak melaporkan Uang yang diterimanya itu kepada KPK. Meskipun Uang Gratifikasi dimaksud tidak pernah dilaporkan ke KPK akan tetapi Penyidik Polres Ende berani menghentikan Penyidikannya dengan alasan Uang Gratifikasi sudah dikembalikan kepada PDAM, sehingga sifat Pidana Korupsinya hilang. Padahal sifat pidana korupsi dari gratifikasi hanya bisa hilang, manakala dalam tempo 30 hari sejak Gratifikasi diterima, pihak Penerima sudah melaporkan Gratifikasi itu kepada KPK,” ungkapnya.
Dengan demikIan. lanjut dia, terdapat dugaan kuat bahwa Penyidik Polres Ende berusaha keras melindungi Direktur PDAM Kabupaten Ende Sdr. Soedarsono, BSc. SKM. M. Kesling, sebagai orang yang memberikan Gratifikasi itu kepada Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kab. Ende, bersama 5 (lima) Angota DPRD Kabupaten Ende lainnya, sekalipun sudah ada putusan Praperadilan Nomor : 02/Pid.Pra/2018/PN.End. Pengadilan Negeri Ende tanggal 26 Maret 2018 yang “Memerintahkan Polres Ende membuka kembali Penyelidikan atau Penyidikan.
Padahal, kata dia, perkara korupsi Gratifikasi PDAM Kabupaten Ende, telah terungkap ke publik dengan bukti-bukti yang terang benderang, ada Kwitansi pengembalian uang, ada Tanda Terima Uang dari PDAM, ada Perjanjian Kerja Sama, ada Keterangan Saksi, sehingga dari aspek kekuatan pembuktian sudah melebihi syarat minimal dua alat bukti, oleh karenanya kasus Gratifikasi ini harus terus diproses untuk dilimpahkan ke tingkat penuntutan.
Sebelumnya diberitakan beberapa waktu lalu, Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERTAK), mendatangi Polres Ende dan mendesak pihak kepolisian segera menetapkan 7 (tujuh) orang tersangka dugaan Gratifikasi PDAM dengan DPRD Kabupaten Ende.
Menurut Gertak, empat tahun bukanlah waktu yang singkat dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana karupsi. Pihak kepolisian dinilai lamban dalam proses penanganan kasus ini menguak kecurigaan publik kota Ende bahwa, Institusi Kepolisian Resor Ende sudah benar – benar disandera oleh kepentingan segelintir elit.
Kasus dugaan tindakan Gratifikasi ini sesungguhnya telah mencapai titik ahkir dari proses hukum yang dilakukan Kepolisian Resor Ende. Karena setelah Polres Ende melakukan gelar perkara, untuk memberhentikan proses hukum karena tidak ditemukan adanya kerugian Negara telah dibantah Putusan Praperadilan Nomor: 02/Pid/Prap/2018/PN.End, yang dimohonkan oleh Gertak Florata pada bulan Maret 2018 atas pemohon yang diwakilkan oleh Ketua Gertak Kanisius Ratu Soge yang didampingi empat orang Kuasa Hukum yakni, Titus M. Tibo, SH, Maximus P. Rerha, SH, Mickhael O.C Prambasa, SH dan Nikolaus Bhuka, SH.
Gertak menilai, kasus tersebut tidak ada kepastian hukum yang jelas, dan seolah – olah kasus dugaan tindakan Gratifikasi yang sudah hampir empat tahun ini membeku dalam “Peti Es” Kepolisisn Resort Ende. Gertak juga menegaskan bahwa pada pertimbangannya Pengadilan Negeri Ende dalam perkara Praperadilan yang dipimpin oleh hakim Y. Yudha Himawan, SH Nomor: 02/Pid/Prap/2018/PN.End, terlansir dalam poin pertimbangan putusan Pengadilan Negeri Ende, melalui surat – surat bukti tersebut dapat ditemukan fakta hukum bahwa, telah diterima voucher yang diserahkan oleh PDAM Kabupaten Ende untuk dibayarkan kepada tujuh orang anggota DPRD Ende tersebut antara lain, Herry Wadhi, ST, Fian Moa Mesi, ST, Johanes Pella, SH, Orba K. Ima, SE, Sabri Indradewa, SE, Abdul Kadir Hasan, S.Sos dan Fransiskus Taso, S.Sos. (Bkr/DM/Sfn)