MAUMERE, SUARAFLORES.CO –Kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebesar Rp77 miliar yang menimpah mantan Kabid PLS Dinas PPO NTT, Ir. Marten Dira Tome kini belum juga tuntas. Pekan lalu, Dira Tome yang kini Bupati Sabu Raijua menggugat KPK melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT menuding KPK melakukan kriminalisasi terhadap Dira Tome.
Dalam rilis yang diterima Redaksi Suara Flores.co, Senin (18/4/16), Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI) NTT, Meridian Dado, SH, menegaskan bahwa hal terpenting dalam pemberantasan korupsi adalah adanya keharusan bagi penegak hukum mulai dari institusi Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Pengadilan Tipikor untuk menemukan bukti-bukti yang mengarah pada Niat Jahat (Mens Rea) dan Perbuatan Jahat (Actus Reus) dari pelaku tindak pidana korupsi.
Menurut Meridian, niat dan perbuatan jahat dalam tindak pidana korupsi adalah niat dan perbuatan jahat untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Tipikor maka niat dan perbuatan yang harus dibuktikan adalah yang melawan hukum, sementera dalam Pasal 3 Undang-undang Tipikor niat dan perbuatan yang harus dibuktikan adalah yang menyalahgunakan wewenang.
“Banyak pihak yang telah divonis pidana penjara maupun yang sedang menjalani proses hukum selaku Tersangka atau Terdakwa dalam perkara korupsi merasa bahwa mereka tidak memiliki Niat dan Perbuatan Jahat sehingga tidak seharusnya sangkaan, dakwaan dan penjatuhan vonis ditujukan kepada mereka,” tegas pengacara kondang asal Sikka ini.
Dikatakannya, karena sangat pentingnya membuktikan adanya niat dan perbuatan jahat secara sekaligus, maka Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT) wajib berperan serta guna meminta KPK-RI agar sungguh-sungguh profesional dalam mencari bukti-bukti niat dan perbuatan jahat dalam kasus dugaan korupsi Dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas PPO Provinsi NTT senilai Rp. 77.675.354.000,- Tujuannya, lanjut dia, agar tidak terjadi tindakan hukum oleh KPK-RI yang menjurus pada upaya kriminalisasi atau sekedar mencari-cari kesalahan orang tanpa bisa dipertanggungjawabkan landasan yuridisnya.
Dibeberkan Meridian, dalam kasus dugaan korupsi Dana PLS pada Dinas PPO Provinsi NTT KPK-RI pada tanggal 17 November 2014 telah menetapkan Mantan Kepala Bidang PLS Dinas PPO Provinsi NTT yaitu Marthen Dira Tome selaku Tersangka, namun Tersangka yang kini menjabat sebagai Bupati Sabu Raijua itu baru diperiksa sebagai Tersangka oleh KPK-RI pada tanggal 21 Agustus 2015.
Lanjut dia, selain itu terdapat segenap informasi valid bahwa penyidik-penyidik KPK-RI diduga telah melakukan pemeriksaan yang melanggar hukum acara pidana dengan modus pertanyaan-pertanyaan yang menjerat terhadap para saksi kasus itu guna memaksa mencari-cari bukti niat dan perbuatan jahat. Kalaupun sekiranya pihak KPK-RI berasumsi bahwa telah terdapat kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi Dana PLS tersebut maka bukti adanya kerugian negara tanpa disertai adanya niat dan perbuatan jahat tidaklah serta merta harus berujung pada ranah tindak pidana korupsi.
“Kami melihat dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Dana PLS ini penyidik KPK-RI memulai proses penyidikannya dengan berbekal asumsi-asumsi adanya kerugian negara. Padahal, semestinya yang harus didahulukan adalah membuktikan ada atau tidaknya niat dan perbuatan jahat guna memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, sebab jangan sampai hanya karena sedikit kekeliruan administratif dari suatu kebijakan lalu dipaksakan serta ngotot dicari-cari kesalahannya untuk sekedar memenuhi bukti adanya niat dan perbuatan jahat,” tegasnya. (M16/bkr)