JAKARTA, –Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (02) rupanya telah diduga sejak awal. Sidang sengketa hasil Pilpres 2019 itu, oleh pakar hukum dan politik dinilai tidak cukup kuat memenuhi unsur terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Menurut Dosen Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Bernard L. Tanya, SH, M.Hum, permohonan 02 ditolak karena beberapa sebab, di antaranya, yaitu pertama, proses permohonan salah alamat karena yang dipersoalkan adalah perselisihan pemilu.
“Mereka persoalkan adalah perselisihan pemilu (proses). Padahal, wewenang MK hanya menyangkut perselisihan hasil pemilu,” kata Bernar, Jumad (28/6/2019) menyikapi keputusan MK yang menolak gugatan tim hukum Prabowo.
Kedua, kata mantan calon hakim MK ini, antara dalil (fundamentum petendi) dan bukti sangat tidak sinkron. Dan yang ketiga, sebagian besar tuntutan yang diminta berada di luar kewenangan MK, maka secara hukum permohonan 02 ditolak.
Sementara itu, menurut politisi PDI-Perjuangan, Dr. Andreas Hugo Pareira,
permohonan 02 ditolak majelis hakim karena, pertama, prinsip dalam peradilan bahwa siapa yang mendalilkan, maka dia harus bisa membuktikan dengan fakta di persidangan.
Kedua, menurutnya, MK sesuai undang-undang Pemilu, melakukan peradilan PHPU, dan konsekuensinya harus bisa dibuktikan secara angka kuantitatif, namun hal itu tidak terjadi. Sehingga, orang awam pun sudah bisa menduga bahwa MK akan menolak secara telak semua gugatan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi.
“Tim hukum Prabowo-Sandi bukannya beracara dalam tataran fakta, tetapi dalam tataran opini. Tim Hukum 02 ini ibarat tim kampanye yang beracara dengan opini, bukan dengan fakta. Pantas saja semua gugatan telak ditolak,” kata Andre.
Untuk diketahui, majelis hakim MK menyatakan menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. melalui tim hukum yang dipimpin Dr. Bambang Widjojanto,SH, MSc.
Menurut MK, sebagaiman dilansir Kompas.com, Kamis (27/6), seluruh pemohon tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, maka pasangan Capres dan Cawapres, Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan memimpin Indonesia periode 2019-2024.
Putusan tersebut dibacakan Ketua MK, Anwar Usman yang memimpin sidang di Gedung MK, pukul 21.15 WIB. “Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Anwar Usman. (bkr/sfn)