JAKARTA, SUARAFLORES.NET, -Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) hingga saat ini belum mengumumkan atau menetapkan anggota KPUD NTT. Hal ini memicu berbagai pertanyaan publik. Belum diketahui pasti apa alasan di balik belum diputuskannya 5 nama dari 10 nama yang direkomendasikan Tim Seleksi KPUD NTT.
Menyikapi molornya penetapan anggota KPUD NTT tersebut, anggota Komisi III DPR-RI, Herman Hery meminta KPU RI harus bersikap terbuka terkait adanya issue rekruitmen anggota KPUD NTT yang ditengarai bermasalah. Menurut Herman Hery, dengan molornya keputusan penetapan KPUD NTT dipastikan mengganggu proses pemilu yang tengah berlangsung.
“Saya minta KPU RI bersikap terbuka terkait rekruitmen KPUD NTT. Dengan molornya keputusan KPU RI, akan makin membuat berbagai pihak dan masyarakat menjadi curiga, ada apa sebetulnya? Jika betul bermasalah, KPU RI jangan segan-segan bersikap. Demi perbaikan sistem dan kualitas kerja KPU, jangan digantung karena akan menuai persoalan baru pada pesta demokrasi yang bermartabat,” tegas Herman Hery kepada Suaraflores.net, Sabtu (12/1/2019) di Jakarta.
Dikatakan Herman Hery, pada saat pemilu nanti sudah pasti semua pihak yang berkepentingan mangawasi dan memelototi kerja KPUD NTT. Masayarakat saat ini sudah cerdas akan hal-hal yang ditengarai bermasalah. Tak mudah lagi bagi siapapun yang ingin mengecohkan perhatian masyarakat karena jaman ini informasi sudah terbuka.
“Ingat, jaman ini masyarakat sudah cukup cerdas akan hal-hal yang ditengarai bermasalah, sudah tidak mudah bagi siapapun yang ingin mengecoh masyarakat. Jaman sudah terbuka, masyarakat kian kritis dan cerdas mengawasi dan menilai karena KPU adalah penyelenggara dari pesta demokrasi di republik ini,” kata anggota Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Sebelumnya, Germanus Atawuwur, salah satu peserta yang mengajukan protes ke KPU RI terkait proses seleksi KPUD NTT yang diduga tidak transparan dan melanggar peraturan KPU RI Nomor: 25 Tahun 2018, dalam tulisannya yang dilansir media ini, mempertanyakan pengambilalihan KPUD NTT beberapa waktu lalu.
Dalam tulisannya, dia mengatakan, KPU RI telah mengeluarkan surat pada tanggal 26 Desember 2018 tentang pengambilalihan tugas, wewenang dan kewajiban KPU NTT karena purna tugas masa bhakti komisioner KPU NTT berakhir tanggal 27 Desember 2018.
Baca juga: Direktur Desk Islam Asia dan Pasifik di Vatikan Puji Program Sertifikasi Tanah Jokowi
Baca juga: Diduga Rongga, Jalan Negara Ahmad Yani Kini Berlubang Lagi
Baca juga: Bertubuh Raksasa 2,3 Meter, 3 Atlet Voli Wanita Ini Tertinggi di Dunia
Pengambilalihan tugas dan wewenang ini, lanjut dia, secara kasat mata benar adanya karena pengambilalihan tugas dan wewenang itu diatur dalam UU No: 7 tahun 2017. Namun, bila dicermati lebih jauh pengambialihan tugas dan wewenang justru bertabrakan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam Pasal 3 UU NO.7 Thn 2017, khususnya prinsip efektif dan efisien.
“Bagaimana mungkin pada tingkat kesibukan yang amat tinggi dalam mengurus pemilu ini, komisioner KPU RI dapat melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban komisioner KPU NTT dengan baik? Belum lagi, jarak yang amat jauh ditempuh membutuhkan biaya yang besar untuk hal itu. Maka sudah sangat jelas bahwa pengambilalihan ini di satu pihak benar karena diatur dalam UU No. 7 thn 2017, tetapi di pihak yang lain berpotensi besar menyalahi prinsip efisien dan efektif,” katanya.
Sementara itu, Marianus Minggo, peserta lainnya yang dinyatakan tidak lulus, mempersoalkan proses rekruitmen yang dilakukan tim seleksi KPUD NTT yang dipimpin Djidon de Haan. Menurut dia, polemik perekrutan komisioner KPUD NTT telah menjadi perhatian khusus KPU RI yang terbukti dengan sampai kini belum adanya Komisioner baru yang menggantikan komisioner lama. Dalam kekosongan inilah KPU RI mengambil alih peran tugas, kewajiban dan wewenang KPU Provinsi NTT.
Dengan adanya tindakan yang dilakukan KPU tersebut, maka muncullah pertanyaan publik yang menggelitik, mengapa KPU mengambil alih tugas KPU NTT dan mengapa tidak segera menetapkan komisoner baru sebab proses seleksi telah dilakukan? Pertanyaan demikian adalah pertanyaan penuh harapan agar kondisi seperti ini tak perlu terjadi.
“Semestinya proses ini berjalan normal tidak ada kendala yang menghambat. Namun ketika berhadapan dengan hal ini kita mau berkata apalagi dari keadaan tersebut, mau tidak mau kondisi yang telah terjadi harus diterima, sebab sebagaimana rentetan proses tahapan seleksi KPU NTT itu tidak berjalan mulus,” kata Marianus dalam tulisannya yang dilansir media ini pekan lalu.
Menurut dia, proses seleksi mendapat tantangan keras akibat orang-orang yang dipercaya KPU menjadi tim seleksi bekerja tidak profesional, penuh intrik dan kepentinga. Jadi kesimpulannya, akar penyebab KPU RI mengambil alih tugas KPU NTT berasal dari tim seleksinya.
“Tim seleksi yang telah dipercayai sepenuhnya bekerja total tanpa kepentingan, dibekali dengan peraturan dan petunjuk teknis yang memadai, diambil sumpah janji bekerja sesuai kode etik yang berlaku malah mengekangi rambu-rambu regulasi ini. Itulah sebab adanya kevakuman komsioner KPU NTT saat ini,” katanya.
Minggo juga mengatakan bahwa saat ini, beberapa peserta yang dinyatakan gugur sudah menyiapkan materi gugatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketika KPU RI mengeluarkan surat keputusan penetapan anggota KPUD NTT, maka mereka pun langsung mendaftarkan gugatan ke DKPP di Jakarta.
Sementara itu, Ketua Tim Seleksi KPUD NTT, Djidon de Haan, saat dikonfirmasi media ini beberapa waktu lalu terkait penetapan anggota KPUD NTT, mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan tugas dengan menyerahkan hasil test ke KPU RI.
“Soal penetapan bukan kewenangan timsel. Timsel sudah selesai melakasanakan tugas dengan menyerahkan hasil test ke KPU RI. Selanjutnya, KPU RI akan melaksanakan fit and proper test untuk menetapkan 5 dari 10 nama yang dikirim. Dan kemudian, KPUD NTT mengadakan fit and proper test bagi KPU kabupaten/ kota. Akhir masa jabatan KPU NTT pada 27 Desember 2018,” terang Djidon. (bkr/sfn)