KUPANG, SUARAFLORES.NET– Nama tokoh politik PDIP Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Kristo Blasin, sudah dikenal luas seantero bumi Flobarata. Kepopuleran Kristo menembus batas ruang, sekat suku dan agama, bukan di kalangan umat Katolik saja, tapi di kalangan umat Protestan, Muslim, Budha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.
Meski kalah, dalam pilkada Kota Kupang dan Pileg silam (yang bukan kemaun pribadi). Nama Kristo masih tetap harum di hati rakyat, hal ini bukan karena Kristo mempunyai banyak uang, mempunyai jabatan stretegis yang mendatangkan banyak proyek atau memiliki pengaruh besar di kalangan pejabat NTT, tetapi karena pembawaannya yang apa adanya, sederhana, jujur dan bersih, murah senyum, merangkul semua orang dan mudah bergaul dengan siapa saja.
Ditemui media ini, di kediamannya, Kelurahan Penfui, Kota Kupang pekan lalu, Kristo tampak segar dan langsung melemparkan senyum ceria.” Apa kabar ade,” katanya sembari melemparkan senyum khasnya. Tampilan pria hitam manis kelahiran Lere, Kecamatan Mapitara, Sikka ini masih seperti 20 tahun lalu selama menjabat sebagai anggota DPRD NTT, Wakil Ketua DPRD NTT, Ketua Banggar DPRD NTT, Ketua FOMI NTT, Ketua Forum Parlemen NTT, dan Ketua Tim Pemenangan Pilgub NTT (Frans Lebu Raya-red) tiga periode.
Diskusi pun berlanjut mengalir seiring naiknya anak tangga sang fajar timur. Wacana Pilwalkot dan Pilgub NTT 2018 yang turut menyeret namanyanya menjadi dua sarapan politik nikmat. Disentil mengenai dua topik ini, Kristo hanya terseyum dan sesekali menarik nafas panjang dan menghembus perlahan.
“Ade, saya tidak pikir lagi soal politik, apalagi mau maju di kota dan menjadi calon gubernur. Di era ini semuanya diukur dengan uang, apalagi ini di dunia politik uang sudah menjadi nomor satu dalam pentas politik. Saya tidak punya apa-apa. Modal personal, kompetensi, kesederhanaan, kejujuran dan politisi bersih saja tidak cukup ade. Kita butuh loit (uang dalam bahasa timor). Apa rakyat mau pilih kita hanya dengan modal sederhana, jujur, dan politisi bersih?” tanya Kristo tersenyum.
Lebih lanjut, politisi PDIP NTT jebolan seminari Hokeng dan Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, Maumere, Flores ini, merasa aneh dan lucu karena banyak orang, banyak tokoh dari NTT dan luar NTT menelepon dan mendorongnya untuk maju dalam pentas politik bergengsi di NTT. “Saya ini hanya rasa lucu dan heran saja. Saya tidak tau apakah Tuhan atau setan yang menggerakan orang mendorong saya. Banyak orang datang ke rumah dan ada yang menelepon saya minta mencalonkan diri jadi gubernur NTT,” ujarnya sembari tersenyum.
“Bukan itu, saja, ada tokoh-tokoh partai lain yang datang ke rumah melamar saya baik di posisi wakil walikota, wakil gubernur dan di posisi calon gubernur, saya bilang saya sudah tidak bisa apa-apa,” pungkas Kristo yang sering dijuliki politisi tangan dingin bergaya biara ini.
Kristo yang pernah melanglangbuana ke Negara Kanada ini, mengilustrasikan dirinya ibarat dalam sebuah pertandingan sepakbola sudah tergusur, terlempar dan tersudut di tepi lapangan bola. Sangat tidak mungkin lagi bertarung apalagi bermimpi meraih kemenangan. “Sebuah mobil mogok yang macet di jalan karena mesinnya rusak atau kehabisan minyak sudah mogok pasti tidak bisa didorong lari kencang. Mana mungkin mobil yang sudah mogok didorong lari kencang menyisihkan lawan,” tanyanya.
“Banyak orang bilang saya ini politisi bodoh dan tidak punya nyali karena tidak mengumpulkan kekayaan waktu aktif di DPRD NTT 15 tahun. Saya tidak bisa begitu, hati nurani saya tidak bisa menipu rakyat. Saya mau kerja lurus karena saya tau rakyat NTT ini miskin. Bagi saya menjadi DPRD bukan lahan menggarap harta dan kekayaan, tapi berjuang total untuk kepentinggan rakyat ?” kata Kristo yang mengenakan bajo kaos oblong.
Dikisahkannya, suatu waktu ketika dia masih menjabat sebagai ketua Banggar dalam tugas ke Jakarta (asistensi anggaran), dia bertemu salah satu oknum pejabat dari provinsi lain sesama ketua banggar. Dalam diskusi lepas, oknum tersebut menceritakan dan mengajarkan bagaimana cara bermain anggaran supaya bisa dapat uang banyak masuk ke saku pribadi.“Dia tanya apakah saya ketua banggar, saya bilang ya. Lalu dia bilang wah pasti pak sudah kaya dan banyak uang, saya bilang bagaimana caranya saya tidak tau mencuri. Wah yang benar saja pak, saya bilang benar pak saya sudah mau akhir masa jabatan tidak tau bermain anggaran, saya hanya kerja lurus sesuai aturan main,” ungkap Kristo mengenang.
Untuk diketahui, selama 15 tahun menjadi anggota DPRD NTT, Ketua Banggar hingga menjadi ketua tim sukses PDIP tiga perioden hingga saat ini, Kristo hanya memiliki sebuah rumah dan sebuah mobil kijang biru yang sudah usang dan tampak agak reot di mata politisi NTT. “Begini saja saya sudah bersyukur. Tuhan sudah memberikan saya kesempatan hidup untuk berbuat baik bagi banyak orang. Saya tidak punya mimpi yang muluk-muluk,” tandasnya.
Di sisi lain, kata Blasin, apabila dalam proses politik dirinya diputuskan partai menjadi calon gubernur, maka dirinya akan mengerahkan segala kekuatan yang dimiliki untuk membangun NTT lebih baik di masa yang akan datang. Dia bertekat menjadikan NTT tampil beda dan menjadi pusat perhatian dunia. “Jika ada yang mendorong saya menjadi gubernur dengan tujuan khusus merampok dan mengumpulkan kekayaan itu pasti saya tidak bisa. Saya tidak punya bakat khusus dari Tuhan untuk menipu, mencuri dan mengumpulkan harta kekayaan. Kalau saya mau kaya raya itu sangat bisa sejak saya menjadi Ketua Banggar DPRD NTT silam. Saya siap membangun NTT lebih baik lagi melanjutkan apa yang baik,” tegas Blasin.
Membangun NTT, terang Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit se- NTT ini, tidak terlalu susah kalau mengandalkan semangat gotong royong yang melibatkan semua lapisan masayarakat dari kampung-kampung, kecamatan, kabupatan/ kota hingga provinsi. Jika seluruh kepala daerah bersama gubernur bergerak bersama-sama dan sejenak melepaskan embel-embel politik bersinergi maka pembangunan NTT akan bergerak cepat.
“Peran seorang gubernur di era ini sudah bergeser jauh. Kalau dulu seorang gubernur sangat didengar dan disegani oleh semua bupati, tapi sekarang tidak. Menjadi seorang gubernur di era otonomi daerah ini kita tidak punya wilayah kekuasaan yang mutlak, yang punya wilayah itu adalah para bupati dan walikota. Oleh karena itu, kita harus mampu membangun sinergitas dengan seluruh bupati dan walikota agar program-program yang nanti akan dilaksanakan bisa bergerak bersama-sama. Ini butuh jiwa besar dan kerendahan hati untuk berkomunikasi dan merangkul dalam semangat kekeluargaan sebagai orang NTT,” ujar Blasin.
Terkait dukungan dari rakyat NTT yang akhir-akhir ini terus ditujukan kepadanya, Blasin dengan diplomatis mengatakan bahwa bukan dirinya yang akan menentukan menjadi gubernur NTT, tapi partai dan seluruh rakyat NTT. (bkr/sf)