KUPANG, SUARAFLORES.NET,- Kinerja Tim Seleksi (Timsel) KPU NTT terus mendapat sorotan publik karena meluluskan mantan calon legislatif (caleg) 2014 Partai Demokrat menjadi calon anggota KPU 2018 di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). KPU RI pun didesak untuk memberhentikan proses dan membentuk tim baru untuk melakukan seleksi ulang.
“Kami mendesak KPU RI memberhentikan semua tim seleksi, secara khusus di Kabupaten TTS karena meluluskan mantan caleg 2014 menjadi calon anggota KPUD TTS. Kami minta proses seleksi dilakukan ulang,” pinta Ketua DPD Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) NTT, Iyan Lily, dalam keterangan tertulisnya kepada Suaraflores.Net, Sabtu(8/12/2018).
Lily menilai kinerja tim seleksi KPU NTT sangat tidak profesional dalam proses seleksi. Pasalnya, pihaknya menemukan bukti-bukti adanya kejanggaan dalam proses seleksi, di mana orang atau oknum yang sebenarnya menyalahi aturan undang-undang tetapi diluluskan timsel.
“Hingga hari ini, kami menemukan bukti bukti kejanggalan dalam proses seleksi. Misalnya kasus yang terjadi di Kabupaten TTS, dimana ada mantan caleg 2014 dari Partai Demokrat yang ikut seleksi calon KPU dan lulus 10 besar tahap test psikologi. Padahal, menurut UU KPU Bab II pasal 5,(i) telah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik paling singkat 5 (lima) tahun pada saat mendaftar sebagai calon,” bebernya.
Dijelaskannya, oknum calon anggota KPU Kabupaten TTS Dorcewati A.A Lakusa adalah mantan calon anggota DPRD TTS 2014, namun sekarang dia mencalonkan diri menjadi calon anggota KPU dan sudah lulus test administrasi. Padahal minimal calon KPU harus 5 tahun sudah mengundurkan diri. Hal membuktikan bahwa proses seleksi calon anggota KPU sangat tidak profesional.
Baca juga: Lawan Aturan, KPU RI Didesak Berhentikan Timsel KPU Provinsi NTT
Baca juga: Herman Hery: Jika ada mafia seleksi KPU NTT dibongkar saja !
Baca juga: Dituding Ada Mafia, Djidon De Haan: Tudingan Sadis dan Tendensius
Dia berharap agar proses demokrasi dalam pemilu 2019 dapat berjalan dengan baik dan transpran tanpa ada syarat kepentingan apapun. Demokrasi yang jujur dan adil harus diatas segalanya. Oleh karena itu, POSPERA NTT mendesak KPU RI segera melakukan pemberhentian seleksi calon anggota KPU di NTT.
“Segera ganti timselnya karena kita sebagai masyarakat menginginkan KPU NTT menjaga marwah demokrasi yang adil dan jujur seperti yang sudah di amanatkan oleh rakyat. Ini baru salah satu yang terkuak di permukaan, mungkin saja ke depan ada temuan- temuan lain dari masyarakat yang bisa berdampak buruk bagi proses demokrasi ke depan,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, desakan pemberhantian timsel KPU juga disampaikan oleh Germanus Atawuwur. Ia melakukan protes karena dia menuding KPU NTT tidak profesional dan tertutup dalam proses seleksi calon anggota KPU NTT dan kabupaten/ kota. Untuk itu, dia mendesak pihak KPU RI harus memberhentikan timsel KPU provinsi dan kabupaten/ kota dan memproses ulang seleksi calon anggota KPU.
“Semestinya, di setiap tahapan, mulai dari seleksi administrasi, CAT, Psykotest harus diumumkan terbuka melalui media massa agar diketahui publik sebagaimana diperintahkan Pasal 15 Ayat 1 PKPU Nomor: 25 Tahun 2018,” beber Germanus, Senin (3/12/2018) melalui ponselnya.
Sebelumnya, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, SH, kepada Suaraflores.Net, Sabtu (1/12/2018) di Jakarta, mengungkapkan, semua organ penting Penyelenggara Pemilu 2019 (KPU, BAWASLU dan DKPP) harus mencermati dan merespons dugaan masyarakat akan adanya permainan mafia dalam proses seleksi Komisioner KPU Provinsi NTT.
Terhadap tudingan Petrus, Ketua Tim Seleksi KPU NTT, Djidon de Haan, membantah keras. Menurutnya, tudingan mafia itu sangat sadis dan tendensius.
“Bagaimana tuduhan ada mafia, siapa yang bongkar?” Tanya Djidon, menanggapi aksi protes beberapa peserta yang menilai tim seleksi tidak jujur dan transparan dalam proses seleksi Komisioner KPU NTT, belum lama ini. Djidon menegaskan bahwa tudingan itu sadis dan tendensius karena semua ada buktinya. (bkr/sft)