LARANTUKA, SUARAFLORES.NET—Pasca calon gubernur NTT, Marianus Sae (MS) jagoan PDIP ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Minggu (11/02/2018) masyarakat NTT (pendukung,red) menaruh iba pada figur andalan mereka. Berbagai gerakan dilakukan seperti aksi menyalakan 1002 lilin di berbagai kota dan kabupaten di NTT. Gerakan ini seakan menaruh simpati seluruh masyarakat, baik pendukung maupun kelompok lawan lainnya.
Ketika Marianus yang ditangkap KPK dengan dugaan suap dan gratifikasi sejumlah proyek di Ngada, konstelasi politik Pilgub berubah drastis. Suhu politik mendadak redup dan dingin. Paling menonjol adalah di kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) NTT. Hampir tak terdengar lagi suara lantang para politisinya, terutama dua jagoan di DPP PDIP asal NTT yakni Herman Heri (HH) dan Andreas Hugo Pareira (AHP) yang disebut sedang berjuang keras untuk memenangkan Marianus – Emi menjadi gubernur dan wakil gubernur NTT.
Belum lagi terdengar suara pembelaan terhadap MS yang dilontarkan HH dan AHP sampai dengan saat ini. Sebuah fakta politik yang sangat tidak elok. Ketika belum kena OTT KPK, Marianus dipuji-puji. Tapi, setelah jagoan ditangkap KPK kok malah diam terus. Padahal dari proses politik membesut MS menjadi Cagub PDIP NTT telah melahirkan perlawanan karena sejumlah kader militan partai terlempar keluar panggung politik PDIP.
Baca juga: Marianus Sae, Kepala Daerah NTT yang Pertama kena OTT KPK
Kristo Blasin dan Ray Fernandez, dua kader terbaik PDIP NTT harus rela menelan pil pahit karena ditolak DPP PDIP. Bahwa benar Marianus memiliki segudang prestasi dan mengantongi hasil kerja sebagai Bupati Ngada 2 periode. Sungguh sangat tragis dan pedis. Kristo dan Ray pun akhirnya membuat keputusan pahit meninggalkan partainya dan mendukung paslon gubernur-wakil gubernur lainnya.
Baca juga: Kristo Blasin Tolak Ajakan Marianus Sae Jadi Tim Pemenang
Dinamika politik pun terus berjalan pasca Marianus Sae-Emi Nomleni ditetapkan. Menariknya, HH dan AHP pun langsung tancap gas penuh semangat membuat pernyataan pers dan memerintahkan seluruh jajaran partai dari DPD, DPC, Anak Cabang dan Ranting dan Anak Ranting untuk bekerja keras memenangkan paket ini.
Bahkan, HH sempat melontarkan pernyataan di media massa kalau sosok MS-EN adalah pejuang rakyat, pemimpin bersih yang layak dipilih. Ketika banyak pihak mempersoalkan MS bukan kader partai, HH dengan enteng menjawab, tinggal mengenakan jaket merah pada MS dan jadilah ia kader partai.
“Rakyat NTT membutuhkan MS, sehingga tidak perlu persoalkan kader partai atau bukan,”pungkasnya.
Demikianlah kata-kata pembelaan kepada MS yang kerap dilontarkan HH. Sebuah sikap politik yang luar biasa ditunjukan HH dan AHP yang dalam waktu sekejab mampu menjinakan Megawati Soekarnoputri hingga berani menetapkan MS sebagai Cagub PDIP. Walaupun tak didukung bulat DPD PDIP NTT hingga DPC, PAC, Ranting PDIP se NTT. Malah, terlihat proses mencalonkan MS di PDIP lebih karena kepentingan politik sepihak HH dan AHP. Dan, boleh jadi bukan juga kemauan politik seorang Frans Lebu Raya sebagai orang nomor I PDIP NTT yang juga Gubernur NTT 2 periode.
Ironi politik ini, kini berbuah pahit. Pasalnya, tak diduga, ketika AHP dan Sekjend DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto diutus Megawati Soekarnoputri ke NTT untuk melakukan konsolidasi pemenangan dan siap all out untuk MS-EN selama 3 hari serta Frans Lebu Raya yang sedang turun ke desa-desa mengajak masyarakat memilih MS-EN, justru nasib naas dialami MS. Dia kena OTT oleh KPK di Surabaya, Minggu (11/02). Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula apa yang dialami PDIP NTT saat ini.
Sampai disini, siapakah yang patut disalahkan dan harus bertanggunjawab? Apakah MS yang nekad masuk ‘kandang banteng dengan paksa? Ataukah FLR selaku Ketua DPD PDIP NTT, yang konon tidak menjagokan MS? Atau HH dan AHP, 2 petinggi DPP PDIP asal NTT yang paling ngotot meloloskan putra Ngada sebagai Cagub PDIP NTT?
Baca juga: Memaknai Parang Politik Flores Timur untuk Viktor dan Marianus Sae
HH yang hingga kini belum bersuara pasca MS terOTT KPK. Rakyat pantas bertanya, kenapa bupati 2 periode di Ngada, Flores bisa terOTT KPK disaat pamor politiknya lagi naik tajam? Apakah orang sehebat HH dan AHP tidak pernah mencari tahu rekam jejak orang nomor satu Ngada dan mewanti-wantinya untuk selalu berhati-hati dengan gerakan KPK?
Menjadi sesuatu yang amat sangat naif ketika orang sehebat mereka yang notabene dekat dengan MS, tak pernah menciptakan situasi nyaman bagi Cagub PDIP 2018 itu. Malah memberikan kebebasan kemana-mana hingga terjaring KPK.
Ini sesuatu yang sulit diterima akal sehat politik. Mestinya sebagai pemain politik lama di senayan, Jakarta yang dekat dengan KPK, kedua tokoh hebat ini sudah tahu jikalau MS itu sedang menjadi target OTT KPK. MS sudah dibuntuti KPK sejak bulan November 2017. Ibarat pepatah “tiada rotan akar pun jadi, tiada MS, EMI pun jadi”.
Baca juga: Marianus Ditahan KPK, Frans Lebu Raya Dorong Emi Nomleni Terus Kerja
Semangat juang barisan relawan dan kader PDIP dan PKB NTT terus berkobar. Tetapi sesungguhnya pertempuran ini tak sedashyat lagi seperti harapan banyak pihak. Balapan motor trail di etape berlumpur, motor kini tinggal satu roda saja, karena roda yang satunya pecah. Maka jelas jalannya pasti pincang, melambat dan macet.
Rakyat berharap, walau tertatih-tatih, motor dan pembalapnya bisa menyentuh garis finish. Soal siapa yang harus disalahkan karena gagal juara, dikembalikan kepada kita semua. Mari kita belajar dari kasus MS, PDIP NTT serta aktor politik DPP PDIP HH dan AHP yang boleh jadi sedang membuat sebuah blunder politik yang hebat saat ini. (Robert Ola Bebe).
Baca juga: Esthon Foenya-Cristian Rotok “Senyap Melaju Lembut”
Baca juga: Herman Hery Minta Seluruh Kader PDIP Menangkan MS-EN
Baca juga: Kejutan Lagi, Mega-Prabowo Koalisi di Sikka
Baca juga: “Kepanikan” Politik AHP dan HH Hancurkan PDIP NTT?