LARANTUKA,SUARAFLORES.NET,- Sungguh sangat ironis. Tapi, inilah fakta unik ditemukan di Desa Sagu, Adonara, Flores Timur, yang menjadi Pusat Kota Kerajaan Adonara tempo dulu. Desa ini, kini dipimpin Kepala Desa Ridwan Kamba yang adalah turunan langsung dari Raja Ara Kian Kamba. Fakta uniknya adalah cara hidup Muhammad Kamil, seorang warga yang bertahan hidup dengan berjualan daun dan biji kelor selama 15 tahun.
Pria berambut dan berjenggot putih panjang bak para Sunan tempo dulu ini, hidup sangat sederhana bersama istrinya hanya mengandalkan jualan daun dan biji Merungge (Kelor,Red) untuk menafkahi keluarga. Edannya lagi, usaha ini ditekuni Bapa Kamil Lamapaha dan istrinya selama 15 tahun, sesuai umur 20-an pohon Merungge yang sudah besar-besar yang ditanam di sekeliling halaman rumahnya.
Suara Flores.Net yang menyambangi rumah Kamil, Si Petani Kelor ini, Senin, 11 Maret 2019 lalu, ikut terkejut dan kurang percaya saat mendengar penuturannya. Pasalnya, yang terlintas di benak saat itu adalah 20-an pohon Marungge yang berdiri kokoh di halaman rumah tersebut hanya sekedar dijadikan pelindung rumah atau untuk dimakan daunnya sebagai sayuran sesekali. Apalagi, ketika itu, Bapa Kamil sedang memetik daun Merunggenya, yang dikira untuk sayur makan siang. Padahal, dugaan itu salah besar. Ternyata daun Merungge yang dipetik Bapa Kamil itu untuk dijual di Pasar Sagu.
“Daun Kelor ini dijual Pak. Untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari Kami jualan daun Kelor ini. Dan, sesekali jual buahnya. Kami hidup selama ini dengan modal jualan daun dan biji kelor Pak,”ungkap Bapa Kamil, menyakinkan SuaraFlores.Net.
Lebih jauh ia menjelaskan, sudah lebih dari 15 tahun ia dan istrinya mengandalkan 20 pohon Kelor yang ditanam itu. “Kami berjualan di Pasar Sagu setiap hari. Rata-rata dapat uang Rp15.000 per hari. Kadang Rp10.000 per hari, tapi kadang bisa Rp25.000 per hari. Kami jualan setiap hari tanpa henti. Ada yang datang beli langsung di rumah. Maklum, rumah kami juga dekat Pasar Sagu. Letaknya di pinggir jalan utama sehingga mudah dijangkau. Meski berjualan Daun & Biji Kelor, tapi kami merasa syukur dan cukup untuk hidup,”pungkasnya, tegar.
Prinsipnya, sebut Bapa Kamil, keluarganya tetap hidup damai dan tak punya musuh, walaupun rumahnya masih berlantai tanah dan berdinding Bambu, di lingkungannya ia dikenal sebagai Tokoh Masyarakat dan Agama yang hidupnya sederhana, apa adanya tapi sangat prinsip.
“Salah, dia katakan salah. Dan, pasti Dia lawan. Siapapun dia yang dihadapi. Dia tidak peduli. Dia tidak pernah takut. Orangnya berani bicara keras di depan banyak orang. Meski hidupnya seperti ini. Tetapi, rumahnya selalu ramai dikunjungi orang,”sambung Idris Umar, warga Sagu lainnya yang saat itu sedang bersama Muhammad Kamil.
Sementara itu, ketika Suara Flores.Net lebih jauh menanyakan, apakah selama ini Kamil pernah mendapatkan bantuan atau perhatian pemerintah? Baik Kamil maupun Idris, spontan menjawab, hingga kini pihak mereka belum mendapat bantuan apapun jenisnya dari pemerintah terkait perumahan atau pemberdayaan usahanya.
“Saya belum pernah dapat bantuan Pak. Kalau boleh, saya mohon bantuan Bapak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat bantu saya modal dan peralatan untuk membuka kebun Kelor. Kebetulan saya punya tanah kosong seluas 2 hektar lebih di Sagu yang bisa dimanfaatkan. Saya siap menanam Kelor semua,”imbuhnya lagi.
Baginya, bantuan itu sangat berarti untuk keluarga dan masyarakat. Sebab, selain menyukseskan program Revolusi Hijau Gubernur Viktor, tapi ekonomi masyarakat pasti makin membaik dan sehat. Karena setiap hari konsumsi Kelor. “Bijinya juga kita bisa jual lebih banyak dan uangnya juga pasti bertambah. 20 Pohon Kelor ini saja, sekali jual bijinya bisa Rp1.000.000,”tohoknya lagi.
Ia memang berharap adanya perhatian dan bantuan dari pemerintah, termasuk Gubernur Viktor Laiskodat. Pasalnya, apa yang sudah dikerjakan Muhammad Kamil selama ini ada kecocokan dengan program Revolusi Hijau Gubernur Viktor Laiskodat. Kamil juga berencana beternak ayam kampung dan ayam potong di halaman rumahnya dengan menggunakan produk pakan ternak organik, yang ramah lingkungan, sehingga kotorannya tidak berbau. Selain itu, ayamnya pasti sehat dan berproduksi dengan baik untuk meningkatkan ekonomi keluarganya. (Roberth/SFN)