KUPANG, SUARAFLORES.NET,–Pembangunan infrastruktur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 10 tahun terakhir kian membaik dari tahun-tahun sebelumnya. Saat ini, arus transportai udara, darat dan laut, antar propinsi, antar kabupaten, antar kecamatan dan antar desa dan kelurahan membaik, meskipun masih banyak wilayah yang belum tuntas dan belum dibuka.
Saat ini pula, di seluruh kabupaten memiliki bandara yang mantap melayani masyarakat setiap hari. Hanya 4 kabupaten dari 21 kabupaten saja yang belum memiliki bandara,yaitu, Nagekeo, Timor Tengah Selatan (TTS), dan Sumba Tengah. Bahkan, tercatat Suaraflores.net, Kabupaten Alor sebagai basis pariwisata telah memiliki dua bandar udara, yaitu Bandara Mali dan Bandara Kabir. NTT juga memiliki bandara berkelas nasional dan internasional, seperti Bandara Komodo di Labuan Bajo, Bandara Frans Seda di Maumere dan Bandara El Tari di Kupang.
Lalu-lintas angkutan udara setiap, baik antar propinsi maupun antar kabupatan nyaris menembus puluhan ribu orang, masyarakat NTT dan warga luar termasuk wisatawan. Berbagai jenis pesawat, mulai dari kelas Susi Ari, ATR maupun Boing dan Jet hilir mudik di langit NTT. Nyaris tanpa halangan, si burung besi tersebut terus bergerak melayani rakyat NTT siang dan malam, termasuk melayani penerbangan luar negeri dari Darwin-Kupang-Dili. Untuk lalu lintas udara nyaris tidak ada halangan berarti, kecuali masih ada pekerjaan rumah (PR) untuk memantapkan fasilitas bandara, tata tertib dan palayanan yang prima.
Sementara itu, dari sisi pelabuhan laut, NTT saat ini memiliki pelabuhan-pelabuhan rakyat dan juga pelabuhan-pelabuhan peti kemas (barang) yang cukup memadai, seperti Pelabuhan Tenau Kupang dan Pelabuhan Laurens Say di Maumere. Dari pantauan media, hampir setiap kabupatan memiliki dermaga/ pelabuhan, baik dermaga kecil dan besar. Arus penumpang yang datang dan pergi setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan terlihat sangat lancar dan aman. Selain arus penumpang, arus barang dan jasa dari hari ke hari makin lancar, baik dari Jakarta, Surabaya, Makasar, Bima, dan lain-lain. Hampir tidak ada masalah karena pembangunan pelabuhan-pelabuhan besar dan pemeliharaannya dialokasikan khusus melalui APBN.
Dari sisi jalan raya, NTT memiliki ruas jalan-jalan nasional yang sudah mantap. Dari ujung Labuan Bajo-Larantuka (Flores Timur), Kota Kupang-Betun (Malaka), Waingapu (Sumba Timur)-Waikabubak (Sumba Barat) jalan negara terlihat mengkilat mulus. Bahkan, dari tahun ke tahun Kementerian PUPR terus mengucurkan APBN untuk pemeliharaan dan juga pembukaan ruas-ruas baru.Meskipun sering terdengar kabar tanpa melalui perencanaan yang matang, anggaran APBN terus dikucurkan sesuai keputusan politik Komisi V DPR-RI. Jika berkenderaan dari ujung Flores, Timor dan daratan Sumba, tidak ada hambatan berarti, kecuali di musim hujan ada tanah longsor, banjir, dan pohon-pohon tumbang.
Di tengah-tengah mengkilat mulusnya ruas-ruas jalan negara, terlihat panorama yang buruk kerusakan ruas-ruas jalan propinsi dan jalan kabupaten yang makin parah dari tahun ke tahun. Warga di seluruh kabupaten yang melewati jalan provinsi dan jalan kabupten selalu saja mengeluh, mengomel dan geram. Luapan amarah itu sering dilansir di media masa, media sosial, dan juga ada yang hanya terpendam di dalam hati. Tak sedikit pula yang mengumpat dengan caci maki kalah kendaraan roda dua dan roda empat melawati jalan rusak penuh lubang. Mereka bermimpi semoga suatu saat jalan yang mereka lewati tidak berlubang lagi. Seorang pencipta lagu asal Sikka, Papace (almarhum) pernah menulis dalam sair lagunya berjudul “Terima Kasih Jalan Berlubang.” Salah satu baitnya berbunyi “…. makin goyang, makin enak, terima kasih jalan berlubang….” Meskipun lagi itu hanyalah ekspresi seorang seniman, namun sebenarnya harus menjadi inpirasi dan refleksi bagi pemerintah dan DPR.
Apa kendala utama yang dirasakan pemerintah? Setiap tahun, anggaran APBD 1 maupun APBD II selalu saja tidak cukup untuk mengalokasikan kebutuhan infrastruktur (jalan, jembatan, air dan perumahan rakyat). Porsi kue anggaran yang sudah kecil, ketika dibagi-bagi untuk semua dinas dan badan, serta kebutuhan belanja aparatur, maka infrastruktur mendapat porsi yang kecil. Meskipun angkanya lebih besar dari instansi lain, Dinas PU tidak cukup menuntaskan program kegiatan yang sudah diusulkan ke DPRD. Dari sadapan media, Dinas PU seringkali ‘kelimpungan’ atau ‘pusing’ karena tuntutan kebutuhan infrastruktur dari rakyat yang besar, tapi anggaran tidak mampu menjawab semua kebutuhan rakyat. Belum lagi, kebutuhan anggota DPRD sebagai corong aspirasi rakyat membawa begitu banyak usulan dari dapilnya, membuat Dinas PU tak berdaya.
“Kepala Dinas PU NTT, Ir. Andreas W. Koreh, MT, mengaku, setiap hari ada begitu banyak usulan dan permintaan dari warga NTT yang ia terima melalui laporan dan surat-surat masuk. Ada yang meminta jalan, jembatan, dan embung, dan lain-lain. Semua itu, ada yang terjawab dalam anggaran setiap tahun, dan masih banyak yang tidak mampu dijawab karena anggaran terbatas. “Kebutuhan rakyat akan infrastruktur sangat tinggi dari hari ke hari. Kami terima begitu banyak usulan dan permintaan warga, tapi kami tidak bisa jawab semuanya karena anggaran kita tidak cukup. Selain dari warga, kami juga menerima usulan dari DPRD terkait kebutuhan infrastruktur di dapil mereka. Ada yang dikerjakan dan ada yang ditunda karena belum ada anggaran,” kata Andre dalam berbagai kegiatan.
Menurut Andre, berdasarkan perhitungan dan kajian PU, NTT membutuhkan anggaran infrastruktur sebesar Rp4 trilun per tahun untuk menuntaskan pembangunan infrastruktur, baik jalan, jembatan dan embung dan air bersih. Jika satu tahun Rp4 trilun, maka dalam 5 tahun NTT membutuhkan anggaran Rp20 triliun. “Kalau anggaran ini disiapkan, maka tidak ada masalah yang berarti bagi PU untuk mejawab seluruh kebutuhan infrastruktur rakyat NTT. Kalau setiap tahun kita hanya dapat anggaran sekitar Rp300-400 miliar, maka tidak mungkin semua kebutuhan rakyat terjawab dalam waktu singkat. Pasti kita butuh waktu puluhan tahun lagi untuk menjawab semuanya. Apalagi kebutuhan infrastruktur itu sangat dinamis,” terang Andre, belum lama ini di Kupang.
Sementara itu, tokoh pembangunan infrastruktur NTT, Ir. Piter Djami Rebo, M.Si, membeberkan, secara khusus jalan provinsi NTT panjangnya kurang lebih 2.800 km. Saat ini, terang dia, baru mencapai 50 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Artinya, jalan yang masih perlu direhabilitasi sepanjang 1.400 km. Setiap tahun rata-rata 400km.
Djami Rebo,mengungkapkan, selain jalan provinsi, jalan kabupaten yang panjangnya 15.000 km sampai saat ini baru 30 persen, yang harus direhab sepanjang 10.000 km selama tiga tahun. Jika per tahun 3.500 km dengan biaya per km Rp1 miliar, maka dibutuhkan biaya Rp3,5 triliun. “ Anggaran itu belum termasuk irigasi dan air bersih. Rata-rata kemampuan APBD 1 untuk menangani jalan Rp300 Miliar atau 25 prosen). Jadi kita masih butuh banyak anggaran,”papar mantan Kadis PU NTT tiga periode ini.(korneliusmoanita/sft)