SUARAFLO RES.NET – Masalah kesehatan bagi ibu dan anak sangat penting dan harus serius diintervensi oleh pemerintah dari periode ke periode. Mengatasi masalah gizi butuh kerjasama banyak pihak termasuk Tenaga Kesehatan (Nakes) di setiap Puskesmas. Karena Nakes yang selalu setia melakukan pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak membutuhkan pengetahuan dan kerjasama yang terintegrasi. Maka pelatihan-pelatihan pun harus terus dilakukan untuk mengimput pengetahuan dalam memerangi masalah kurang gizi dan gizi buruk hingga masalah Stunting di Kabupaten Sikka.
Demikian hal itu disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus saat membuka kegiatan Pelatihan Kadarzi Bagi Nakes 2019 di Pelita Hotel Maumere, Kabupaten Sikka pada 22 Agustus 2019.
Pelatihan Kadarzi bagi kesehatan, kata Petrus Herlemus, memiliki tujuan besar yakni pengurangan angka Stunting hingga Sikka Bebas Stunting. Untuk itu diharapkan adanya keseriusan setiap tenaga kesehatan dalam memahami pengetahuan penangan masalah gizi di Kabupaten. Karena kondisi kesehatan anak yang kurang gizi atau gizi buruk sejak dalam kandung menjadi petunjuk seorang anak dapat tergolong Stunting.
“Pemerintah berkomitmen tahun 2022 Kabupaten Sikka harus bebas Stunting. Untuk mencapai target besar ini maka butuh keseriusan dan kerja bersama semua pihak. Butuh strategi-strategi baru. Saya berharap teman-teman tenaga kesehatan di setiap Puskesmas dapat secara sungguh-sungguh bekerja dan menyampaikan informasi-informasi yang valid sesuai fakta yang ada. Mari kita bersama-sama, bahu-bahu membahu untuk mencapai target ini,” ujarnya.
Secara luas Petrus menjelaskan bahwa masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan, bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada usia selanjutnya terpenuhi.
Baca juga: Dinkes Sikka Lakukan Penguatan Kapasitas Pendamping Ibu Hamil
Baca juga: YWKW Dorong Desa Maksimalkan Penanganan Stunting dan Literasi
Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan yang dituangkan dalam RPJMD 2015-2019 adalah penurunan prevalensi balita pendek. Disamping itu penuruan angka kematian ibu dan bayi, pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular.
Data yang ada menujukkan 30 juta wanita usia subur menderita kekurangan energy kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR(≤ 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita.
Pada tahun 2005, terdapat sekiar 5 juta balita gizi kurang, 1,7 juta diantaranya gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita.
Selain itu, Anemia Gizi Besi (AGB) diderita oleh 8,1 juta anak balita, 10 juta anak usia sekolah, 3,5 juta remaja putrid dan 2 juta ibu hamil. Sekitar 3,4 juta anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi.
Petrus Herlemus menambahkan, hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasa menderita gizi lebih. Data yang ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, pada saat pendataan Stunting di bulan Agustus tahun 2018 menunjukan bahwa terdapat 36,1% atau 5805 balita di Sikka adalah stunting dari 16072 balita yang diukur. Terdapat 289 (5%) ibu hamil KEK dan terdapat 236 (4.08%) orang ibu hamil anemia di tahun 2019.
Dalam upaya mengatasi masalah gizi yang ada, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Program Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Keluarga Sadar Gizi adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
“Ini menjadi tugas besar kita bersama. Mari kita bersama-sama, gotong royong untuk memperbaiki pelayanan dalam mengatasi masalah gizi kurang, gizi buruk hingga masalah Stunting,” ajak Petrus.
Salah satu staf Analisa Gizi Yaviani Margaretis mengatakan sebuah keluarga disebut Kadarzi apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan menimbang berat badan secara teratur termasuk pengukuran tinggi badan. Keluarga atau ibu kandung wajib Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI Eksklusif). Harus mengkonsumsi makanan yang beragama dengan melihat pedomaan gizi yang seimbang, mengkonsumsi garam yodium dan minum suplemen gizi sesuai anjuran.
Mencermati berbagai fakta yang terjadi, maka sangat penting bagi para tenaga kesehatan di Kabupaten Sikka untuk mengikuti pelatihan-pelatihan. Pihaknya merasa sangat penting dilakukan pelatihan KADARZI bagi para tenaga kesehatan (Nakes). Kegian itu bertujuan agar adanya pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga sadar gizi dari tenaga gizi.
Lebih dari itu, lanjut Margaretis, kegiatan ini dimaksudkan agar tenaga kesehatan dapat memahami tentang konsep keluarga sadar gizi, pemetahan keluarga sadar gizi. Disisi lain agar tenaga kesehatan dapat memahami materi pemantuan pertumbuhan, materi ASI eksklusif, materi makan beranekaragam, materi tentang garam beryodium dan materi tentang suplemen sesuai anjuran.
Kegiatan ini, tambah Margaretis, dilakukan dalam berbagai metode, yakni melalui pemaparan materi-materi yang disampaikan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka. Lebih dari itu dilakukan diskusi kelompok untuk membeda dan mencegah persoalan-persoalan yang dihadapi.
“Semoga ini menjadi bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk mencapai target yang ditentukan oleh pemerintah,” harapnya. (sfn02).