Kementerian Hukum dan HAM RI sudah sejak lama mengklaim status tanah penjara lama depan samping Manggarai Convention Center (MCC) sebagai milik mereka. Hal itu ditandai dengan masuknya lokasi tersebut sebagai salah satu aset yang diinventarisir oleh Kemenkumham RI. Melihat itu, Pemkab Manggarai pun tidak tinggal diam, mereka tetap bersikap keras bahwa tanah itu adalah milik Pemkab Manggarai.
Kepala Inspektorat Kabupaten Manggarai, Leok E. P. Sripurwati, SH, di ruang kerjanya, Selasa (23/3/2016) lalu, mengatakan, penjara lama terdapat dualisme kepemilikan diaman Kemenkumham mengklaim tanah itu milik mereka, begitupun Pemerintah Kabupaten Manggarai mengklaim aset tersebut milik mereka. Keduanya, kata dia, masing-masing menginvetarisir lokasi tersebut sebagai aset, hanya saja belum ada satu pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan. Dualisme tersebut berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Sebenarnya, kata Sripurwati, Kemenkumham siap menyerahkan tanah tersebut kepada Pemkab Manggarai namun belum ada tanah pengganti. Apabila sudah ada, pasti akan akan beres.
Asisten I Setda Manggarai, Marten Jekau, SH, saat dikonfirmasi media mengatakan, Kemenkumham pernah menyampaikan usulan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama Kemenkumham, tetapi Pemkab Manggarai mengajukan keberatan kepada BPN supaya tidak boleh diterbitkan karena tanah tersebut masih dalam proses sengketa. Diakui Marten, saat ini lagi negosiasi dengan kemenkumham.
Kepala Bagian Hukum Setda Manggarai, Maksi Bour, SH saat diminta komentarnya terkait status tanah penjara lama, mengaku masih saling klaim kepemilikan. Dia berharap agar sebaiknya Kemenkumham serahkan lahan tersebut kepada Pemkab Manggarai demi untuk penataan tata ruang Kota Ruteng. “Saya berpikir mereka mengertilah agar tanahnya diserahkan ke Pemkab Manggarai saja,”harap Bour.
Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan, Drs. Libert Habut, kepada media ini, Rabu (23/3/2016) lalu, di ruang kerjanya juga mengatakan penjara lama status masih dualisme antara Pemkab Manggarai dan Departemen Kehakiman. Habut menjelaskan, tahun 1956, Raja secara ex officio adalah kepala penjara di bawah Raja Ngambut. Namun, sayangnya, pengalihan aset tidak pernah dilakukan. Diakuinya, kedua pihak yang tengah bersengketa belum mengantongi sertifikat kepemilikan atas status tanah tersebut.
Menurut Habut, UU 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menegaskan semua aset pusat yang ada di daerah itu menjadi aset daerah otonom tetapi UU ini sudah diganti dengan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda, kemudian UU 23/2014 dirubah lagi dengan UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemda namun pasal tentang aset pusat diserahkan ke daerah sudah tidak termuat lagi.
Sementara itu, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Ruteng, Antonius H. J Gili, mengakui mendengar informasi terkait dualisme aset LP lama di pusat kota tersebut. Menurutnya, Kemenkumham rupanya siap memberikan lahan tersebut namun dengan catatan harus ada areal pengganti namun hingga saat ini tidak ada titik temu. Dia mengaku belum ada yang siap melakukan proses peradilan. “Kalau saya tidak tahu persis persoalan tersebut karena itu urusan Kemenkumham di Jakarta. Pernah suatu ketika saat kepemimpinan CREDO pernah menggelar usaha dagang di lokasi tersebut, Kemenkumham meminta agar lokasi tersebut harus sudah dibereskan 1x 24 jam. Mereka takut setelah Kementerian memerintahkan Bupati untuk segera kosongkan lokasi,”kata Gili. (Melky/MK/sf).