LARANTUKA, SUARAFLORES.NET,–Sering orang ‘terlalu lurus’ dalam membaca manuver para politisi yang adalah petarung politik sejati seperti Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL). Pino Rokan, Pengamat Sosial Politik Budaya NTT, menegaskan, sesungguhnya kalau tidak keliru, jurus silat politik ‘VBL’ yang menghendaki agar jatah menteri dari NTT itu ada dalam Kabinet ‘Jokowi-Mahruf. Maka itu, sebagai seorang politisi ‘petarung sejati’ melalui Partai NasDem ia memainkan manuver, yang tidak semua oknum Gubernur atau Politisi ‘bernaluri’ politik bisa lakukan demi daerahnya, seperti VBL yang ‘memainkan’ peran politiknya untuk NTT.
VBL tahu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh lagi ‘utak atik’ posisi oposisi NasDem untuk era kepemimpinan Jokowi-Mahruf. Indikatornya, melalui pawai temu muka SP dengan AB, Gubernur DKI Jakarta sebagai ‘tarian politik’ mengimbangi ‘silat’ silahturahmi politik Ketua Umum PDIP Megawati bersama Ketum Gerindra Prabowo, waktu itu,” sebut Pino Rokan, lagi.
Salah satu pendiri dan Ketua PAN di NTT tahun 1999-2004 ini, lebih jauh menjelaskan, tentu Jokowi menjadi ‘kurang enak badan’ terhadap manuver si Kumis Ketum NasDem itu, maka berkunjunglah ke NTT untuk bisa ‘saling bisik’ dengan VBL mengenai manuver si Kumis dalam meladeni ‘silat’ silahturahmi politik Mega dan Prabowo itu.
VBL dengan naluri politik ‘petarung’ menaikan ‘call politik’ demi ‘NTT’ yakni ada orang NTT menjadi menteri dalam kabinet Jokowi-Mahruf.
Tentunya, ‘call politik’ VBL ini sudah diperhitungkan dalam ‘nada irama’ berbeda dengan ‘Si Kumis’ Ketum Partainya (NasDem,red) yang mensinyalkan ‘oposisi’.
“Hal itu (‘call politik’) disuarakan secara sungguh serius oleh VBL dalam ‘dua nada politik’ yakni berirama pilihan politik ‘utama’ menjadi Gubernur NTT dan apabila di ‘perintah’ menjadi menteri dalam kabinet ‘Jokowi-Mahruf’. Hasilnya, JP menjadi ‘menteri’, NasDem tidak menjadi ‘oposisi’ dalam kabinet Jokowi-Mahruf,”analisis Pino Rokan.
Ia menambahkan, maka setidaknya NTT berbangga dan NasDem tentu berbesar hati memiliki seorang ‘politisi petarung’ seperti VBL yang ‘berani bermanuver’ untuk daerahnya NTT, juga untuk NasDem. Dimana, tidak semua Gubernur berani bermanuver berbeda dengan ‘tarian politik’ Ketum Partainya.
“Bahwa secara internal Partai NasDem dengan menempatkan JP sebagai Menteri, maka ‘kursi’ DPR RI yang diduduki JP secara aturan perundang-undangan nanti diduduki JL (istri VBL), tentu dapat terpahami dan termaklumi sebagai suatu ‘kewajaran’ politik dalam ‘lagu politik’ yang sedang dinyanyikan VBL,”ulas Pino Rokan, mantan Anggota DPRD NTT 1999-2004 ini.
Nyanyian politik VBL itu, tambahnya, tercermati bernada dasar ‘mensesuai-selaraskan kepentingan kesejahteraan umum (NTT) dengan kepentingan kesejahteraan keluarga. Tentu, nada dasar politik VBL itu terasa wajar dan apa adanya, daripada aura sebagian besar oknum politisi yang lebih mengutamakan kepentingan keluarga dalam ‘selimut’ kepentingan umum.
Meskipun, sambung Pino Rokan, ada ‘sinisme liar’ publik dalam nada tanya ‘mengapa’ berkoar-koar VBL untuk dipanggil Jokowi menjadi Menteri dan sudah terbang ke Jakarta tapi ujungnya tidak dipanggil Jokowi ke istana.
Hal ini dapat terpahami dalam ‘aura politik’ tingkat tinggi, yakni menjaga keseimbangan perasaan antar Ketum Partai yang sudah melakukan ‘silat’ silahturahmi politik Vs memainkan ‘tarian sinyal oposisi politik. Baik ‘silat’ silahturahmi politik (Mega-Wowo) maupun ‘ tarian sinyal oposisi politik.(Kumis-Anis)
Masing-masing mereka setidak-tidaknya, sambung Pino Rokan, dalam ancang-ancang pemanasan pasang kuda-kuda politik ‘demi’ kelak mengelus masing-masing ‘Capres-Cawapres’ pasca Presiden Jokowi-Mahruf nanti, sepertinya ‘merasa tidak enak badan’ sebelum memulai masa kerja kabinetnya. Maka itu dapat dipahami mengapa sepertinya secara resmi ‘Jokowi tidak memanggil VBL ke istana.
“Justru tercermati paling tidak saat kunjungan mutakhir Presiden Jokowi ke NTT ketika itu telah ‘meminta’ VBL menjadi ‘Menteri dalam kabinet Jokowi-Mahruf demi menurunkan ‘sementara’ kibaran panji peperangan ‘dua’ Ketum Parpol kekuatan utama pemenangan Jokowi-Mahruf (Si ‘Mega’ Vs si ‘Kumis’),”sambungnya, cerdas.
“Yah, sepertinya VBL sebagai ‘pion’ telah dimainkan dan memainkan secara sempurna ‘catur politiknya Jokowi’, yang menghadapkan si ‘Mega’ Vs si ‘Kumis’ di atas papan catur politik nasional’ menjelang bagi-bagi jatah kursi Parpol dalam penyusunan kabinet Jokowi-Mahruf,”tohoknya, lagi.
Tentunya, perang antara si ‘Mega’ (Ketum PDIP) Vs si ‘Kumis’ (Ketum NasDem) untuk sementara mengalami ‘gencatan senjata’ terhenti.
Ini dihentikan sementara oleh Jokowi melalui ‘dimainkan dan memainkan’ VBL dalam permainan VBL yang sempurna, membuktikan ‘aura politik VBL sebagai petarung politik’ bahwa telah ‘diminta-dipanggil Jokowi, yakni kalau itu sebagai ‘perintah’ maka tentu tidak ‘menolak’,”tutup Pino Rokan. (robert/sfn)