WAIKABUBAK, SUARAFLORES.NET,–Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat-daruratan kesehatan secara mandiri. Tujuannya adalah untuk terwujudnya masyarakat desa yang sehat serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Hal inilah yang menjadi perhatian dari sejumlah peserta diseminasi hasil situational analysis maternal new born child health and nutrition atau analisa situasi kesehatan ibu, bayi baru lahir, kesehatan anak dan nutrisi (Sit An MNCHN) Kabupaten Sumba Barat pada Selasa (26/3) di aula Hotel Monalisa Waikabubak.
Dorongan peserta untuk mengembangkan Desa Siaga di semua desa dan kelurahan dimaksudkan agar ada peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya). Peningkatan jumlah keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan kesehatan lingkungan desa serta kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
Kegiatan diseminasi hasil Sit An MNCHN ini menghadirkan seorang konsultan Yulius Suni, M.Sc dan dihadiri oleh Kepala Bappeda, Titus Diaz Liurai,S.Sos,MM, Kepala Dinas Kesehatan, Drg. Bonar B. Sinaga,M.Kes, Sppnsorship Program Manager STC, David Wala, serta para camat, kepala puskesmas, instansi terkait, serta sejumlah kepala sekolah dan pengawas SD maupun SMP. Kegiatan diseminasi hasil Sit An MNCHN ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat, Bonar B. Sinaga,M.Kes. Sit An MNCHN ini bertujuan untuk menjadi pedoman bagi Save The Children Sumba dalam mendesain Program MNCHN Periode 2020 – 2024. Dengan demikian maka Program MNCHN periode 2020 – 2024 di Sumba dapat menjawab permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Tengah. Sebagaimana dikemukakan oleh Sponsorship Program Manager Save The Children Sumba, David Wala di awal kegiatan bahwa Sit An MNCHN menjadi pedoman dalam mendesain program sehingga dengan presentasi tersebut bisa memberikan gambaran situasi kesehatan serta bisa mendapatkan masukan dari peserta bagi pihaknya dalam mendesain program lima tahun ke depan.
Pada sesi presentasi hasil riset, konsultan Yulius Suni,M.Sc memaparkan hasil temuan lapangan beserta rekomendasinya. Dalam presentasinya, disebutkan salah satu temuan lapangannya adalah tidak aktifnya kegiatan Desa Siaga. Padahal, kalau Desa Siaga aktif maka bisa meminimalisir persoalan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Pengembangan Desa Siaga, kata Yulius Suni, merupakan wujud nyata dalam upaya memberdayakan masyarakat agar mampu mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan berbagai sumberdaya yang dikuasai oleh masyarakat dan dipadukan dengan upaya-upaya kesehatan pemerintah. Pemberdayaan masyarakat dalam konteks kesehatan ibu dan bayi dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan suatu upaya berbasis masyarakat, dimana pendekatan dari pihak yang membutuhkan pelayanan dipadukan dengan pendekatan dari pihak yang menyediakan pelayanan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengikuti prinsip memulai dari kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki masyarakat, berkelanjutan dan subsidiaritas.
”Dari analisa situasi di lapangan kami menemukan bahwa Desa Siaga itu tidak aktif baik di Sumba Barat maupun di Sumba Tengah. Ketidak-aktifan ini karena ada yang tidak didukung oleh kepala desa. Desa Siaga ini harusnya diberdayakan karena kalau masyarakat sadar terkait kesehatan maka tidak akan ada masalah lagi di bidang kesehatan ibu dan anak, ”ujarnya.
Terkait Desa Siaga, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehattan Kabupaten Sumba Barat, Agustinus Rabila, A.Md.Kep, mengusulkan, pembentukan Desa Siaga harus terus dilakukan di semua desa. Hingga saat ini baru terdapat 20 desa yang ada Desa Siaga sedangkan yang lainnya belum dibentuk. Di sisi lain, yang sudah ada Desa Siaga juga belum ada kemajuan karena para pengurusnya perlu dikapasitasi agar memahami peran dan fungsinya. Senada dengan itu, Sekretaris Kecamatan Loli, David M. Bolu,SP, mengemukakan, ketidak-aktifan Desa Siaga disebabkan oleh karena ketidak-tahuan para pengurusnya mau melakukan apa dengan adanya Desa Siaga. Jadi, menurut David, yang harus dipikirkan adalah bagaimana caranya Desa Siaga ini bisa aktif. Para pengurus yang dipilih harus dilatih dulu. Permasalahan lainnya adalah kepala desanya tidak memahami maksud dan tujuan dari pembentukan Desa Siaga dan pengurusnya juga tidak menghadiri musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang Desa). Hal ini yang menjadi kendala dalam penganggaran untuk Desa Siaga.
Dukungan pengaktifan dan pengembangan Desa Siaga juga datang dari Camat Laboya Barat, Daud Eda Bora, SH. Menurutnya, keberadaan Desa Siaga sangat strategis untuk mendorong peningkatan kesadaran masyarakat terkait kesehatan ibu dan anak. Melalui Desa Siaga, akan ada upaya untuk menekan angka kematian ibu dan kematian bayi serta permasalahan nutrisi dan stunting. Jadi menurut Camat Laboya Barat, Desa Siaga harus dipertahankan dan diaktifkan. Senada dengannya, Camat Wanukaka, Lukas L. Pewu,SH, mengatakan, kepengurusan Desa Siaga berjumlah sekitar 20 orang per desa. Para pengurusnya harus dikapasitasi atau dilatih agar mereka memahami apa yang harus mereka lakukan.
Sehubungan dengan perlunya mengaktifkan Desa Siaga dan pengembangan ke semua desa, Kepala Dinas Bappeda Kabupaten Sumba Barat, Titus Diaz,S.Sos,MM, mengemukakan, saat ini secara kebijakan kita memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kesehatan Ibu, Bayi, Balita dan Anak (KIBBA). Selain itu, di dokumen RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Sumba Barat juga ada indicator khusus terkait kesehatan ibu dan anak. Untuk mendukung tercapainya indikator ini, pemerintah juga menyediakan anggaran yang cukup untuk pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak. Yang perlu dilakukan saat ini, kata Kepala Bappeda adalah perlu melakukan analisis pemanfaatan anggaran yang ada. Apakah sudah tepat sasaran untuk mendukung kegiatan program ini. Jika ada yang tidak tepat sasaran maka kita perlu mendesain ulang bagaimana efektifitas penggunaan anggarannya. Hal lain yang akan dilakukan Bappeda adalah melakukan revisi dokumen RPJMDes. RPJMDes harus sinkron dengan RPJMD atau tidak boleh bertentangan. Jika RPJMDes tidak sinkron maka harus direvisi. Ia mencontohkan, jika RPJMD mengharuskan ada Desa Siaga maka wajib hukumnya dalam RPJMDes harus termuat dan harus tersedia anggaran untuk pelaksanaannya. Kepala Bappeda menyarankan agar Desa Siaga harus diaktifkan dengan terlebih dahulu melatih pengurusnya serta menyediakan anggaran untuk program dan kegiatannya.
Kepala Bappeda Sumba Barat juga menyampaikan terima kasih kepada Save The Children atas Sit An MNCHN ini. Melalui Sit An MNCHN ini kita mengetahui kondisi kesehatan ibu dan anak. Dengan demikian, kita bisa memperbaikinya. Ditegaskannya, berbagai program atau kegiatan yang dilakukan oleh Save The Children Sumba itu adalah programnya pemerintah daerah bukan program Save The Children. Dengan demikian, hal baik yang sudah dilakukan selama ini harus terus dilakukan walaupun di suatu saat Save The Children sudah tidak ada lagi di Sumba.
“Kehadiran Sponsorship ini mendukung pelaksanaan program pemerintah daerah. Apa yang dilakukan Save The Children itu adalah programnya pemerintah. Jadi, kita harus melakukan terus. Jangan sampai saat ada Save kegiatannya berjalan baik, nanti setelah Save tidak ada mulai tersendat dan malah tidak berjalan, “ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat, Drg. Bonar B. Sinaga,M.Kes, ketika membuka kegiatan diseminasi, mengemukakan, pentingnya semua pihak untuk mendukung program layanan kesehatan ibu dan anak. Dukungan harus diberikan sejak anak dalam kandungan hingga lahir dan sekolah. Jika anak sehat maka anak bisa belajar dengan baik. Agar anak sehat, di tingkat desa, pemerintah bisa mengaktifkan Desa Siaga sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Pengembangan Desa Siaga juga ditanggapi pihak Save The Children Sumba. Koordinator Program MNCHN, Apry Selwin Leokuna, mengemukakan, sudah sejak lama Pemerintah Provinsi NTT dengan dukungan dari berbagai pihak melakukan berbagai upaya untuk mempercepat penurunan kematian ibu, bayi dan balita melalui ”Revolusi KIA”, yang mengharuskan semua persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai. Salah satu upaya selain Revolusi KIA adalah melakukan pengembangan Desa Siaga yang berfokus pada strategi ”Menuju Persalinan Selamat”. Persalinan yang selama ini maksudnya adalah; Pertama, setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Kedua, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. Ketiga, setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran; akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Revolusi KIA.
MNCHN Dukung Program Kesehatan
Pada tahun 2018, setelah hampir lima tahun menerapkan sempat program di Sumba barat dan Sumba Tengah yakni Program PAUD, SD, Usaha Kesehatan Sekolah dan Pengembangan Remaja, saat ini program Sponsorship mulai menerapkan program utama lainnya yaitu Maternal New-born Child Health and Nutrition (MNCHN) serta akan mengintervensi Menstrual Hygiene Management (MHM) atau Manajemen Kebersihan Menstruasi (MHM). Implementasi MNCHN dan MHM ini sebagai bagian dari program School Health Nutrition (SHN). Kedua program ini memiliki hubungan yang kuat terkait dengan kesiapan remaja yang berusia 10-14 tahun, untuk menuju fase pubertas. Untuk anak perempuan, menstruasi adalah transisi mereka menuju kedewasaan, yang terlihat dan dapat menjadi penghalang bagi pendidikan.
Sponsorship Program Manager Save The Children Sumba, David Wala, mengemukakan, Sit An MNCHN akan bermanfaat bagi pihaknya untuk bisa mendesain program periode 2020 – 2024. Ia berharap melalui forum diseminasi semua peserta bisa memnerikan masukan untuk melengkapi hasil riset sekaligus bisa membantu pihaknya dalam merancang program di bidang kesehatan ibu dan anak.
Di bagian terpisah, Koordinator Program MNCHN, Apry Selwin Leokuna, mengemukakan, implementasi MNCHN mengacu pada konstelasi layanan dan praktik yang disampaikan dan digunakan untuk melindungi dan mempromosikan kehamilan yang sehat, persalinan, dan perawatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir, bayi dan anak-anak. Banyak layanan dan praktik yang secara langsung bermanfaat bagi ibu dan anak-anak mereka. Perilaku atau praktik sehat yang melindungi kesehatan dan gizi anak sering dilakukan di dalam rumah tangga dan dapat didukung oleh kampanye kesadaran masyarakat setempat. Ini adalah kombinasi dari ketersediaan dan penyediaan layanan berkualitas tinggi dan permintaan dari masyarakat untuk menggunakan layanan ini dan untuk mengadopsi praktik-praktik sehat, yang meningkatkan kelangsungan hidup ibu dan anak serta membantu anak-anak mencapai potensi pertumbuhan yang maksimal.
Sebagaimana data dari hasil Baseline Pengembangan Remaja program sponsorship menemukan bahwa 7% anak perempuan sekolah dasar berusia 10-12 tahun di Sumba Barat dan Sumba Tengah telah menstruasi. Anak perempuan sekolah dasar menerima sedikit atau tidak ada informasi tentang menstruasi di sekolah dasar dan karenanya tidak mengetahui atau tidak siap untuk perubahan yang mereka alami. Selain itu, praktik tradisional, dan mitos dapat menjadi penghalang bagi manajemen menstruasi yang higienis dan pertumbuhan selama masa remaja awal. Untuk mengatasi hambatan ini, program SHN berencana untuk mengimplementasikan intervensi MHM di Sumba Barat dan Sumba Tengah. Sebuah studi formatif tentang MHM akan membantu kita memahami praktik-praktik lokal sehubungan dengan MHM, dan WASH serta nutrisi, dan mengidentifikasi strategi program untuk mengatasi kesenjangan.
Dalam persiapan untuk mengimplementasikan program MNCHN dan MHM, kata Selwin, maka analisis situasi untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan bayi baru lahir telah dilakukan. Analisis situasi ini bertujuan untuk menangkap informasi yang memadai dan valid untuk tim sponsorship. Hasil analisis situasi ini akan membantu dalam pengembangan strategi dan kegiatan untuk desain dan implementasi program yang efektif. Oleh karena itu, hasil dari analisis situasional yang telah dilakukan, harus didistribusikan. Hasil dari analisis situasi ini dapat digunakan untuk menentukan design program dalam mengatasi masalah berdasarkan situasi yang sebenarnya. Sebagaimana diketahui, Analisa situasi MNCHN ini dilakukan oleh 2 orang konsultan yakni Dr. Yustina Yudha Nita, M.Sc, dan Yulius Suni, M.Sc. Hasilnya pun sudah dipaparkan kepada pemerintah Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat pada tanggal 25-26 Maret 2019. (sfn01)