ENDE, SUARAFLORES.NET,–Dalam Pemilu Legislatif 2019 kali ini, nama Petrus Selestinus,SH, (Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sangat ramai menghiasai berbagai halaman media lokal dan nasional. Petrus tampil beda dengan caleg-caleg lainnya yang fokus merebut suara. Dengan kekuatan advokatnya, aktivis hukum dan HAM kelas nasional ini tidak hanya mencari suara semata, ia malah gencar melakukan advokasi membela rakyat kecil yang dirampas hak-haknya. Menguasai bukti, fakta dan data, ia benar-benar membuktikan diri bahwa ia bukanlah pemain yang mudah disingkirkan dari pentas politik dan hukum di NTT.
Seperti diberitakan Suaraflores.net belum lama ini, Petrus tampil gagah berani dengan tim advokatnya mengadvokasi tanah warga Suku Paumere, Nangapanda, Kabupaten Ende seluas kurang lebih 6.000 Hektare yang dikuasai oknum TNI dan Satuan Brimob. Aksi Petrus ini mendapat dukungan penuh dari seluruh warga Suku Paumere yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah daerah. Petrus tidak hanya duduk manis di meja kantornya di Jakarta, ia terjuan langsung mendengarkan jeritan rakyat Paumere yang terancam. Ia datang ke kampung tersebut dan menyatu bersama warga, meskipun tekanan dan ancaman ia tidak peduli. Demi rakyat kecil yang dirampas hak-haknya, ia benar-benar ‘pasang badan.’
Selain melakukan advokasi tanah warga suku Paumere, Petrus juga gencar menyuarakan berbagai masalah, seperti terorisme dan korupsi yang masih tinggi menjerat leher rakyat miskin di NTT. Dalam sorotan media, sebagai Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus meminta aparat Polri dan TNI segera mengambil langkah antisipatif dan penindakan untuk membersihkan kaum radikal dan teroris yang “bergentayangan” di NTT seperti yang disampaikan Mendagri Tjahyo Kumolo bahwa di NTT kaum radikalis dan teroris bergentayangan.
Hal tersebut sebenarnya sudah disampaikan Petrus jauh-jauh hari. Pada bulan Mei 2018 tahun lalu, Ia sudah mengingatkan dan meminta pihak Kementerian Hukum dan HAM RI menarik dan menghentikan Nara Pidana Teroris yang dititipkan di Lapas-lapas NTT. Pasalnya, penitipan itu adalah bentuk lebih mendekatkan para teroris terhadap calon korban di NTT. Ia mendesak kementerian segera menghentikan kebijakan menitip Napi Teroris (Napiter) di Lapas di NTT dan menarik kembali 10 Napiter yang saat ini dititip di sejumlah Lapas di NTT untuk dipindahkan ke Jakarta atau Nusakambangan.
Selanjutnya, pada awal tahun 2019 lalu, Petrus tampil mengejutkan di tengah publik Sikka dengan membongkar kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transporatasi 35 anggota DPRD Sikka. Ia menuding Mantan Bupati Sikka, Drs.Joseph Ansar Rera dan Ketua Banggar DPRD Sikka, Drs. Rafael Raga, para Wakil Ketua dan 10 anggota Banggar DPRD Sikka berpotensi dimintai pertanggungjawaban pidana korupsi atau dijadikan tersangka dugaan korupsi dalam kasus mark-up tunjangan perumahan dan transport APBD TA 2018. Untuk itu, dia meminta Polres Sikka segera memanggil Rafael Raga dan Ansar Rera untuk diperiksa dalam kasus yang diduga merugikan APBD Sikka kurang lebih Rp1.632.000.000.
Di tengah-tengah kebekuan suara kritis aktivis dan para politisi, Petrus tampil bersuara keras agar para wakil rakyat yang diduga terlibat korupsi APBD 2018 diperiksa. Ia tidak perduli lagi dengan dukungan rakyat Sikka kepadanya dari partai-partai yang kadernya terlibat dalam kasus tersebut. Alhasil, perjuangannya membuahkan hasil. Meskipun proses hukum terhadap para wakil rakyat belum berjalan, namun anggaran tunjangan perumahan dan transportasi akhirnya dibatalkan Bupati Sikka walau terjadi perang seruh antara DPRD dan Bupati Sikka, Robi Idong. Bupati kemudian mengeluarkan kebijakan baru agar seluruh anggota dewan yang menerima uang tersebut harus mengembalikannya ke kas daerah sebesar 3,4 miliar rupiah.
Selain itu, ketika terjadi kisruh terkait proses seleksi anggota KPU NTT yang diduga sarat permainan meloloskan calon-calon yang tidak memenuhi sarat, Petrus ‘gesit menembak’ Ketua KPU RI. Ia mendesak KPU RI menghentikan proses seleksi para calon anggota KPUD NTT) yang Timsel. Gerakan Selestinus yang didukung dengan data dan fakta dari calon-calon anggota yang digagalkan bak gayung bersambut. KPU RI pun akhirnya menghentikan proses dan mengambil alih KPU NTT dan melakukan proses seleksi ulang. Permainan Petrus di garis rawan ini mendapat apesiasi dari berbagai kalangan terutama, putra-putri NTT yang gagal dalam proses seleksi yang sarat permainan.
Baca juga: 9 Aktivis LMND Terobos Parlemen Flores dan Lembata
Baca juga: 60 Persen Mahasiswa Sebut Ujaran Kebencian Pecah Belah Bangsa
Baca juga: Hewan Liar Serbu Kebun Kopi Hokeng, Pastor dan Anak Seminari Menderita
Selanjutnya, Petrus terus bersuara membela kepentingan para ASN atau Pengawai Negeri Sipil (PNS). Petrus bersuara keras di tingkat nasioanal melalui media –media nasional mendesak tiga menteri, yaitu Mendagri, Menpan-RB dan Kepala BKN RI untuk meninjau kembali atau mencabut SKB Nomor: 182/6597/SJ, Nomor : 15 Tahun 2018 dan Nomor :153/KEP/2018, tertanggal 13 September 2018. SKB tiga menteri tersebut menurutnya, tidak memiliki landasan hukum karena tidak ada putusan hakim yang memberi wewenang kepada kepada 3 (tiga) menteri tersebut untuk mencabut status kepegawaian ASN yang menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Aksi Petrus terus berlanjut. Di tengah-tengah makin maraknya serangan radikalime, terorisme dan intoleran, Petrus menggelar sebuah acara besar berjudul ‘Dialog Kebangsaan Jaga Nian Tana’ di kampung halamannya, Maumere, Kabupaten Sikka. Dalam acara yang dihadiri berbagai tokoh agama, tokoh masyarakat, partai politik dan ribuan warga ini, Petrus berpidato berapi-api tentang pentingnya nasionalisme, Pancasila, menjaga kebudayaan lokal, gerakan anti korupsi dan memberikan dukungan penuh kepada Calon Presiden dan Wakil Presiden Ir. Joko Widodo dan KH. Maruf Amin (Jokowi-Amin). Demikian selaksa gerakan politik dan hukum Petrus yang dirangkum Suaraflores.net beberapa pekan terakhir.
Optimis Lolos ke Kursi DPR-RI
Mengenai gerakan-gerakan advokasi yang menyerempet maut dan menabrak tembok aparat hukum di tengah musim politik 2019 ini, Petrus merasa tidak kwatir dan takut. Pasalnya, jika hak-hak rakyat kecil tidak dibela dan dilidungi siapa lagi yang akan pasang dada untuk membantu kaum tertindas yang susah memiliki dan apalagi menguasai akses kekuasan pemerintah dan aparat hukum. Ia mengaku, ia berani bersuara dan berjuang untuk rakyat kecil karena ia merasa sedih dengan kondisi kehidupan rakyat Flores dan NTT yang masih miskin dan korupsi dan ketidakadilan masih merajalela.
“Saya tidak perduli. Kalau kita tidak berani bela rakyat kecil yang susah dan tidak mendapatkan perlindungan hukum ya siapalagi mau berpihak pada mereka. Saya yakin banyak orang yang tidak mau mengambil resiko, apalagi sampai kehilangan suara dan kursi pasti orang tidak mau. Bagi saya kehilangan suara tidak apa-apa, yang penting saya bisa bela rakyat kecil yan terindas hak-haknya itu adalah kebahagiaan bagi saya karena telah melakukan yang terbaik bagi rakyat,” kata Petrus, Selasa (05/2/2019) melalui ponselnya.
Lebih jauh, Petrus mengaku sangat optimis meraih 1 kursi DPR-RI di dapil NTT I untuk mewakil rakyat Flores, Alor dan Lembata di Senayan, Jakarta. Pasalnya, Partai Hanura juga adalah partai yang sedang berkuasa di pemerintahan dan mendukung Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla serta kembali mendukung dan mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan Maruf Amin.
“Saya yakin bisa lolos ke kursi DPR-RI untuk melanjutkan perjuangan untuk membela kepentingan rakyat di DPR-RI. Kita butuh orang yang berani dan vokal bisa bermain di pentas politik senayan. Oleh karena itu, saya mengajak seluruh rakyat yang peduli dengan perjuangan kebenaran dan keadilan hukum mendukung Partai Hanura dan mencoblos Petrus Selestinus nomor urut 2. Jangan ragu dan jangan bimbang,” ajak Petrus. (bkr/sfn)