SUARAFLORES.NET,–Rencana pemindahan ibu kota negara Indonesia ke luar Pulau Jawa yang diluncurkan Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) mendapat sambutan dan tanggapan yang positif dari warga Indonesia. Warga menilai pemindahan ibu kota negara adalah ide revolusioner, brilian dan visioner dari Presiden Jokowi.
“Ide pemindahan ibu kota negara itu adalah ide yang revolusioner, briliant dan visioner dari Jokowi. Kita patut memberikan apresiasi kepada Jokowi yang sangat strategis untuk masa depan Indonesia,” kata Pengamat sosial politik dan budaya, Drs.Didinong Say, putra NTT yang sudah puluhan tahun menjadi warga DKI Jakarta ini, Senin (6/5/2019) di Jakarta.
Menurut Didinong Say, secara kasat mata ada tiga (3) hal penting yang terkait dengan ide cerdas dan briliant Jokowi ini, yaitu pertama, dari sisi daya dukung environmentalis (geografis, geologis, tata ruang, dan lain lain), wilayah Jakarta dan sekitar (Bodetabek) sudah tak mencukupi lagi untuk menampung dan memfasilitasi kehidupan dan berbagai aktivitas warga, komunitas, masyarakat, instansi dan lain-lain.
Menurutnya, rancangan asli pengembangan Kota Jakarta (urbanisasi) oleh Kolonial Belanda dahulu sudah tidak sampai pada kalkulasi dan antisipasi terhadap ledakan demografis, dan perubahan “fungsi” kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan menjadi sekaligus juga pusat kegiatan ekonomi dan lain sebagainya. Paling tidak, kata dia, di Jaman Belanda ada pengembangan wilayah lain secara spesifik, seperti Bandung, Semarang, Bogor, Surabaya, Malang, Makasar, sehingga tidak semuanya bertumpuk di Jakarta seperti kecenderungan saat ini.
Kedua, dari sisi politik, pemindahan ibu kota akan memberikan akselerasi perubahan dan kemajuan luar biasa bagi Indonesia sebagai suatu negara bangsa. Menurutnya, Indonesia akan berkembang menjadi suatu negara bangsa yang inklusif, terbuka, ekualis, rasionalis, terbebaskan dari beban emosional historis tentang dominasi dan subornasi,dan lain sebagainya. Selain itu, Pancasila sebagai pondasi negara akan lebih terwujud sila demi sila maupun keseluruhan. Demikian pula dengan cita cita Konstitusi UUD 45. Misalnya, rasa keadilan dan rasa persatuan, akan semakin kokoh karena selama ini masih terhambat oleh sekat sekat dominasi dan subordinasi peninggalan Sriwijaya dan Majapahit. Maka dengan demikian, potensi “balkanisasi” Indonesia menjadi suku suku kecil di Nusantara dapat terhindarkan secara strategis
Ketiga, lanjut dia, secara ekonomis, keberanian periferal seperti ini adalah kunci sukses pembangunan menuju kesejahteraan dan kemakmuran Indonesia. Teori Mao, “desa mengepung kota” atau sekarang ditransformasi menjadi membangun dari desa adalah strategi yang membuat USA menjadi New World atau China dari Tirai Bambu menjadi The Real Super Power saat ini.
Keempat, tambah dia, tentu saja ada “biaya” yang perlu ditanggung untuk policy ini. Biaya ini yang perlu dihitung dan dipertimbangkan secara matang dan seksama agar pindah ibu kota negara tidak sekedar persoalan fisik seperti orang pindah rumah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Mengenai alternatif ibu kota baru, menurutnya, Kalimantan paling tepat karena paling minimal resiko bencana alam, minim conflict interest, posisi di sentral, ketersedian lahan dan daya dukung sangat mencukupi. Namun dari sisi non rasional, kata dia, terkait tempat seperti hongsui, fengsui, sejarah dan perjuangan serta ikatan emosional lainnya mesti dipertimbangkan sebaik mungkin agar tidak menyesal di kemudian hari.
Pemerintahan Jokowi Sangat Serius
Untuk diketahui pekan lalu, Presiden Jokowi telah mencetuskan kembali ide atau wacana pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Wacana itu mendapat dukungan luas, meskipun suara-suara krisis pun bergentayangan di jagad media. Namun demikian, menurut Jokowi, rencana itu akan tetap dilaksanakan dengan serius karena pemerintah telah atau sedang melakukan kajian yang serius, baik lokasi ibu kota baru maupun biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru.
Berdasarkan kajian Bappenas, paling kurang 400 triliun lebih anggaran negara dibutuhkan. Menanggapi berbagai isu dan kritikan terkait wacana pemindahan ibu kota dinilai tidak serius (hanya pengalihan isu politik pilpres 2019), saat buka puasa dengan pimpinan lembaga tinggi negara di Istana Negara, Jakarta, 6 Mei 2019 kemarin, Jokowi kembali tegaskan bahwa wacana pemindahan ibu kota tidak main-main alias sangat serius.
“Pemerintah memiliki tekad dan keseriusan untuk mewujudkan wacana pemindahan ibu kota. Wacana tersebut sebelumnya telah dicetuskan sejak era Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Seokarno. Kita serius dalam hal ini karena sejak 3 tahun yang lalu sebetulnya telah kita bahas internal. Kemudian 1,5 tahun yang lalu kami minta Bappenas untuk melakukan kajian-kajian yang lebih detail baik dari sisi ekonomi, sosial-politik, dan dari sisi lingkungan,” katanya, seperti disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bay Mahmudin dalam keterangan tertulisnya kepada media, Senin.
Dalam acara yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Bambang Soesatyo, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayu, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial M Syarifuddin, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, dan Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar, Jokowi menjelaskan apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menjalankan wacana tersebut.
“Kami sudah menyiapkan ada tiga alternatif daerah yang sudah menyiapkan lahannya. Ada yang 80.000 hektare, ada yang sudah menyiapkan 120.000 hektare, ada juga yang 300.000 hektare yang telah disediakan meskipun belum kita putuskan yang mana yang ingin kita pakai,” papar Jokowi.
DKI Jakarta sendiri sebagai ibu kota negara Indonesia, kata Jokowi, memiliki wilayah seluas kurang lebih 66.000 hektare. Sehingga lahan yang kini sudah disiapkan di tiga alternatif daerah tersebut dirasa sudah lebih dari cukup untuk membangun sebuah kota yang dikhususkan bagi urusan pemerintahan. “Apa yang sudah tersedia ini lebih dari cukup kalau hanya dipakai sebagai ibu kota pemerintahan. Artinya ini tinggal memutuskan,” bebernya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan bahwa sebaran penduduk di Indonesia saat ini terpusat hanya di Pulau Jawa. Tercatat sekira 57 persen jumlah keseluruhan penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Pulau Sumatera didiami oleh kurang lebih 21 persen total penduduk. Sementara sisanya tersebar di pulau-pulau lainnya. Persoalan tersebut,kat dia, tentu harus mulai dipikirkan secara bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan dan pihak-pihak terkait.
Meski demikian, lanjut Jokowi, pihaknya akan terlebih dahulu berkonsultasi dengan lembaga-lembaga negara yang berkaitan. Sementara itu, terkait dengan anggaran yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru, ia juga menyampaikan bahwa pemerintah memiliki kesanggupan untuk menyediakan anggaran yang dibutuhkan. Ia mengaku telah telah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat soal anggaran tersebut.
KSP Undang 4 Kepala Daerah
Menindaklanjuti keseriusan pemerintah, Kantor Staf Presiden (KSP) residen mengundang 4 kepala daerah yang daerahnya berpotensi untuk menjadi calon ibu kota baru Republik Indonesia. Kegiatan tersebut digelar dalam suatu diskusi media di Gedung Bina Graha, Jakarta, 6 Mei 2019.
Keempat kepala daerah yang diundang dalam diskusi adalah Gubernur Sulawesi Barat Andi Ali Baal Masdar, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, dan Gubernur Kalimantan Timur yang diwakili oleh Pejabat Bappeda Kaltim Yusliando. Selain keempat kepala daerah, hadir juga Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang memaparkan kajian Bappenas terkait rencana pemindahan ibukota negara.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam kesempatan terpisah telah mengatakan bahwa Presiden Jokowi ingin melihat perkembangan kajian yang dilakukan oleh Bappenas. “Keputusan itu berdasarkan kajian dan juga pandangan dari luar. Presiden juga ingin masukan dari publik. Pembuatan keputusan kan perlu input dari luar,” ujar Moeldoko.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam diskusi tersebut memaparkan kriteria-kriteria ideal yang akan dipilih sebagai ibukota baru. Ia menjelaskan bahwa pemindahan ibukota merupakan bagian dari pengembangan wilayah metropolitan di Indonesia menuju Indonesia Sentris. Ia menjelaskan juga bahwa Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis dan keuangan.
“Pertama lokasinya harus strategis berada di tengah-tengah wilayah Indonesia. Juga tersedia lahan yang luas, serta bebas dari bencana seperti gempa bumi, gunung berapi, banjir, kebakaran hutan, dan sebagainya,” papar Bambang.
Ia menambahkan, lokasi ibukota baru juga harus memiliki sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan, dekat dengan kota eksisting, dan tidak memiliki risiko potensi konflik sosial serta memiliki budaya terbuka terhadap pendatang. Yang tidak kalah penting menurut Bambang, lokasinya memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan nasional.
“Ibukota baru nantinya dari sisi jumlah penduduk ada dua skenario. Pertama ibukota dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, dan skenario kedua dengan jumlah penduduk sekitar 870 ribu jiwa,” ujarnya. Dengan rencana tersebut, pengembangan wilayah baru di Indonesia tidak lagi hanya bertumpu di Pulau Jawa yang daya dukungnya semakin terbatas..
Gubernur Sulawesi Barat Andi Ali Baal Masdar menyatakan, Sulawesi Barat memiliki keunggulan dari sisi ketersediaan lahan yang dibutuhkan untuk membangun ibukota baru. “Termasuk daya dukung yang disyaratkan misalnya ketersediaan air, bebas bencana, dan sebagainya,” kata Gubernur Sulbar.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor mengatakan, Kalimantan Selatan juga sudah menyiapkan lahan yang dibutuhkan apabila Pemerintah Pusat menetapkan Kalsel sebagai calon ibukota baru. “Kami membayangkan, seandainya ibukotanya ada di Kalsel, lokasinya nanti dilatarbelakangi oleh Pegunungan Meratus dan sekaligus dapat melihat pantai di kejauhan,” katanya.
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran menjelaskan, wilayahnya memiliki semua prasyarat yang diminta oleh Pemerintah Pusat sebagai calon ibukota baru. “Kami sudah menyiapkan tiga wilayah kabupaten di Kalteng yang memenuhi kriteria sebagai ibukota baru Republik Indonesia. Apalagi, dulunya Bung Karno pernah membayangkan masa depan Indonesia itu ibukotanya ada di Kalimantan Tengah,” katanya.
Kalimantan Timur juga sudah menyiapkan wilayah pesisir timur Kalimantan sebagai calon unggulan apabila dipilih sebagai ibukota negara yang baru. “Pilihan wilayah tersebut juga menegaskan Indonesia sebagai negara maritim,” papar Yusliando, pejabat Bappeda Kalimantan Timur.
Semua Kepala Daerah juga menyatakan kerelaan dan kesiapannya apabila wilayahnya tidak terpilih sebagai lokasi ibukota baru, mengingat keputusan untuk menentukan lokasi ibukota baru tersebut adalah pilihan terbaik untuk Indonesia. “Kami siap mendukung, di manapun keputusan Presiden Jokowi untuk menetapkan ibukota yang baru nantinya, karena keputusan tersebut pasti merupakan keputusan yang terbaik,” ujar para Gubernur tersebut kompak. (bkr/sfn/sp/ksp)