Polri dan TNI Dinilai Resahkan Warga Lamaluo Yang Tolak Sumber Mata Air ke Ile Boleng

by -72 Views

LARANTUKA, SUARAFLORES.NET,–Warga Lamaluo, Desa Horowura tetap bersikap tegas menolak Mata Air Waikesi ke Ile Boleng. Pasalnya, selain sumber mata air ini sedang dinikmati warga Horowura dan Kota Waiwerang, juga berpotensi mengancam deposit debit air ketika diambil lagi ke Wilayah Ile Boleng.

Warga juga resah dengan kehadiran aparat Polisi dan TNI beberapa hari lalu dalam pertemuan dengan Tuan Tanah Horowura, Simon Ola Guna di Dusun Niwak, Hoko Horowura terkait permintaan Air Waikesi ke Ile Boleng. Demikian penegasan Rofinus Wayon, Warga Dusun Lamaluo, Horowura, saat dikonfirmasi Suara Flores.Net melalui sambungan telepon, Selasa, (5/02/2019) pagi.

Menurut Rofinus, pihaknya merasa resah tapi juga heran dengan kehadiran unsur aparat keamanan Polri/TNI dalam urusan tentang sumber mata air Waikesi Lamaluo yang mau diambil oleh kontraktor pelaksana proyek air bersih Ile Boleng senilai Rp10 M itu. Padahal, sumber mata air sedang dinikmati warga Horowura dan Waiwerang, tanpa ada masalah.

“Terus-terang, kami pantas resah. Memang, kami tidak mau beri air itu ke Ile Boleng dan Pak Camat Adonara Tengah juga tahu itu. Tapi kenapa tiba-tiba ada yang bawa polisi dan tentara datang untuk bertemu Tuan Tanah Horowura, Bapak Simon Ola Guna yang bukannya di Desa Kami Horowura, tapi malah di Desa Hoko Horowura, Dusun Niwak yang bukan Desa pemilik Sumber mata air,”pungkasnya, serius.

Ia bahkan  mempertanyakan apa urusannya polisi dan tentara dengan soal sumber mata air Waikesi dalam proyek air bersih Ile Boleng itu yang tolak warganya.

“Sekali lagi, kenapa mesti bawa polisi dan tentara. Pemerintah maupun kontraktor pelaksana jangan coba-coba takuti kami, karena kami tetap tolak untuk berikan air itu apapun alasannya,”sergapnya lagi.

Baca juga: Proyek Perpipaan Wainoret Hambat Proyek Air Ile Boleng

Baca juga: Masyarakat Ile Boleng: Bupati Anton, Kami Butuh Air

Ditanya, apakah sikap ini juga sudah dinyatakan ke Tuan Tanah, Rofinus secara terang nyatakan, terkait pertemuan dengan Tuan Tanah memang belum dilakukan pasca hadirnya Polisi dan TNI, namun pihaknya pasti akan bertemu untuk nyatakan sikap bersama. Meskipun unsur pemerintah desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) terkesan mendukung agar  sumber mata air itu diberikan ke Ile Boleng.

Situasi ini mendapat tanggapan serius, Wakil Ketua DPRD NTT, Alex Ofong,S.Fil saat dihubungi Suara Flores.Net. Ia meminta agar persoalan ini mesti diurus dengan pendekatan persuasif. Tidak boleh ada unsur paksaan. Sikap warga yang menolak juga harus didengar dan dihargai.

“Hadirnya Polisi dan TNI itu diharapkan semata-mata untuk pendekatan kohersif sekedar mengantisipasi suasana jikalau ada hal-hal yang tidak diinginkan muncul. Bukan untuk menakut-nakuti warga. Ia juga meminta warga tetap tenang. Jangan takut dan tetap tenang hadapi situasi ini,”pesannya kepada Warga Desa Horowura.

Alex Ofong bahkan mencontohkan, Presiden Jokowi saja harus berulang kali turun bertemu warga jikalau berurusan dengan masalah mereka.

“Nah, mestinya urusan sumber mata air ini sudah harus selesai sebelum sebuah proyek air dilelang. Ini harus menjadi tugas DPRD Flotim untuk bersikap,”katanya lagi.

Ia bahkan berharap agar aparat penegak hukum bisa bersikap untuk memastikan agar keberadaan proyek senilai Rp10 M yang dibiayai APBD Flotim 2018 menjadi lebih jelas, apakah masih bisa dilanjutkan atau tidak.

Untuk diketahui, Proyek Air Bersih Ile Boleng senilai Rp10 M diluncurkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Flotim tahun 2018 dengan sistem kontrak tahun tunggal. Kontraktor pelaksananya, Seorang Warga Ile Boleng, Desa Niha One, Piet Dosi dengan menggunakan Kuasa Direktur, PT.GNA, asal Ende.

Proyek ini awalnya menggunakan sumber mata air Waitahik dalam dokumen kontrak, tapi dalam perjalanan, Mata Air Waitahik bermasalah dan tidak diijinkan lagi oleh warga tuan mata air. Berulangkali dilakukan pendekatan, bahkan Bupati-Wakil Bupati Flotim, Anton Hadjon-Agust Boli pernah turun memediasi di Desa Lite, tapi tetap ditolak warga.

Kedua pemimpin Flotim ini pun terus dibuat pusing hingga kini untuk menemukan titik mata air yang pasti. Padahal, proyek raksasa pertama sejak Anton Hadjon-Agust Boli untuk orang Ile Boleng itu sudah habis tahun anggarannya. (Roberth/SFN)