KUPANG, SUARAFLORES.COM,-Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menetapkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk meningkatkan gizi anak-anak di seluruh di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk mendukung program tersebut selain dengan anggaran RP71 trilunan dari APBN juga telah dibentuk Badan Gisi Nasional (BGN) untuk melaksanakan program tersebut. Menyambut baik program MBG ini warga di daerah sangat gembira karena Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gribran Rakabuming Raka sangat peduli terhadap anak-anak anak Indonesia untuk mewujudkan generasi yang sehat, cerdas dan kuat bebas dari stunting. Sejak awal Januari 2025, program MBG telah dimulai di sekolah- sekolah Indonesia, termasuk di Kupang, NTT.
Bagi warga miskin yang berekonomi lemah, program ini bukan saja menjadi kabar gembira tetapi juga menjadi “Malaikat Penolong” bagi pertumbuhan anak- anak di daerah tertinggl, terpencil dan terluar yang kurang mendapat perhatian makanan, terutama terkait pola makan bergizi yang selama ini tergantung pendapatan orang tua. Kalau orang tuanya berpendapatan cukup maka makan minumnya teratur, tapi kalau pendapatannya tak menentu, maka pola makan minum bergizi anak anak pasti terganggu.
Menurut pegiat pertanian NTT, Ir. Oswaldus, M.Si, pelaksanaan Program MBG ini tentunya sangat membutuhkan ketersediaan pangan yang sangat banyak, seperti sayuran, buah, daging, ikan, telur, beras dan lain sebagainya. Tanpa dukungan pasokan pangan program ini ke depan (5 tahun) bisa terganggu. Pasalnya, setiap hari selama 5 tahun, seluruh siswa Indonesia pada jam yang sama mendapatkan makan gratis. Pasti kebutuhan pangan itu sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan makan anak setiap hari.
Pertanyaan warga saat ini, kata Oswaldus, dari manakah semua kebutuhan pangan yang menjadi sumber utama untuk kelancaran program MBG ini? Apakah sepenuhnya seluruh kebutuhan pangan dipasok dari luar daerah atau bersumber dari ladang-ladang atau kebun- kebun petani ? Kalau seluruh kebutuhan pangan bersumber dari luar , maka program ini tidak sepenuhnya bermanfaat atau berdampak bagi para petani NTT karena uang negara yang siapkan untuk membeli kebutuhan pangan lari ke luar negeri. Tetapi kalau pemerintah benar- benar menggunakan anggran tersebut untuk membeli seluruh produksi pertanian rakyat Indonesia, seperti beras, sayur, buah, tempe tahu, ikan, daging ayam, daging sapi, telur dan lain-lain, dampaknya sangat besar bagi peningkatan produksi pertanian dan pendapatan ekonomi petani Indonesia.
“Program MBG yang digalakan pemerintah sangat bagus dalam meningkatkan gisi anak anak sekolah di NTT untuk peningkatan sumber daya manusia ( SDM) yang berkualitas di masa depan. Untuk itu program ini harus didukung oleh semua pihak karena bertujuan mulia demi masa depan generasi muda yang cerdas dan terampil. Selain berdampak bagi ana anak didik, program MBG juga berdampak besar bagi seluruh petani di NTT yang bisa saja sebagian dari mereka adalah orang tua dari para siswa yang mendapatkan MBG,” terang Oswaldus, mantan anggota DPRD NTT 2 periode ini, Rabu (12/1/2025) di Kupang.
Dikatakannya, dampak langsung bagi para petani, dengan adanya program MBG dapat meningkatkan hasil usaha pertanian mereka. Para petani sebagai penyedia pangan dapat menjual produksi pertanian mereka seperti sayur, buah, ikan daging, telur susu, tempe ,tahu dan lain lain. Jadi, program ini sangat memacu para petani untuk memproduksi bahan makanan yang berkualitas baik dan bahkan premium.
“Khusus untuk petani yang mengusahakan padi dan palawija serta hortikultura, ini merupakan peluang untuk meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Tentu proses produksi menjadi bagian yang sangat penting untuk menghasilkan bahan pangan yang berkualitas premium. Disamping itu, para peternak ayam baik pedaging maupun telur serta peternak sapi yang akan mensuplay daging sapi dan susu, program ini memberikan peluang usaha dan multiplier effect yang dapat meningkatkan pendapatan para peternak,” katanya.
Selanjutnya, kata Oswaldus, para nelayan yang akan menyediakan ikan juga masuk dalam rantai pemasaran yang saling menguntungkan dari hulu hingga hilir. Out put dari rantai permintaan dan penawaran tersebut ada lah meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang diterima atau dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
“Kita berharap kehadiran program ini terus berjalan lancar ke depan. Dan petani kita harus dapat meningkatkan produksi pertaniannya untuk meningkatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, kita juga berharap pemerintah daerah harus mendorong, menyiapkan dan memfasilitasi para petani NTT dengan berbagai fasilitas bibit dan pupuk organik yang memadai,” ujarnya.
Anggaran Besar untuk Petani
Untuk diketahui, demi mendukung pelaksanaan program MBG, Pemerintahan Prabowo Gibran tidak main-main. Kurang lebih Rp71 Triliun APBN digelontorkan untuk MBG. Lalu bagaimanakah masyarakat petani yang mayoritas berada di desa- desa harus digerakan agar anggran ini dapat diperoleh untuk menyiapkan kebutuhan pangan mendongkrak program MBG? Tentunya pemerintah dalam hal ini kementerian, badan dan lembaga terkait telah menyiapkan strateginya.
Mengutip pendapat Menteri Pertanian, Amran Sulaiman dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI di Senayan Jakarta belum lama ini, memaparkan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyiapkan anggaran senilai Rp700 miliar untuk mendukung Program MBG yang bergulir mulai awal Januari 2025. Mentan, Andi Amran Sulaiman Seperi dilansir Bisnis.ckm, mengatakan, anggaran yang besar ini dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) untuk mempersiapkan bahan baku program MBG yang diusung Presiden Prabowo Subianto. Kementan akan meminta Ditjen Hortikultura dan Ditjen PKH untuk berkolaborasi dengan Kementerian Desa guna mendukung program MBG ini.
Pemerintah Daerah Harus Bergerak Cepat
Menurutnya, Anggaran yang sudah di untuk Peternakan dan Hortikultura kurang lebih sebesar Rp400-an miliar, dan untuk Peternakan Ayam sekitar Rp300-an miliar. Jadi semuanya Rp700-an miliar. Untuk mewujudkan itu, Mentan menegaskan akan berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam hal pendistribusian bahan baku program MBG, melakukan pendampingan, hingga membelikan bibit ternak dan hortikultura. Amran menambahkan bahwa Kementerian Desa juga ikut menggelontorkan sekitar Rp16 triliun dari total anggaran dana desa senilai Rp71 triliun.
Dana ini akan digunakan untuk mendukung kemandirian pangan desa pada 2025. Adapun, alokasi dana desa ini setara dengan 20% untuk ketahanan panga. Kementan sendiri juga menganggarkan dana untuk mendukung swasembada pangan yang menjadi prioritas negara. Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IV dengan Menteri Pertanian di Parlemen DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2024) lalu, Amran mengungkap bahwa Kementan mendukung program makan bergizi. Rinciannya, melalui kegiatan pekarangan pangan bergizi dengan anggaran yang dialokasikan Rp413,67 miliar pada 2.500 desa. Kegiatannya melalui bantuan benih, sayuran, buah, ayam petelur, dan bantuan ubi jalar dan lain sebagainya.
Dari anggaran itu, terang dia, Ditjen Tanaman Pangan melalui bantuan ubi jalar dengan volume 1.500 hektare ubi jalar. Dengan anggaran yang dialokasikan adalah Rp7,43 miliar. Kemudian, Ditjen Holtikultura berupa bantuan benih sayur dan buah dengan volume 2.500 desa. Alokasi yang digelontorkan adalah Rp206,44 miliar. Serta, Ditjen Peternakan dan Keswan berupa bantuan ayam petelur yang volumenya mencapai 600.000 ekor dengan alokasi Rp199,8 miliar.
Petani NTT Tangkap Peluang Emas
Bagaimanakah petani Indonesia, secara khusus petani di NTT menangkap peluang anggran besar MBG yang digelontorkan ke NTT ini? Menurut tokoh politik perempuan Partai Golkar NTT, Frouke Rebo Bhubu, para petani tentunya tidak bisa bekerja sendiri, tetapi tentunya ditentukan oleh bagaimana pemerintah daerah, baik gubernur dan para bupati dan dinas dinas teknis terkait mengimplementasikan program ini dengan mempersiapkan sumber daya para petani, pendampingan dan pengawasan, mempersiapkan lahan lahan pertanian serta memberikan bantuan bantuan bibit semaksimal mungkin agar para petani mampu memproduksi secara aktif dan masif seluruh kebutuhan pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi target kebutuhan pangan guna menyukseskan program MBG di seluruh NTT.
“Kehadiran Progam MBG ini bagi daerah agraris seperti NTT, sesungguhnya memberikan dampak yang sangat strategis. Selain memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah fokus membangun pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan, juga langsung menyentuh para petani yang selama ini mungkin belum diberikan keselamatan atau peluang lebih luas untuk fokus mengembangkan usaha pertanian. Untuk itu, keterlibatan para petani sebagai ujung tombak kesiapan pangan sangat menentukan suksesnya program MBG,” kata Frouke Rebo saat ditemui suaraflores.com di Bogor, Jawa Barat pekan lalu.
Dikatakan Frouke Rebo, cara para petani NTT untuk menangkap peluang emas uang dari anggaran MBG, yaitu bagi seluruh petani yang selama ini telah mengembangkan usaha di bidang pertanian, peternakan dan perikanan harus makin giat lagi meningkatkan usaha pertaniannya. Dengan adanya dukungan anggran pemerintah , maka semakin muda dan semakin cepat dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Sementara itu, bagi para petani yang masih tertidur, termasuk para petani muda ( milenial) petani perempuan atau ibu- ibu rumah tangga, ini menjadi momentum mula bangkit dan bergerak mengolah lahan lahan yang belum di garap untuk menanam beragam tanaman sayuran buah- buahan, kacang- kacangan, budidaya ikan air tawar, beternak ayam dan lain sebagainnya.
“Nah, apabila warga tani tidak pro aktif, maka sudah pasti selama 5 tahun ke depan kita hanya akan menjadi penonton saja. Program MBG yang dikucurkan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming ini akhirnya hanya bermanfaat bagi para warga tani di daerah lain ( di luar NTT) karena pasokan pangan untuk MBG semua berasal dari luar daerah, bukan dari para petani NTT. Anggaran besar yang disiapkan pemerintah ini harus dimanfaatkan para petani dan para pedagang di NTT jangan sampai semuanya lari ke daerah lain karena kita tidak siap,” tegas Frouke Rebo.
Menurut politisi perepuan asal Sumba Timur ini, petani- petani NTT sangat mampu untuk menangkap peluang emas program MBG ini. Pasalnya, pertama, berbeda dengan Pulau Jawa, para petani di NTT masih memiliki lahan tidur dan pekarangan yang sangat luas yang belum digarap. Kedua, di era Presiden Jokowi dan Menteri Basuki Hadimuljono, telah dibangun 7 buah waduk dan bendungan besar ribuan embung, sumber bor dan sebagai sumber daya air ( SDA) yang sangat memadai untuk membangun pertanian dan peternakan. Seluruh bendungan yang baru bila ditambah lagi dengan bendungan bendungan yang telah lama berfungsi, maka sumber- sumber air setidaknya sudah memenuhi. Ketiga, telah terbangun pula daerah- daerah irigasi di kawasan-kawasan pertanian untuk mengalirkan air ke lahan- lahan warga.
Petani Perempuan NTT berkembang
Menurut Frouke, program MBG, tidak saja memberikan peluang usaha bagi para petani laki- laki yang konon menjadi tulang-punggung ekonomi keluarga, tetapi juga memberikan ruang besar bagi peningkatan usaha pertanian bagi kaum perempuan, baik kaum ibu rumah tangga, kata janda maupun kaum remaja putri. Mengingat kebutuhan akan bumbu- bumbu dapur yang relatif tinggi dalam menyajikan pagan bergisi bagi anak- anak sekolah, maka peluang usaha pertanian yang bisa dikembangkan oleh kaum perempuan adalah bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, lengkuas, sereh, kemangi, daun padan, merica, ketumbar, dan lain-lain. Beragam komoditas rempah- rempah ini sangat mudah dikelolah oleh kaum perempuan karena bisa ditanam di pekarangan rumah.
Dikatakannya, kebutuhan akan rempah-rempah sebagai penikmat hidangan sehari- hari sangat tinggi karena tak terpisahkan dengan lauk pauk yang lainnya. Sayur tak mungkin tanpa, bawang merah dan bawang putih, telur tak mungkin tanpa bumbu,ikan, daging tak mungkin tanpa garam dan lain lainnya.
“Jadi, kehadiran Program MBG ini sangat mendukung usaha pertanian rempah-rempah bagi kaum petani perempuan atau ibu-ibu rumah tangga. Kebutuhan bibit rempah- rempah dasar ini tidak terllau sulit ditemukan di NTT. Apabila didukung lagi dengan anggran yang dikelolah pemerintah desa atau dinas pertanian maka usaha ini akan makin berkembang untuk menjawab kebutuhan pangan program MBG dan kebutuhan pangan warga sehari-hari,” tandasnya. (kornelius moa nita /sfc)