“Sebagai anggota masyarakat yang taat hukum dan dalam kapasitas saya sebagai seorang Rohaniwan Katolik yang selalu mendengar dan mendampingi banyak hal termaksud dari umat yang datang kepada saya karena rasa ketidakadilan, saya perlu menyampaikan surat ini, atas rasa duka dan prihatin saya terhadap proses hukum (penuntutan) yang dibacakan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Batam, Samuel Panggaribuan, pada sidang lanjutan kasus tindak pidana perdagangan orang untuk terdakwa J. Rusna dengan register perkara No. 890/Pid.Sus/2018/PN Btm,” tulis Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, rohaniwan Katolik yang bertugas pada Gereja Katolik Kerahiman Ilahi Batam yang diterima SuaraFlores.Net, (1/2/2019).
BATAM, SUARAFLORES.NET — Pada Selasa (29/1/2019) di pengadilan negeri Batam, telah dilangsungkan sidang lanjutan (pembacaan tuntutan) perkara tindak pidana perdagangan orang dengan terdakwa J. Rusna. Sidang ini bernomor perkara 890/Pid.Sus/2018/PN Btm, dengan Jaksa Penuntut Umum Samuel Panggaribuan.
Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus sangat heran ketika mendengar putusan tersebut. Bagaimana mungkin Jaksa bisa mengajukan tuntutan untuk pelaku utama tindak pidana perdagangan orang hanya dengan tuntutan 1 tahun 6 bulan, dan bahkan mengabaikan sama sekali Undang-undang tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjadi isi dakwaan. Menurut Romo Pascall, hal ini sangat tidak adil bagi pihak korban dan sangat mencederai “rasa” keadilan ditengah maraknya usaha memberantas tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di Batam.
Romo Pascall menjelaskan bahwa kasus ini melibatkan dua orang terdakwa. Pertama adalah Saudara Paulus Baun Alias Ambros yang adalah pekerja lapangan dari saudari J. Rusna dan Ia sudah dituntut jaksa 4 tahun penjara dengan menggunakan Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang no. 21 tahun 2007 dan pula diputuskan 4 tahun penjara oleh majelis hakim. Tetapi, untuk pelaku utama J. Rusna, tuntutan jaksa menjadi berbeda. Baginya, hal ini sangat ganjil dan membingungkan. Bahwa untuk seorang pekerja lapangan dituntut 4 tahun penjara, dengan UU TPPO, tetapi untuk pelaku utama malah dituntut 1 tahun dan 6 bulan, dengan UU Perlindungan anak. Ada apa kejaksaan?
“Kok bisa begini. Seorang pekerja dituntut dengan masa tahanan lebih besar atau lebih dibandingkan dengan seorang pelaku utama. Perbedaan dan keganjilan ini membuat saya cemas. Mengingat bahwa terdakwa adalah pemain lama yang selama ini tidak pernah bisa dijerat hukum walau sering bermasalah,” ujar Romo Pascall dalam suratnya yang dikirim Gabriel Goa selaku Direktur Lembaga Hukum dan Ham PADMA Indonesia, (1/2).
Baca juga: Jenaza TKI Asal NTT Bertambah Lagi Diakhir Tahun 2018
Baca juga: Pemerintah NTT Bertekad Akhiri Peti Mati TKI
Baca juga: Jimi Sianto Tantang Jokowi Tembak Mati Para Calo TKI
Ia mengatakan, selain itu terdakwa juga adalah saudari kandung pengusaha kaya raya di Batam yang memiliki hubungan dekat dengan aparat penegak hukum.
Sebagai seorang Imam, lanjut dia, pihaknya memiliki tanggung jawab moral untuk meminta instansi kejaksaan memeriksa jaksa (Kejaksaan Negeri Batam juga kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau). Bahwa ada dugaan ada pihak yang bermain dengan terdakwa.
“Sebagai seorang imam dan masyarakat saya merasa sangat terluka dengan tuntutan jaksa yang seharusnya tidak membeda-bedakan terdakwa dan menjadi sandaran para korban. Ini sangat melukai hati korban dan pula masyarakat pada institusi Kejaksaan yang sangat kita cintai ini,” tegasnya.
Namun demikian, pihaknya menaruh hormat pada Institusi ini, tapi tidak untuk perilaku oknum yang mempertontonkan ketidakadilan pada korban, juga pada masyarakat. Bahwa di tengah perang tindak pidana perdagangan orang, kejahatan kemanusiaan yang serius dan terorganisir, semestinya didukung penuh oleh instansi Kejaksaan.
“Saya bangga pada kejaksaan yang semakin profesional dalam menjalankan tugasnya menegakkan hukum bagi seluruh masyarakat dan negara ini dari tindak kejahatan, terutama tegaknya keadilan dan hapusnya tindak pidana perdagangan orang,” tandasnya.
Surat Keprihatinan ini ditujukan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Kejaksaan Agung Republik Indonesi di Jakarta. Surat dengan judul “Surat Keprihatinan” dikirim dengan tembusan kepada Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (sfn02).