MAUEMERE, SUARAFLORES.NET—Memburu para saksi hidup terkait kedatangan Bung Karno di Maumere, Kabupaten Sikka tidaklah mudah. Pasalnya, banyak pelaku sejarah yang menyaksikan langsung kunjungan Sang Prokalamator Kemerdekaan Indonesia ini sudah banyak yang meninggal dunia. Selain itu, berbagai dokumen sejarah di NTT juga sangat terbatas memuat tulisan kunjungan Bung Karno di Maumere, kecuali Majalah Bentara yang masih tersimpan rapi di Perpustakaan STFK Ledalero, Flores.
Dalam pertemuan dengan beberapa saksi hidup yang masih segar ingatannya, seperti mantan Bupati Sikka, Drs. Paulus Moa, Suaraflores.net mendapatkan informasi berharga seputar kunjungan Bung Karno ke Maumere, terutama teks proklamasi yang digubah dalam bentuk lagu yang dibawakan paduan suara siswa-siswa SMP Taman Pendidikan Ilmiah (Tampil) dan SMP Yapenthom Maumere.
Paulus Moa yang kini berusia kurang lebih 70-an tahun ini, mengaku pernah menyaksikan kedatangan Bung Karno di Maumere. Ia mengaku bahwa kurang lebih pada tahun 1954 warga Kota Maumere menyambut Soekarno di Lapangan Udara Wai Oti. Dikisahkannya, waktu itu rombongan Soekarno disambut dengan tarian dan nyanyian oleh siswa-siswi SMP Yapenthom Maumere yang ketika itu dipimpim Kepala Sekolah Yeremias Pareira (almarhum). Yeremias Parera adalah ayah kandung dari politisi PDIP, Andreas Hugo Parera.
Terang Paulus Moa mengenang, waktu itu dirinya sebagai salah satu siswa yang turut dalam anggota paduan suara menyanyikan lagu Proklamasi. Ceritanya, naskah proklamasi digubah menjadi lagu oleh guru bahasa Inggris SMP Yapenthom, Stanislaus Bao Arat (Almarhum). Bersama kawan-kawannya, mereka menyambut Soekarno di lapangan udara bersama para guru, pemerintah (kerajaan,red) dan tokoh masyarakat. Kehadiran Soekarno disambut gembira seluruh lapisan masyakat.
“Waktu itu saya di bangku SMP. Saya bersama teman-teman terlibat dalam paduan suara. Saya ingat betul Soekarno disambut lagu proklamasi di Lapangan Udara Waioti,” kisah salah satu mantan politisi Partai Golkar ini ketika ditemui di Maumere.
Baca juga: Kisah Para Tokoh tentang Kunjungan Soekarno di Maumere
Baca juga: Dikala Bung Karno Tepuk Bahu Si Tukang Kayu dari Iligai
Cerita Paulus Moa, tak jauh berbeda dengan kisah yang dituturkan Fransiskus Xaverius Babanong. Ketika Bung Karno datang Babanong telah menjadi guru SMP Tampil yang berdinding bambu dan dahan kelapa. Sebelum meninggal dunia 7 tahun lalu, Babanong kepada Suaraflores.net di Kupang mengisahkan kisah kedatangan Bung Karno yang disambut dengan lagu proklamasi. Babanong juga sangat menghafal lagu itu dan menyanyikannya dengan semangat tinggi.
Menurut Babanong, Bung Karno ketika mendengar lagu itu terkagum-kagum karena belum pernah ada di Indonesia orang menggubah teks proklamasi menjadi sebuah lagu yang dinyanyikan dengan paduan suara. “Sekali lagi,” kata Bung Karno ,” ungkap Frans Babanong 7 tahun silam di kediamannya setelah berhenti dari DPRD NTT. Sayang, politisi Partai Katolik, PDI dan PDIP ini sudah meninggal di usia yang ke-76 (7 tahun silam). Dengan demikian, banyak kisah kesaksiannya tidak sempat diceritakan.
Meski telah meninggal, Babanong yang adalah seorang guru dan mantan kepala sekolah ini sering menyanyikan lagu proklamasi kepada anak-anaknya untuk mengenang kedatangan Bung Karno di Maumere. Salah satu anaknya yang masih hafal lagu proklamasi sampai saat ini adalah Frederikus A Maro. Frederik kini tinggal di Kupang dan bekerja sebagai buruh bangunan.
Seorang Tokoh Pendidikan Kabupaten Sikka, Hilarius Moa mengatakan, Soekarno pernah berpidato di lapangan terbang Waioti pada tahun 1957. Waktu itu, ia sedang mengeyam pendidikan di Ledalero untuk menjadi pastor. Saat Soekarno hendak datang, pihak Ritapiret (Sekolah Pastor,red) pun diundang. Frater Hilarius Moa dan Frater Pede da Gomez diberi kesempatan untuk menghadiri undangan. Frater Pede telah menjadi Romo dan tertua (81 tahun) di Ritapiret saat ini. Hilarius menjadi pensiunan guru PNS lintas sekolah di Kabupaten Sikka. Walau begitu, Hilarius tak ingat isi pidato yang disampaikan Soekarno kala itu.
Soekarno minta rakyat harus kerja keras!
Eugenius Paceli Da Gomez (EP da Gomez), saksi sejarah Soekarno yang masih hidup menyebut bahwa Bung Karno sebanyak 3 kali menginjakan kaki di Kabupaten Sikka. Pertama pada tahun 1950 atau ketika ia duduk di kelas 2 Sekolah Rakyat di Lela. Kedua, pada tahun 1954, ketika ia berada di bangku SMP kelas 1 SMP Yapenthom Maumere, dan kali ketiga pada tahun 1957, ketika ia duduk di bangku SMA Suradikara Kota Ende.
“Waktu itu saya masih kecil. Saya saksikan Soekarno berpidato di atas panggung di rumah Raja Thomas. Sepenggal saya ingat yaitu Soekarno mengatakan rakyat harus kerja dan kerja untuk merdeka dan untuk politik” kisah pria kelahiran 02 Desember 1940 ini ketika di temui suaraflores.comt di kediaman Kelurahan Nangaliman Kota Maumere, 14 Agustus 2016 lalu.
Baca juga: Kongres Pemuda Indonesia dan Lahirnya Lagu Maumere Manise
Dia mengisahkan bahwa kedatangan Soekarno ke Kota Maumere mencatat sejarah politiknya di Flores NTT. Bahwa selain di Kota Ende yang dikenal sebagai tempat pembuangan Soekarno dan hadirnya Pancasila, Kota Maumere pun menjadi salah satu daerah di Flores yang dikunjungi Soekarno. Bahkan setiap kali ke Kota Ende, Soekarno harus injakan kaki di Maumere. Bandara di Ende baru dibangun pada tahun 1980 an. Soekarno harus turun di Bandara yang kini diganti nama menjadi Bandara Frans Seda. Bandara Frans Seda merupakan bandara pertama di Flores.
“Untuk di Flores, Soekarno hanya datang di Maumere dan Ende. Karena Ende dan Maumere memiliki “nilai sejarah yang lebih dekat” di mata Soekarno. Dan juga karena Soekarno memiliki hubungan yang sangat erat dengan Raja Thomas. Setiap kali ke Ende Soekarno menggunakan Pesawat Katalina (Pesawat yang bisa mendarat di laut)” kata mantan politisi PDIP ini.
Menurut dia, masyarakat Kabupaten Sikka pada jaman ini tentu tidak banyak menyimpan sejarah. Orang-orang tua sudah banyak meninggal. Tersisah pun tak banyak tahu karena waktu itu masih kecil. Apalagi dunia era ini serba instan. Banyak orang tak lagi melihat sejarah sebagai dasar pembangunan sebuah negara atau daerah. Sebagaimana pesan Sang Proklamator yang selalu disampaikan kepada rakyatnya “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah”.
Pada tahun 1950, tambahnya, Soekarno datang dan berpidato di kediamana Raja Thomas yang saat itu diberi mandat kepada adik kandungnya Don Paulus Centis da Silva. Tahun 1954 dan 1957, Soekarno hanya turun di bandara Waioti lalu naik Katalina (sebuah pesawat yang bisa mendarat di laut,red) menuju Kota Ende Flores. Ende merupakan kediaman Soekarno ketika dibuang tahun 1933 sampai 1938. (Aloysius Yanlali/doc.sf).