KUPANG, SUARAFLORES. COM,- Rakyat Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT) berbangga luar biasa karena telah memiliki pemimpin baru. Pemimpin baru itu adalah Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Melky Laka Lena dan Jhoni Asadoma. Selain kedua pemimpin besar yang lahir dari proses politik Pilgub NTT 2024, ada pula sebanyak 65 wakil rakyat di DPRD NTT hasil Pileg 2024. Dibawa sang pengetuk palu, Ir. Emilia Nomleini, mereka akan bertugas membela rakyat selama 5 tahun dalam mengawal program kerakyatan dan menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) besar persoalan baru dan lama terkait pembangunan yang belum tuntas alias mangkrak. Seperti, proyek Gedung NTT Fair, Proyek Monumen Pancasila dan Proyek GOR Mini Oepoi yang menelan biaya kurang lebih 70-an miliar rupiah.
Proyek dengan dana puluhan miliar rupiah ini digagas dan dibangun di era mendiang Gubernur Frans Lebu Raya. Proyek yang didukung penuh DPRD NTT yang bertujuan mulia ini sejak ditinggalkan Gubernur Frans, kini terlihat tinggal dalam kesepian dan kenyunyian berbalut lumut, debu ngengat dan rayap yang menemani bertahun lamanya. Besar harapan lahirnya pemimpin baru dan para wakil rakyat baru yang menghuni gedung Sasando dan Gedung Kelimutu dari kisi- kisi rumahan dingin ber AC dapat berpikir keras untuk mengintip dan melanjutkan atau menuntaskan tiga proyek tersebut. Pasalnya, di era Gubernur dan Wakil Gubernur NTT dan era Ketua DPRD NTT, Emillia Nomleni dan para anggotanya, proyek puluhan miliar dari dana APBD dan APBN ini dibiarkan tanpa sentuhan cinta kasih terhadap tiga proyek mercusuar yang telah menyeret beberapa pihak ke jeruji besi ini.
Mangkraknya sejumlah bangunan infrastruktur di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, Provinsi NTT ini mendapat soroton tajam dari sejumlah media nasional dan lokal. Harian Kompas.com, Jumat (7/7/2023) menulis, sejumlah kabupaten dan kota di NTT memiliki beberapa bangunan fisik mangkrak. Bangunan-bangunan itu telah menghabiskan anggaran miliaran rupiah. Kasus hukum terhadap kasus mangkraknya bangunan ini pun berjalan di tempat. Dana miliaran rupiah itu mestinya dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
Proyek mangkrak pertama adalah sebuah bangunan berbentuk burung garuda dengan kepala raksasa menghadap ke Laut Sawu di Desa Nitneo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Kondisi bangunan ini terlihat mulai rusak. Halaman depan bangunan itu terpapar sederetan huruf ”Flobamora Rumah Pancasila”. Beberapa kata dari rangkaian tulisan itu sudah terlepas. Keseluruhan bangunan pun sudah miring. Bangunan itu diresmikan Gubernur NTT 2008-2018 Frans Lebu Raya. Pembangunan monumen Flobamora Rumah Pancasila itu bertujuan mengumandangkan Pancasila dari bumi Flobamora ke seluruh Nusantara. Latarbelakangnya karena NTT merupakan provinsi lahirnya Pancasila.
Monumen dengan tinggi sekitar 50 meter itu diresmikan Jumat (18/5/2018) sialm menjelang akhir masa jabatan Frans Lebu Raya. Monumen itu menelan biaya senilai Rp 28 miliar. Dana sebesar itu telah dibayarkan kepada rekanan 100 persen. Tetapi dalam perjalanan, proyek itu mangkrak sejak 2018. Mangkraknya monumen itu mendorong Kejaksaan Tinggi NTT melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Hasil pemeriksaan terhadap para saksi pada 2020 itu pun belum jelas. Entah ada bukti penyalahgunaan uang negara dari proyek itu atau tidak, masyarakat tidak pun tahu. Gubernur Viktor Laiskodat berniat melanjutkan pembangunan monumen itu sejak 2020 sebagai salah satu destinasi wisata. Namun, karena masih tersandung dugaan korupsi, maka niat itu pun ditunda sampai hari ini. Kemangkrakan itu bakal terus berlanjut hingga masa akhir kekuasaan pada September 2023. Pembangunan monumen yang sudah mencapai 30 persen itu pun semakin merana.
Bangunan kedua yang mangkrak adalah Gedung Olahraga Remaja di Oepoi, Kota Kupang. Bangunan ini senilai Rp 11 miliar. Harian Pos Kupang.Com, menulis, Bangunan Gelanggang Remaja di Kompleks Olahraga Oepoi, Kota Kupang, mangkrak sejak tahun 2012 karena tidak dilanjutkan pembangunannya hingga saat ini. Bangunan Gelanggang Remaja di Oepoi yang dibangun dengan anggaran Rp 11 miliar dalam waktu lima tahun terakhir ini menjadi tempat pacaran, bahkan tempat mesum. Namun, pada sisi lain lokasi bangunan yang mangkrak tersebut kini telah beralih fungsi dimanfaatkan oleh para penjual makanan.
Bangunan Gelanggang Remaja yang mangkrak itu pada ruangan bagian timur sejak Juli 2016 pernah dimanfaatkan para atlet petarung cabang olahraga Tarung Derajat untuk latihan mempersiapkan diri menuju Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX tahun 2016 tanggal 15-29 September 2016, di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, ruangan bagian utara bangunan tersebut pernah dimanfaatkan atlet Kriket NTT saat latihan kekuatan pukulan dalam persiapan menuju PON XIX 2016 setelah sejumlah bagian dipasang jaring untuk melindungi bola agar tidak melambung ke luar lokasi bangunan.
Bangunan ketiga yang mangkrak adalah bangunan NTT Fair yang terletak di Bimoku, Kelurahan Lasiana Kota Kupang. Pekerjaan Gedung NTT Fair ini terhenti karena para pihak yang paling bertanggung jawab dikenakan sanksi pidana, baik Penyedia jasa, Pengguna Jasa maupun Pengawas, semuanya dikenakan sanksi pidana kurungan badan. Kasus yang didakwakan kepada mereka adalah “mark up progres” fisik atau menaikkan persentasi realisasi fisik proyek dari yang sebenarnya. Progres Fisik baru mencapai 40-50 persen versi penyidik, versi PPK 80 persen, namun yang dibayarkan oleh PPK sebesar 100 persen. Karena waktu kontrak sudah berakhir, namun kepada penyedia diberi perpanjangan waktu 90 hari kalender dan penyedia memberikan uang jaminan perpanjangan waktu dalam bentuk Bank Garansi senilai sisa pekerjaan yang belum selesai (kurang lebih 50-60 persen).
Niat Baik Gubernur Tak Sampai
Menyikapi dorongan dan kritikan media dan masyarakat NTT, terhadap mangkraknya Monumen Pancasila dan NTT Fari, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat pernah berniat untuk melanjutkan proyek-proyek mangkrak tersebut. Seperti dilansir, EXPONTT.COM, pada Mei 2021 silam, saat sesi awal masa kekuasaan, Gubernur NTT, Viktor Laiskodat sudah menyampaikan keinginannnya untuk melanjutkan pembangunan dua proyek mangkrak, NTT Fair dan Monumen Pancasila. Saat melkukan kunjungan ke lokasi Gedung NTT Fair, Viktor mengatakan bahwa kawasan NTT Fair akan disulap menjadi pusat biosecurity Provinsi NTT.
Selanjutnya, Viktor mengatakan Monumen Pancasila akan diubah menjadi restoran berkelas yang akan menyajikan pemandangan indah ke Teluk Kupang dan Pulau Semau. Oleh karena itu, ia berniat memperbaiki kerusakan Monumen Pancasila akibat terpaan Seroja. Sang Gubernur Partai NasDem tersebut mengungkapkan niatnya memanfaatkan monumen yang dibangun dengan anggaran Rp 28 miliar menjadi restoran berkelas, dan untuk kegiatan pemerintahan. Dia berjanji akan segera menyiapkan anggarannya sehingga dua proyek itu bisa bermanfaat lebih banyak untuk masyarakat NTT. Ia juga meminta Kadis PUPR meredesain dan menghitung ulang biaya renovasinya.
DPRD NTT selama 5 tahun terakhir juga ibarat ‘macan ompong.’ Para wakil rakyat itu meredup suara-suara kritisnya para waki bermeditasi dalam dingginya ruang ber AC, sembari menutup telinga dan menutup mata akibat dinginnya suhu politik di Gedung Kelimutu yang menghanyutkan. Cuma ada satu dua orang saja wakil rakyat yang menggerutu dan melentingkan suata kritik yang mendorong Pemprov NTT melanjutkan tiga proyek mangkrak itu.
Sebut saja, Nelson Obet Matara, anggota DPRD NTT dari Fraksi PDI-Perjuangan masih bersuara lantang soal kelanjutan proyek mangkrak. Seperti dilansir Tribunews.com, pada 26 Januari 2023 lalu, Anggota Komisi IV DPRD NTT ini, vokal meminta pemerintah untuk melanjutkan kembali pembangunan Monumen Pancasila yang mangkrak sejak 2018. Ia sangat menyangkan kalau monumen itu tidak dilanjutkan lagi. Menurut bekas Wakil Ketua DPRD NTT ini, Monumen Pancasila dibangun dengan anggaran yang begitu besar arena ingin membangun Indonesia dengan Keberagaman dari NTT. Baginya, memang proyek tersebut sempat mengalami persoalan, tetapi persoalan itu sudah selesai. Oleh karena itu, monumen itu tidak boleh dibuat mangkrak.
Suara kritis santun lainnya, muncul dari Anggota DPRD NTT, Fraksi Partai Perindo, Alex Foenay. Alex mendukung niat baik pemerintah untuk melanjutkan pembangunan Gedung NTT Fair di Lasiana. Menurut Alex, seperti dilansir NTTZOOM.Com, pemerintah meskipun berganti pemimpinnya, program pembangunan harus berlanjut. Karena proyek-proyek yang mangkrak itu dibangun pakai uang rakyat.Jadi tidak boleh dibiarkan mubazir. Jika mengalami kasus hukum terus berproses secara hukum sambil tidak menghentikan proses pembangunannya supaya bermanfaat untuk masyarakat,
Sayang seribu sayang, hingga akhir masa jabatan gubernur, kabar kelanjutan proyek puluhan miliar itu tenggelam dalam kebisuan malam politik pilkada, pileg dan pilpres 2024. Apes benar, akhirnya mimpi rakyat NTT untuk menikmati hasil dari bangunan senilai kurang lebih Rp70 an Miliar itu masih jauh panggan dari api, bagai kata pepatah kuno “Punguk Merindukan Bulan atau ibarat “Cinta Bertumpuh Sebelah Tangan.” “Nasib ya nasib,” sudah miskin malah jatuh tertimpa tangga pula.” (tim/sfc) (Bersambung)