Riset MNCHN Dukung Desain Program Kesehatan di Sumbar dan Sumteng

by -46 Views

WAIKABUBAK, SUARAFLORES.NET,–Dalam mendukung pengembangan program di bidang kesehatan di Kabupaten Sumba Barat (Sumbar) dan Kabupaten Sumba Tengah (Sumteng), Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) mitra Save The Children International di Sumba melakukan riset atau penelitian di bidan Maternal New Born Child Health and Nutrition atau MNCHN (kesehatan ibu, bayi baru lahir, kesehatan anak dan nutrisi). Penelitian ini bekerjasama dengan individual konsultan dan hasilnya berguna untuk mendesain program lima tahun ke depan.

Selain di bidang kesehatan, selama ini YSTC juga mendaratkan 5 program utama untuk mendukung tercapainya mimpi Anak Sumba Sehat, Cerdas, Terlindungi dan Mendapatkan Pendidikan yang Berkualitas. Kelima program dimaksud adalah Kesehatan Ibu, bayi baru lahir, kesehatan dan nutrisi anak, Pengembangan dan Pengasuhan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI), Pendidikan dasar, kesehatan sekolah dan nutrisi serta pengembangan remaja.

Di bidag kesehatan ibu, bayi baru lahir, kesehatan anak dan nutrisi (Maternal New Born Child Health and Nutrition (MNCHN), YSTC melakukan riset atau penelitian sebagai pedoman dalam mendesain program untuk periode tahun 2020 – 2024. Dalam melakukan riset, YSTC bekerja sama dengan individual konsultan yakni dr. Yustina Yudha Nita, MSc dan Yulius Suni, M.Sc. Kedua peneliti ini pun telah memaparkan hasil penelitiannya di Kabupaten Sumba Tengah pada Senin (25/3) dan di Kabupaten Sumba Barat pada Selasa (26/3). Dalam pemaparan hasil riset di dua kabupaten tersebut dihadiri oleh para pejabat pemerintah daerah, kepala puskesmas, kepala sekolah, camat, perwakilan LSM serta pimpinan YSTC.

Sebagaimana pada pemaparan hasil riset di Wisma Solapora Kabupaten Sumba Tengah, Peneliti dr. Yustina Yudha Nita, M.Sc, dan Yulius Suni, M.Sc, menjelaskan secara detail terkait hasil penelitiannya. Ada dua komponen yang diteliti. Pertama, Kesehatan dan gizi ibu dan bayi baru lahir (MNCHN). Bagian yang ditekankan adalah terkait perlindungan dan promosi kesehatan kehamilan, kelahiran, dan perawatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir, balita dan anak-anak. Kedua, Manajemen Kebersihan Menstruasi (Menstrual Hygiene Management atau MHM). Fokus penelitian di bagian MHM adalah terkait dengan bagaimana mempersiapkan remaja pada fase awal yakni usia 10-14 tahun yang sedang memasuki masa pubertas.

Selain itu, kedua peneliti juga mendasari penelitian ini pada hasil endline survey Project START tahun 2018 dan Adolescent Development tahun 2017. Tujuan dari penelitian ini adalah; Pertama, untuk memahami status kelayakan kehamilan, persalinan, dan perawatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir, bayi dan anak-anak termasuk informasi demografis dan kebijakan di Sumba Barat dan Sumba Tengah. Kedua, mengidentifikasi ketersediaan dan aksesibilitas layanan dan peluang MNCHN dan MHM di Sumba Barat dan Sumba Tengah. Ketiga, mengidentifikasi kualitas MNCH, Nutrisi dan layanan kesehatan sekolah di Sumba Barat dan Sumba Tengah. Keempat, memahami kemampuan, keterampilan dan pengetahuan MNCHN dan MHM di Sumba Barat dan Sumba Tengah. Kelima, mengidentifikasi dukungan sosial dan kebijakan pemerintah untuk MNCHN dan kesehatan sekolah di Sumba Barat dan Sumba Tengah. Lokasi penelitian untuk Sumba Barat yakni di Desa Lapale, Desa Dedekadu, Desa Hobawawi dan Desa Weekarou, sedangkan di Sumba Tengah lokasi penelitiannya di Desa Mata Redi, Desa Wailawa, Desa Anakalang, Desa Umbu Riri, Desa Ana Jiaka, Desa Malinjak dan Desa Kabela Wuntu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, diskusi kelompok serta pengumpulan data sekunder serta tinjauan dokumen pendukung. Untuk dokumen pendukung, selain laporan project dan program sebelumnya, pihaknya juga mendasari pada regulasi yang ada di daerah.

Untuk Kabupaten Sumba Tengah saat ini sudah ada regulasi yang mengatur tentang kesehatan yakni Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang Kesehatan Ibu dan Anak, sedangkan di Kabupaten Sumba Barat terdapat Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kesehatan Ibu Bayi Balita dan Anak (KIBBA). Dari penelitian ditemukan bahwa untuk Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Sumba Tengah mengalami peningkatan dari tahun 2017 sebanyak 2 kasus dan di tahun 2018 sebanyak 3 kasus, sedangkan Sumba Barat 1 kasus per tahun 2018. Untuk Kematian Bayi Baru Lahir di dua kabupaten mengalami penurunan. Di Sumba Barat tahun 2017 sebanyak 25 kasus dan tahun 2018 sebanyak 9 kasus, sedangkan Sumba Tengah dari 36 kasus di tahun 2017 menrun menjadi 26 kasus di tahun 2018. Sementara terkait stunting, kedua kabupaten rata-rata cukup tinggi. 

“Dalam hal gizi, kedua kabupaten ini memiliki persentase kasus stunting yang tinggi. Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan bahwa di Sumba Barat ada 40,6% kasus stunting pada 2016 dan 38% pada 2017 sedangkan di Sumba Tengah ada 46,9% dan 38,7%, “papar Dokter Nita. 

Dalam penelitian ini, kedua peneliti juga menemukan bahwa untuk kegiatan MHM, MHM bukan merupakan komponen inti dalam kurikulum sekolah. Ada juga ditemukan bahwa menstruasi menjadi bagian dalam mata pelajaran IPA (bukan MHM). Selain itu, untuk kegiatan usaha kesehatan sekolah atau UKS juga menjadi kekuatan untuk intervensi MHM di sekolah dan ternyata tidak ada perbedaan bagi laki-laki dan perempuan untuk bersekolah. 

Pada bagian ketersediaan akses dan layanan, setiap kecamatan di Sumba Barat dan Sumba Tengah memiliki 1-2 Puskesmas (sesuai PMK No 75/2014). Ada program akreditasi Puskesmas dalam rangka memperbaiki kualitas layanan dan hal ini sangat positif untuk memperbaiki kualitas layanan puskesmas. Pusat kesehatan di kedua kabupaten memiliki program untuk mendukung MNCHN, seperti perawatan sebelum kelahiran yang dilengkapi dengan vitamin, imunisasi dan IEC, layanan persalinan dan perawatan pasca melahirkan serta layanan KB.

Sementara itu, mengenai layanan untuk anak balita, tidak ada layanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau IMCI di semua puskesmas yang dikunjungi. Di tingkat masyarakat, ada MTBSM di kedua kabupaten. Beberapa MTBS desa di Sumba Barat mendapat dukungan dari program START. Selain itu, ada pilihan masyarakat untuk melahirkan di Faskes terdekat tapi Puskesmasnya belum PONED dan ada program Posyandu HI di Sumba Barat yang sebelumnya dikembangkan oleh Program START. 

Untuk MHM, ada 4 sekolah yang dikunjungi memiliki akses untuk air bersih (sumur gali, sumur bor, beli air tanki di Sumba Tengah). Sekolah juga memiliki toilet terpisah untuk laki-laki dan perempuan, tapi siswa bebas menggunakan tanpa perbedaan gender. Jumlah toilet < standar sebagaimana diatur dalam Permendikbud No 24/2007 yakni 1: 50 (puteri) dan 1: 60 (putera). Tidak ada layanan khusus MHM di Puskesmas kecuali ada permintaan, dan tidak ada juga layanan khusus MHM di sekolah kecuali mengijinkan siswa dengan masalah khusus saat menstruasi untuk pulang rumah. 

Saat berkunjung ke desa penelitian, jelas Dokter Nita, pihaknya menemukan ada kios yang juga menjual pembalut dengan harga terjangkau. 

Terkait kualitas layanan, Puskesmas Wairasa di Sumba Tengah telah memiliki mekanisme komplain karena sudah diakreditasi sedangkan 3 Puskesmas lainnya saat ini dalam persiapan akreditasi. Di hadapan peserta diseminasi, peneliti juga memaparkan tentang indikator kualitas layanan di Puskesmas. Di tambahkannya, di kedua kabupaten tidak ada UGD layanan darurat untuk rawat jalan kecuali untuk kasus kebidanan atau tidak ada sistem panggilan untuk kasus umum tetapi untuk di puskesmas rawat inap ada layanan Darurat 24 jam. Puskesmas Malinjak di Sumba Tengah dan Padedi Watu di Sumba Barat memiliki layanan rawat inap. Semua Puskesmas memiliki laboratorium dengan tenaga lab yang kompeten kecuali Weekarou, namun, tidak ada layanan tes STD ibu hamil selain HB dengan sahli. 

Untuk kemampuan ketrampilan dan pengetahuan, di Sumba Barat, program START dan AIPMNH meningkatkan kapasitas dan pengetahuan kader tentang konseling, gizi (menu 4 bintang), KPA dan MTBS. Sementara itu, dari wawancara dengan beberapa pejabat Bappeda diketahui bahwa beberapa Desa Siaga tidak berjalan karena minim dukungan pihak pemerintah desa. Pengetahuan ibu hamil tentang MNCHN di Sumba Tengah juga masih terbatas yakni terkait IMD, kolostrum dan lainnya. Ibu hamil yang jadi responden di Sumba Tengah tahu tempat yang tepat (Faskes) untuk penanganan anak sakit termasuk layanan imunisasi, sedangkan pengetahuan orang tua tentang MHM di kedua kabupaten masih sangat terbatas. 

Untuk dukungan sosial dan kebijakan, dijelaskan peneliti, tidak ada kewajiban bagi pemerintah desa untuk menjalankan Perda KIBBA. Tenaga kesehatan terbatas (terutama di Pustu) dan distribusi tidak merata  antara kota dan desa. Sementara itu untuk anggaran, APBDes telah menyediakan dana utk PMT dan insentif kader namun belum mencakup semua kegiatan MNCHN termasuk yang berkaitan dengan penanganan stunting, padahal saat ini stunting juga menjadi perhatian Menteri Desa. Dalam penelitian juga ditemukan adanya lembaga adat dan gereja yang turut berperan mencegah pernikahan usia dini dan semua sekolah belum memiliki standar MHM. 

Dari berbagai temuan tersebut, kedua peneliti lalu memberikan rekomendasi yang perlu dipertimbangkan guna mengelola program kesehatan. Pertama yang berkaitan dengan kebijakan. Yang harus dilakukan adalah perlunya revitalisasi Perda KIBBA dan mengintegrasikan Permen Menteri Desa yang berkaitan dengan APBDes yang mendukung pembiayaan program MNCHN. Mengintegrasikan MHM ke dalam kegiatan UKS serta membuat Perda Penanganan Stunting. Kedua yang berkaitan dengan kualitas layanan. Di bagian ini, harus ada perbaikan layanan Puskesmas yakni pelayanan pasien, tenaga kesehatan dan manajemen. Mengaktifkan Puskesmas PONED, dukungan terhadap ‘rumah tunggu’ dari APBDes.

Selanjutnya, pihak Bappeda sebagai penggerak utama promosi pencegahan stunting dengan fokus pada 1000 HPK. Selain itu, harus ada perbaikan sistem rujukan serta mempromosikan layanan MHM di Puskesmas dan sekolah. Ketiga yang berkaitan dengan kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan. Pada bagian ini, perlu ada pendampingan terhadap kader dalam layanan Posyandu dan kunjungan rumah dlm rangka MNCHN. Mengadaptasi dan mengadopsi strategi program START untuk meningkatkan kapasitas, ketrampilan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi, serta perlunya dukungan terus menerus untuk Desa Siaga dan Rumah Tunggu.  (sfno1)