Sagu, Kota Tua Bersejarah di Adonara Yang Kian Merana

by -79 Views

Teluk Kota Sagu dari kejauhan terlihat sangat indah dipandang mata saat pagi hari. (Roberth/SFN)

LARANTUKA, SUARAFLORES.NET,–Ada hal yang kian terlupakan dari Desa Sagu yang adalah Pusat Kerajaan Adonara tempo dulu saat masa kepemimpinan Raja Ara Kian Kamba, turunan Bapa Begu dari Kerajaan Seran Goran. Saat itu, Sagu menjadi sebuah kota besar pusat perdagangan yang sangat ramai dan menarik banyak pedagang dari Sulawesi, seperti Suku Bugis, Suku Bajo dan Binongko. Sebagian dari mereka masih bertahan dan menetap hidup di Sagu hingga saat ini.

Sagu kemudian bertumbuh terus dan berubah menjadi sebuah kota, dengan pasar Sagunya serta bangunan-bangunan toko dan kios yang berjejer di sepanjang jalur utama di pusat kota. Sagu dahulu  mempunyai daya tarik magic yang luar biasa dan sangat disegani karena merupakan pusat kerajaan Adonara, serta mempunyai seorang raja hebat yang memiliki kekuasaan besar.

Dengan tanahnya yang luas dan memiliki istana yang indah, membuat Sagu menjadi pusat perdagangan di Adonara yang selalu ramai. Sayang, kini Sagu semakin tertinggal dalm derap pembangunannya. Pusat Kota Sagu pun semakin tidak tertata lagi. Jalan utamanya pun praktis rusak berat dari Pusat Kota terus ke Wilayah Lamabunga Kelubagolit. Kondisi pasarnya pun tak mengalami peningkatan fisik bangunannya. Padahal, menjadi pusat perekonomian masyarakat di Pulau Adonara, setelah Kota Waiwerang dan Waiwadan.

Idris Umar, salah seorang Warga Sagu saat berbincang dengan Suara Flores.Net belum lama ini menyampaikan isi hatinya. Ia merasa prihatin dengan kondisi Sagu hari ini yang tidak tertata dengan baik lagi. Seperti Pasarnya juga sangat tidak layak, jalannya juga rusak dan masih banyak perumahan warga yang tidak layak huni. Padahal, sebut dia, Bupati-Wakil Bupati, Anton Hadjon-Agust Boli memimpin Flotim saat ini dengan semangat, Desa Membangun, Kota Menata.

“Nah, mestinya Sagu sebagai kota tempo dulu, juga harus mendapat perhatian serius untuk ditata. Bukan hanya Kota Larantuka saja. Coba dana Rp.2,448 M itu dipakai untuk menata Kota Sagu, tentunya Sagu yang kini dipimpin Ridwan Bapa Kamba, pasti jauh lebih berubah menjadi indah kembali dari pada membangun Jembatan Tambatan Perahu (JTP) yang mubazir itu,”kritiknya.

Baginya, terlalu memprihatinkan melihat wajah Kota Sagu hari ini. Seperti Kota Tua yang sulit punya masa depan cerah. Ketimpangan ekonomi pun sangat terasa. Dan, masih banyak masyarakat yang hidupnya termarginalkan karena peran pemerintah yang tidak maksimal memberikan perhatian serius.

“Masih banyak warga yang hidupnya susah dan miskin. Lihat saja, rumah-rumah penduduk, ada yang masih berlantai tanah dan dindingnya pun dari bambu. Tapi, anehnya, proyek JTP senilai Rp.2,448 M yang malah diprioritaskan dan menjadi tak berguna untuk warga,”pungkasnya lagi.

Yusuf, warga lainnya pun berpendapat yang sama. “Pak, Kami ini orang kecil dan susah di Sagu. Tidak ada perhatian dari pemerintah. Bantuan susah kami dapat. Apapun itu namanya. Lihat rumah kami, Jalan kami. Pasar Kami, Kota Kami. Semuanya pada rusak. Tapi yang dibangun malah JTP di Waiboleng sana, yang jauh dari Sagu. Dimana, JTP itu jangankan Perahu Motor Nelayan berukuran 10 GT sampai 30GT, tapi sampan juga sulit merapat,”ketusnya.

Ia berharap, Bupati Anton Hadjon tidak melihat Sagu dengan sebelah mata, tapi bisa membangun Sagu kembali menjadi Kota baru yang indah dan menarik. Kota yang hidup 24 jam, yang senang didatangi semua orang. Kota Sejarah Budaya yang bisa menjadi salah satu tujuan destinasi wisata masa depan. (Roberth/SFN)