WAIKABUBAK, SUARAFLORES.NET,- Pneumonia merupakan salah satu jenis penyakit infeksi paru-paru yang menjadi penyebab kematian balita tertinggi kedua di Indonesia setelah Diare. Sementara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki Peringkat 1. Hal ini butuh keberpihakan semua pihak untuk melakukan pencegahan dan penanganan penyakit yang sangat mematikan ini.
Untuk Kabupaten Sumba Barat, kasus Pneumonia di Semester 1 tahun 2019 periode Januari – Juli 2019 terdapat 713 kasus yang berasal dari 10 puskesmas. Dari 10 puskesmas itu, kasus pneumonia terbanyak di Puskesmas Lahihuruk 151, Puskesmas Puuweri 111, Puskesmas Weekarou 108, Puskesmas Gaura 104, Puskesmas Malata 98, Puskesmas Padediwatu 63, Puskesmas Kabukarudi 105, Puskesmas Lolo Wanno 44, Puskesmas Padediwatu 63, Puskesmas Tana Rara 84 dan Puskesmas Kareka Nduku 45.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat, dr. Bonar B. Sinaga, M.Kes, mengemukakan itu saat tampil sebagai narasumber di acara talk show Radio Cahaya Sumba bertemakan Kampanye Stop Pneumonia pada Senin (21/10) lalu. Pada acara talk show ini juga dihadiri narasumber lainnya yakni Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Jefry Dapamerang, SP,MM, perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Eifraimdio P, dan narasumber dari Save The Children Indonesia, dr. Hanna Wadoe Koedji.
Acara talk show yang dipandu penyiar Radio Cahaya Sumba, Pdt. Petrus Bora Lalo, berlangsung di frekwensi 87,8 FM Bikin Hidup Lebih Baik. Di acara talk show yang berlangsung selama 2 jam itu, Kepala Dinas Kesehatan, dr. Bonar B. Sinaga, M.Kes, menjelaskan, angka dari temuan kasus pneumonia yang disebutkan itu diperoleh dari 10 puskesmas. Kasus-kasus pneumonia dan penyakit lainnya biasanya ditangani di puskesmas. Jika ada kesulitan dalam penanganan akibat kekurangan peralatan biasanya akan dirujuk di rumah sakit.
Kepala Dinas Keshatan, menjelaskan, dalam penanganan kasus pneumonia biasanya dokter di puskesmas melakukannya sesuai dengan standar operasional prosedur atau SOP. Ia berharap para pasien atau masyarakat mematuhi teknis penanganan di puskesmas. Kepala Dinas Kesehatan juga menyatakan terima kasihnya bisa berbicara melalui siara Radio Cahaya Sumba sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat.
“Kita sangat berterima kasih kepada Radio Cahaya Sumba atas dukungan dan kerja sama dengan Save The Children. Kita terus bangun kemitraan dengan masyarakat dan semua pihak termasuk dengan para kader posyandu agar semua masyarakat menyadari pentingnya pencegahan pneumonia, “ujarnya.
Dalam penanganan pneumonia di puskesmas, jelas Kepala Dinas Kesehatan, ada tata laksana yang disebut dengan MTBS atau Manajemen Terpadu Balita Sakit. Melalui MTBS ini, setiap balita akan diperiksa dan ditangani secara baik sesuai prosedur. Di samping itu, untuk mendukung pencegahan dan penanganan pneumonia, Dinas Kesehatan juga mengaktifkan peran kader posyandu atau Kader MTBS-M atau Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat guna melakukan deteksi awal sekaligus melakukan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat.
“Sekarang ada Program PIS BK atau Program Indonesia Sehat Berbasis Keluarga. setiap rumah didatangi. Masyarakat sejak dini diketahui agar gejala awal bisa dideteksi. Seperti apa pneumonia, bagaimana gejala atau tanda-tandanya. Jika ditemukan tanda-tanda pneumonia maka kader akan mendampingi pasien ke puskesmas, “jelasnya.
Ditambahkannya, pemerintah daerah sangat berkomitmen agar Pneumonia sejak dini bisa dicegah termasuk penyakit lainnya agar bisa terhindar dari kematian. Berbagai upaya yang dilakukan adalah Pertama, SDM atau peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui beragam pelatihan agar terampil. Kedua, infrastruktur yang tersedia. Pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar di puskesmas tersedia fasilitas yang memadai. Ketiga, system yang dibangun. Keempat, regulasi. Apa saja regulasi yang perlu tersedua untuk mendukung pelaksanaan program. Kelima, pembiayaan. Pembiayaan harus tersedia agar pelayanan MTBS termasuk MTBS-M berjalan secara baik.
“Memang nomor 1 hasil analisa kami adalah bagaimana SDM yang harus ditingkatkan. Untuk pneumonia, saat ini sudah ada pelatihan MTBS kepada para perawat atau bidan di puskesmas. Yang mengelola MTBS harus paham secara benar. Untuk infrastruktur dan sarana prasarana harus tersedia. Untuk system yang diatur, maka di puskesmas harus ada SOP sebagai panduan penanganan pneumonia. Sedangkan untuk biaya akan didukung melalui APBD Kabupaten dan dukungan dari NGO, “tambahnya.
Hingga saat ini, berbagai biaya yang dialokasikan melalui APBD diperuntukan bagi pelatihan MTBS, refresh MTBS, pertemuan-pertemuan koordinasi dan supervisi. Di samping itu, kegiatan promosi dan preventif juga terus dilakukan.
Lebih lanjut dijelaskannya, ada 2 prinsip dalam program kesehatan yakni mempertahankan orang sehat agar tetap sehat dan mengobati orang sakit agar kembali sehat. Agar selalu sehat maka masyarakat wajib mencegah supaya tidak sakit. Namun, jika ditemukan kasus pneumonia atau penyakit lainnya akan ditangani secara intens agar pasien cepat mengalami kesembuhan. Untuk itu, ia berharap agar peran orang tua dan keluarga sangat penting untuk melindungi anggota keluarganya supaya terhindar dari penyakit. (bkr/SFN)