MAUMERE, SUARAFLORES.CO–Lantaran tidak setuju dengan keputusan pihak sekolah dan orang tua murid terkait biaya tanggungan untuk sukseskan Ujian Nasional (UN) di SDK Tuabao, beberapa anak terancam ikut UN di luar kelas.
Informasi ini diperoleh SUARAFLORES.CO via telepon pada Rabu,(11/5/2016) dari Ricki Ricardo, kakak dari salah satu siswa calon peserta UN di SDK Tuabao, Desa Tuabao, Kecamatan Tanarawa, Kabupaten Sikka.
“Kalau orang tua tidak bayar kepala sekolah mengancam tidak akan mengijinkan anak-anak ikut Ujian Nasional di dalam ruang kelas,” ungkap Ricki Ricardo.
Dia menuturkan, seharusnya pihak sekolah menjelaskan dengan baik rencana pembiayaan dan sumber-sumber pendanaan kegiatan tersebut. “Jangan main ancam seperti itu, setiap siswa berhak mendapatkan pelayanan yang baik, dan kami orang tua pun berhak mendapatkan penjelasan yang baik,” tegasnya.
Rickardo turut hadir dalam rapat yang diselenggarakan pada Sabtu,(7/5) lalu, mewakili orang tuanya yang tidak bisa hadir. Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa orang tua dari masing-masing siswa wajib mengumpulkan uang sebanyak Rp 245.000 dengan perincian Rp 145.000 untuk biaya konsumsi dan Rp 100.000 untuk membeli mesin pemotong rumput.
Total jumlah siswa peserta UN SDK Tuabao adalah 14 (empat belas) orang. “Saya bingung, mengapa harus ada biaya untuk membeli mesin pemotong rumput,” ujarnya. Selain itu, para orang tua juga diminta untuk menyerahkan masing-masing 1 (satu) ekor ayam dan 4 kg beras. Menurut kesepakatan, para siswa akan diasramakan terhitung sejak tanggal (10/5) sampai dengan (18/5).
Lebih jauh, Ricardo menerangkan penolakan tersebut juga dikarenakan jumlah yang ditetapkan tidak masuk akal mengingat telah ada alokasi Dana BOS untuk UN.
“Saya dapat informasi ada Dana BOS sebesar Rp 4.890.000 yang dialokasikan untuk meyukseskan UN di SDK Tuabao ditambah lagi dengan alokasi dana dari Pemerintah Desa Tuabao sebesar Rp 1.000.000. Apakah itu tidak cukup? Tanya Ricardo heran.
Lebih aneh lagi bagi Ricardo adalah penjelasan dari Kepala Sekolah Elisabeth, SPd, yang mengatakan bahwa dana yang terkumpul juga akan dipakai untuk membiayai transport Koordinator Pengawas, Pengawas, UPTD, dan utusan Dinas PPO masing-masing sebesar Rp 250.000, serta untuk anggota kepolisian dan hansip desa masing-masing sebesar Rp 200.000 dan Rp 100.000.
Rikardo mengatakan, dirinya telah melakukan protes dalam rapat tersebut namun karena merasa tidak puas dengan tanggapan Kepala Sekolah SDK Tuabao, Elisabeth, SPd,SD dirinya memutuskan untuk meninggalkan forum rapat.
Hal senada disampaikan oleh salah satu anggota BPD Desa Tuabao, Ricky Fernandes, AMd yang turut mendampingi orang tua murid tersebut. Menurut Ricky, pihak sekolah tidak seharusnya membebankan biaya tambahan ke orang tua murid sebab sudah ada alokasi dana bos untuk menyukseskan penyelenggaraan UN.
“Kasian orang tua murid, belum lagi harus mempersiapkan dana untuk anak-anak yang akan menlanjutkan pendidikan masih harus dibebani dengan biaya UN. Lantas, Dana BOS itu dikemanakan?” Tanya dia.
Dia mengaku telah mendapatkan laporan dari masyarakat terkait masalah tersebut dan akan segera ditindaklanjuti. Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah belum dapat dikonfirmasi. (Are/Sf)