Tapak Berliku Zainal Arifin Sang Petani Kampung Daun Baumata (Bagian Dua)

by -229 Views
Zainal Arifin (Jongkok memgang kayu) di kebun Kampung Daun Baumeta, Kabupatten Kupang.(**)

Kampung Daun Ladang Implentasi Ilmu Pertanian

 

Menjadi dosen pertanian di Politani Undana Kupang adalah sebuah cita-cita lama yang diimpikan Zainal. Di Politani Kupang, ia menemukan mimpinya, ia benar-benar mengaplikasikan ilmu pertanian lahan kering yang dipelajarinya selama studi di Universitas 45 Makasar. Dibenaknya, NTT adalah sebuah provinsi agraris yang kaya raya dengan beragam potensi pertanian lahan kering. Untuk itu, melalui ladang kecil ‘Kampung Daun’ yang ia bangun, ia ingin memberikan contoh bagaimana pertanian lahan kering bisa dibangun dan dikembangkan di seluruh NTT.

Di tengah-tengah kesibukannya sebagai dosen pertanian di Politani Undana Kupang, Zainal terus memperdalam ilmu pertaniannya, khususnya sumber daya lahan kering. Pada tahun 1998-2011, Zainal pergi ke Kota Makasar, Sulawesi Selatan untuk melanjutkan studi S2 tentang Pengembangan dan Pengolahan Sumber Daya Lahan di Universitas Sultan Hasanudin (UNHAS) Makasar. Ia tidak kesulitan biaya kuliah karena mendapatkan beasiswa dari Politani Kupang yang bersumber dari bantuan Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Momentum strategis kepulangannya ke Sulawesi Selatan untuk kuliah S2 tersebut,dimanfaatkan pula untuk meminang dan menikahi kekasih hatinya…….. yang telah terjalin lama di Desa Muna, Sulawesi Tenggara. Setelah menikah pada tahun 1999 di Desa Muna, ia bersama istri tercintanya langsung berangkat ke  Kota Makasar untuk kuliah dan sekaligus merayakan bulan madu (honey moon) di sebuah rumah kontrak di Jalan Veteran Kota Makasar.

Setelah tiga tahun menimbah ilmu di UNHAS Makasar dan meraih gelar S2 pertanian, Zainal bersama istrinya tidak kembali ke kampung halamannya di Desa Muna. Ia  pulang ke Kupang dan tinggal di Perumahan Dosen Politani Kupang. Ia kembali melaksanakan tugas mulianya sebagai dosen di kampus Politani Kupang.

Meski sebagai dosen yang telah mencetak banyak sarjana pertanian dari tahun ke tahun, Zainal tidak pernah merasa puas dengan torehan prestasi itu. Ada fenomena kontras yang selalu terngiang menantang sanubari mata hatinya, dimana banyak sarjana dan doktor di bidang pertanian di NTT, namun kondisi pertanian NTT dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan. Ia merasa resah dengan potensi pertanian lahan kering NTT yang luar biasa tetapi belum dioptimalkan. Ia merasa sedih karena ada banyak Mamar (hutan adat/ tanah ulayat) kurang lebih 30 ribu hektar di Kabupaten Kupang terlantar tidak dikelolah.

Melihat fakta kontras yang miris itu, suatu ketika Zainal berinisiatif berbicara dengan Rektor Politani Kupang, Jocobus Oematan. Dia meminta ijin mengontrak sebuah lahan di Baumata, Kabupaten Kupang tahun 2004. Ide tersebut mendapat lampu hijau dari Rektor Oematan, dan ia berhasil mengontrak lahan seluas 1 hektar di Desa Baumata dengan uang dari hasil gajinya untuk membangun sebuah kebun contoh. Ia menghubungi Kepala Dinas Pertanian NTT, Piet Muga menyampaikan rencana itu, dan Kadis Piet Muga menyetujui rencana Zainal dan memberikan disposisi kepada salah satu stafnya yang bernama Tambunan.

Setelah berhasil mengontrak lahan tersebut, Zainal mulai bergerak mewujudkan rencananya membangun sebuah kebun contoh dengan menanam jagung yang bibitnya diberikan oleh Dinas Pertanian NTT. Ia mencontohkan cara membuat pertanian dalam sebuah kawasan. Hasilnya sangat luar biasa karena ditata dan dikelolah secara baik.

Selain jagung, ia melihat dan mendengar Pisang Beranga yang sangat terkenal di NTT populasinya semakin kritis bahkan mati. Bermisi mulia menyelamatkan populasi Pisang Beranga yang terkenal di mana-mana tapi tidak ada di NTT, ia pun ingin mengembangkan Pisang Beranga di atas kebun miliknya. Karena di Kupang tidak ditemukan bibitnya, ia pergi ke Ende Pulau Flores untuk mencari bonggol pisang tersebut. Setelah menemukan bonggol pisang Beranga di kebun milik para petani di Ende, ia berhasil membeli 2 bonggol besar pisang Beranga dan membawanya ke Kupang. Bonggol pisang tersebut kemudian ditanam di atas lahannya dan bertumbuh subur.

Setelah bonggol-bonggol pisang tersebut tumbuh dan berkembang besar, ia pun melakukan penelitian berbagai jenis anakan mana yang dinilai lebih baik, apakah bonggolnya, batangnya atau daunnya. Ia buktikan dengan melakukan uji tanam berdasarkan ketinggiannya, yaitu ketinggian dataran rendah dengan dataran menengah. Dari hasil penelitian selama dua tahun, ia membuktikan bahwa pisang Beranga dapat tumbuh subur dan dapat dibudidayakan di dataran tinggi, termasuk di atas lahan milikinya.

Temuan Zainal tersebut rupanya dilirik oleh Kadis Pertanian NTT, Piet Muga. Dia meminta Zainal untuk melepas hasil penelitian Pisang Beranga itu sebagai varietas baru. Mendengar sambutan gembira sang Kadis, Zainal pun langsung bertemu untuk deskripsikan Pisang Beranga menjadi varietas baru mulai dari kandungan gisi, morfologinya, akarnya, batangnya, dan bagaimana ukuran daunnya. Deskripsi tersebut dilakukan di Kampus Politani Kupang yang dihadiri Kadis Piet Muga.

Temuan brilian varietas baru Pisang Beranga Zainal, tidak hanya dilirik oleh Piet Muga dan Civitas Akademika Politani Kupang. Satu tahun kemudian, Zainal diundang Kementerian Pertanian atas promosi dari Kadis Piet Muga melalui Gubernur NTT, Piet Alexander Tallo, SH. Oleh Gubernur Piet Tallo, Pisang Beranga temuan Zainal kemudian diberinama Pisang Beranga Kelimutu. Pasalnya, menurut Gubernur Piet Tallo, bibit pisang tersebut berasal dari Ende yang identik dengan nama Danau Tiga Warna Kelimutu.

Pada tahun 2006, Zainal bersama Kadis Piet Muga akhirnya berangkat ke Bogor, Jawa Barat untuk mempresentasikan temuannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan melepas varietas baru Pisang Beranga Kelimutu.Temuannya itu kemudian diakui dan ditetapkanlah varietas baru Pisang Beranga Kelimutu. Setelah melepas Varietas Baru Pisang Beranga Kelimutu, ia kembali ke Kupang dan membuat teknolog Alekroping (tanam lorong) Pisang Beranga Kelimutu dengan sistem lorong. Sejak tahun 2008 sangat banyak pengunjung yang berkunjung ke kebunnya karena Pisang Beranga Kelimutu lebih baik ditanam di lahannya dari pada di Ende, tempat asal Pisang Beranga.

Zainal mengisahkan dahulu dirinya hanya menanam pisang Beranga saja, panjangnya 10 meter dan lebar lorongnya 3 meter. Pada lorong-lorong tersebut, ia tanami jagung di sebelah timur dan barat. Pohon-pohon pisang Beranga jumlahnya sebanyak 1.200 pohon. Tiga bulan kemudian, pisang-pisang tersebut mulai berbuah dan makin berkembang hingga masa panen. Dalam satu hari ia bisa memanen 3-6 tandan. Setiap pengunjung yang datang ke kebunnya ia suguhkan Pisang Beranga yang sudah masak secara gratis.

Kontes Buah Internasional

Seiring waktu berjalan, nama Zainal Arifin makin dikenal luas pasca melepas varietas baru Pisang Beranga Kelimutu di IPB Bogor. Bukan hanya di mata Gubernur NTT, Piet A. Tallo, SH dan Gubernur Drs. Frans Lebu Raya bersama para kadisnya, tetapi juga di mata Kementerian Pertanian dan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Berkat kerja kerasnya membangun kebun contoh dan Pisang Beranga Kelimutu, Zainal diundang oleh Presiden SBY untuk mengikuti konstes buah internasional di Istana Negara Jakarta pada tahun 2008-2009. Bersama Kepala Dinas Pertanian NTT, Anis Tai Ruba, ia pergi ke istana dengan membawa produk pertanian kebanggaannya Pisang Beranga Kelimutu. Pisang Beranga Kelimutu itu kemudian dipajang bersama seluruh produk pertanian lainnya milik para petani se- Indonesia yang mengikuti kontes tahunan tersebut.

Pisang Beranga Kelimutu telah mengangkat nama Zainal. Selain tampil mengikuti kontes buah di Istana Negara Jakarta, ia juga diundang lagi untuk mengikuti kontes buah internasional yang diselenggarakan di Singapura, Batam dan Malaysia. Karya pertanian Zainal terus membuahkan hasil, pada tahun 2008, ia mendapat penghargaan dalam Kegiatan Pengabdian Masyarakat dari Dirjen Dikti Direktorat Pengabdian Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menerima uang sebesar Rp60 juta per tahun selama tiga tahun berturut-turut (2008-2011).

Terima Penghargaan Bappenas

Mengejutkan lagi, setelah dievaluasi pada tahun 2011, Zainal meraih prestasi terbaik Pengabdian Masyarakat dari seluruh pergurutan tinggi di Indonesia. Ia meraih juara 1 karena mengelolah kebun contoh ‘Pusat Pisang Beranga Kelimutu’ (Pusat Agribisnis Pisang Beranga Kelimutu pada Iptek Inovasi Kreatifivats Kampus Politani Kupang). Kebun contohnya itu kemudian hari berubah nama menjadi ‘Kampung Daun atau Kelompok Tani Kampung Daun.

Meski telah meraih prestasi terbaik se-Indonesia, Dosen Petani Zainal Arifin tidak pernah diam dan puas dengan apa yang diterima. Ia terus mendidik mahasiswanya dan terus mempertahanakan hasil produksi pertaniannya dari hari ke hari. Selain memeriksa tugas dan proposal mahasiswanya, ia tetap bekerja di kebunnya menanam dan merawat Pisang Beranga Kelimutu dan berbagai jenis tanaman holtikultura lainnya.

Melihat prestasinya di bidang pertanian, pada tahun 2004, Zainal dan Gubernur NTT, Drs.Frans Lebu Raya diundang United Natin Develpment Prgram (UNDP) menjadi narasumber di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Gubernur Sulawesi Tenggara, Fadel Muhammad. Dalam forum UNDP tersebut, Kampung Daun ditetapkan sebagai base praktek pertanian dan ia menerima penghargaan dari Bappenas.

Sekembalinya dari Lombok, Zainal kemudian diundang oleh Bappenas untuk mempresentasikan apa yang telah ia kerjakan dengan membangun pertanian untuk orang-orang miskin dan NTT yang sering rawan pangan. Hadir di Bappenas beberapa perwakilan pemerintah dari kabupaten-kabupaten miskin di NTT. Di hadapan mereka, ia kemudian mempresentasikan metode dan sistem kerja di Kampung Daun dimana orang miskin bisa panen setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan. Baginya, jika orang miskin bisa panen setiap hari, maka tidak mungkin rakyat NTT akan miskin lagi.

Pada tahun 2010, Bank Indonesia (BI) membuka Program Pengembangan Agrobisnis untuk UMKM di NTT. Bank Indonesia mengumumkan membutuhkan tenaga konsultan UMKM untuk mendukung program tersebut. Dari 70 orang yang mendaftar dan ikut test penerimaan, hanya  Zainal yang lulus. Ia akhirnya diterima menjadi satu-satunya tenaga konsultan di BI yang menangani program tersebut. Pisang Beranga Kelimutu memang menjadi berkah bagi  Zainal, pada tahun 2018, delapan tahun kemudian, selain menjadi konsultan di Bank Indonesia, ia juga menjadi konsultan di Pertamina selama 5 tahun lebih. Ia mendapat penghargaan istimewa dari pertamina itu atas keberhasilannya menjalin kerja sama dengan Forum Masyarakat Indonesia yang pelindungnya Hamengku Buwono X.

Kampung Daun Makin Berkembang

Setelah kurang lebih 8 tahun bekerja di BI dan Pertamina, Zainal mengaku kesulitan membagi waktu karena tekanan kerja yang dengan tuntutan waktu yang tinggi. Ia kemudian berhenti dan memilih fokus menjadi dosen dan mengembangkan Kampung Daun yang telah mengangkatnya ke pentas nasional dan internasional.

Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengajar mahasiswanya di kampus pertanian Politani Kupang dan mengembangkan Kelompok Tani Kaumpung Daun. Terobesesi membangun ketahanan pangan, maka ia tidak hanya tanam Pisang Beranga Kelimutu saja. Di atas lahannya juga ia tanami beragam kebutuhan sehari-hari, seperti kangkung, lombok, tomat, terong, dan buah naga.  Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan daging, ia juga membangun kandang ayam dengan ribuan ekor ayam di dalamnya, juga ada beberapa buah kolam ikan, ada kolam besar ikan lele, ada kolam ikan nila, ada kolam ikan mas, patin, dan lain-lain. Ribaun ekor ikan tersebut ia jual kepada para pembeli yang datang silih berganti setiap hari. Bersama istri dan dua anaknya, Wulandari dan Ilham, Zainal merasa sangat bahagia tinggal di tengah hutan dikitari kebun buah dan sayuran yang hijau segar. Uang dari hasil penjualan ayam, ikan, sayur dan buah, selain untuk membiayai anak-anaknya dan anggota kelompoknya, dipakai juga untuk membeli sebuah mobil Trust berwarna putih seharga Rp340 juta.

Alasan utam Zainal memilih Desa Baumata untuk membangun kebun contoh, karena lokasi tersebut sumber airnya dekat dengan mata air Baumata. Ketika ada sumber air, maka sekering-kerontang apapun lahan dapat diolah. Jadi air menjadi kebutuhan utama untuk bertani. Setelah mengolah tanah dengan traktor, ia membagi-bagi tanah tersebut dalam bentuk bedeng-bedeng. Ada bedeng untuk tanam pisang, ada bedeng untuk tanam naga, ada bedeng untuk tanam sayuran dan buah melon, pepaya dan lain lainnya.

Zainal terus mengembangkan lahan Kelompok Tani Kampung Daun Baumata. Ia ingin memperluas lahan sehingga jumlah tanaman seperti pisang, buah naga, pepaya dan buah melon serta sayuran lainnya bertambah banyak. Ia kemudian meminjam uang dana KUR dari BRI untuk membeli lahan lagi seluas 1.5 hektar pada pemilik tanah. Jadi saat ini, luas lahan Kelompok Tani Kampung Daun Baumata bertambah menjadi 2,5 haktare.

Soal tenaga kerja tidak sulit bagi Zainal. Ada banyak mahasiswanya setiap hari membantu. Mereka tinggal pondok-pondok Kampung Daun secara gratis. Di pondok Kampung Daun mereka dapat belajar bertani (praktek lapangan/ magang) setelah mendapatkan teori pertanian lahan kering di bangku kuliah. Baginya, generasi muda Politani Kupang harus dibekali dengan ilmu pertanian, agar setelah selesai kuliah, mereka pulang ke kampung dan dapat mengolah lahan kering di desa menjadi ladang holtikultura untuk memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan ekonomi.

Saya mau kebun saya ini menjadi kebun contoh bagi petani, terutama kaum muda  NTT yang adalah generasi muda. Siapa saja boleh datang belajar di kebun saya ini. Selama ini sudah banyak mahasiswa yang datang praktek, terutama mahasiswa-mahasiswa saya. Saya berharap, mereka bukan hanya belajar saja, tapi setelah pulang harus bisa mengolah lahan kering di kampung halaman untuk mulai menanam seperti apa yang saya lakukan. Bila mereka berhasil pasti saya merasa bangga.” (penulis; Korneliusmoanita/sfc) (BERSAMBUNG)