SUARAFLORES.NET,—Pasca memenangkan Pilgub NTT 2018 lalu, Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josep Nae Soi (Viktory-Joss) yang didukung partai-partai besar dan mayoritas rakyat NTT mulai melakukan aksi berbenah atau juga “aksi bersih-bersih” atau “sapu gudang” di lingkungan Pemprov NTT. Dalam catatan media ini, dari sejumlah aksi bersih-bersih Viktor-Joss, salah satu yang paling besar adalah mutasi para pejabat eselon II . Gelombang mutasi terbesar yang bermuara pada non jobnya 15 pejabat tinggi di Pemprov NTT, menuai kekecewaan, depresi dan amarah dalam diam seribu bahasa, baik dari kalangan birokrat maupun kritikan yang mencuat dari warga yang peduli.
Mutasi, pemberhentian (non job) sudah biasa terjadi dalam pemerintahan, secara khusus setiap kali pergantian kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota. Setiap kali pemimpin baru yang memenangkan pilkada memimpin, isu mutasi dan non job selalu menjadi momok atau bom waktu yang menakutkan bagi para pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam penulusuran media, selama ini, mutasi selalu tidak terlepas dari unsur politik, balas jasa, balas dendam politik dan intervensi keluarga atau juga tim sukses. Aroma busuk dengan bau yang menyengat kepala ini semacam sudah mendarahdaging dari waktu ke waktu seusai pilkada. Ketika sang pemimpin baru memimpin, ia pasti 90 persen, memilih personil birokrat yang ia yakini loyal dan mampu bekerja menjalankan programnya, meskipun tidak sesuai dengan bidang keilmuan.
Fakta membuktikan, selama 10 tahun terakhir, yang sudah sering diberitakan media, ada intervensi yang begitu besar, ada tarik menarik yang begitu tinggi, antara kepentingan gubernur dan wakil gubernur, kepentingan keluarga dan tim sukses juga partai-partai pengusung. Hal ini bukan menjadi rahasia lagi, dimana para birokrat (ASN), yang selama musim pilkada tidak mendukung kerja-kerja politik gubernur terpilih, sudah 90 persen nasibnya kena mutasi di dinas yang kering, dan atau terancam diberhentikan (non job). Jika ditelusuri secara jeli dan cermat, hampir bisa dipastikan bukan hanya terjadi di tingkat pemerintah provinsi NTT, tetapi juga di kabupaten dan kota.
Nah, ada dua hal yang selalu seksi dan menarik perhatian dalam proses mutasi yaitu “Balas Dendam dan Balas Jasa Politik.” Dua hal ini memang tidak tertulis di dalam undang-undang, namun sudah menjadi hukum sebab akibat abadi dalam kamus para pemimpin, yang dilegalkan dalam meja perundingan mutasi. Acapkali, kajian akademis, uji kompetensi, dan berbagai jenis test lainnya, sangat mudah diobok-obok, diubah dan direkayasa, jika person-person pejabat terkait masuk dalam kategori lawan politik (mendukung calon gubernur lain), dalam proses pemenangan Pilkada. Pil pahit seringkali ditelan para birokrat yang menurut pengamatan dan laporan tim keluarga atau tim sukses kepada gubernur dan wakil gubernur bahwa ‘mereka bukan orang kita.’
Baca juga: ASN Pemprov NTT Takut dan Cemas, Nae Soi: Tidak usah takut!
Baca juga: “Jurus Kung Fu” Laiskodat Revolasi Birokrasi Diapresiasi
Baca juga: Kemana Birokrat di Pilgub NTT ?
Kepala daerah yang ‘tersandra’ karena telah dimenangkan parpol dan tim sukses acapkali tidak berkutik. Ia tidak melihat lagi profesionalisme, kinerja dan kualitas serta prestasi kerja birokrat, tetapi lebih mengedepankan emosi politiknya. yang memaksa ‘ini orang kita, dan itu bukan orang kita,’ walaupun secara golongan kepangkatan (eselon) belum siap. Jika hal itu terus terjadi, maka Viktory-Joss yang menjadi tumpuan dan harapan bagi 6 juta rakyat NTT saat ini berpotensi gagal melaksanakan program-program kerja besarnya bagi rakyat dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, seperti pembangunan infrastruktur (jalan,listrik dan air dan perumahan rakyat), Pembangunan pertanian (Kelor), Pembangunan Pabrik Garam, Pembangunan Pabrik Ikan, Pembangunan Pariwisata, dan program ekonomi yang telah diprogramkan mulai berjalan tahun 2019 ini.
Lebih jauh, Viktory-Joss yang sangat gencar bercita-cita kuat membangun birokrat bersih, birokrat tanpa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan birokrat yang profesional bekerja cepat dan tepat dalam melayani rakyat harus benar-benar tidak boleh mengulangi kesalah-kesalahan pemimpin (gubernur) sebelumnya, yang membuat begitu banyak program namun gagal total karena menempatkan orang (pejabat) sesuai keinginan keluarga dan tim sukses. Viktory-Joss berkarakter kuat, tegas dan bertenaga besar untuk melakukan perubahan cepat, harus menempatkan pejabat sesuai kemampuan, profesionalisme, kualitas, kinerja dan prestasinya. Lupakan masa kampanye, lupakan amarah, sentimen suku dan sara, dan merangkul semua potensi untuk menjadi kekuatan besar dalam memburu tiga tahun untuk mensejajarkan NTT dengan provinsi lain maupun membawa NTT bersaing dengan Australia, Timor Leste dan negara lainnya, seperti yang disampaikan Viktory-Joss dalam kampanye 2018 lalu.
Tokoh Pembangunan Infrastruktur NTT, yang juga pamong praja tulen, Ir. Piter Djami Rebo, M.Si, mengajak semua pihak melupakan masa lalu dan melihat lalu merebut masa depan untuk “NTT Bangkit dan Sejahtera ‘ di masa depan sesuai semboyan Viktory-Joss. Dia berharap, mutasi kali ini niatnya untuk mendukung percepatan pembangunan NTT dapat terwujud. Pasalnya, menurut mantan Kadis PU tiga periode ini, kita butuh kerja keras, kerja cepat, tulus penuh integritas dari semua aparatur, karena target Pemprov NTT untuk bangkit dan menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan tiga tahun ke depan. Target tersebut, antara lain pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), penuntasan kemiskinan, 3 tahun jalan provinsi selesai, dan berbagai target lainnya. Kerja besar ini tentu tidak mudah. Tentu, pemerintah membutuhkan orang-orang yang mampu bekerja cepat, bekerja cerdas dan tuntas. Wassalam ! (bungkornell/ redaktur suaraflores.com)