Warga NTT Mati Beruntun, Pemerintah Harus Bentuk Badan Nasional Human Trafficking

by -97 Views

JAKARTA, SUARAFLORES.NET,–Pemerintah pusat diminta membentuk badan nasional human trafficking (BNHT). Permintaan ini menyusul terjadinya kematian beruntun para tenaga kerja (TKI/TKW) asal Provinsi NTT yang terus terjadi setiap bulan di Malaysia.

Vinsen Wangge,SH (ikat kepala mengenakan baju hitam)) bersama para aktivis Persada Indonesia pose bersama usai aksi di depan Kedutaan Besar Malaysia, beberapa waktu lalu.

“Kami meminta pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja RI, untuk segera membentuk badan nasional pananggulangan human trafficking karena masalah kematian warga Indonesia dari NTT khususnya telah menjadi kejahatan kemanusiaan yang sistematis,” kata aktivis Persatuan Satu Darah (Persada) Indonesia, Vinsen Wangge, SH, Senin, (12/2/2019) di Jakarta.

Dikatakan Vinsen, untuk memberantas korupsi pemerintah telah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk memberantas Narkoba pemerintah telah membentuk Badan Nasional  Narkoba (BNN), dan untuk memberantas kejahatan kemanusiaan human trafficking, pemerintah harus segera membentuk badan nasional human trafficking (BNHT).

“Ini usulan yang saya sampaikan secara tegas dalam pertemuan dengan Menteri Tenaga Kerja beberapa waktu lalu ketika menyikapai kasus-kasus kematian TKI asal NTT di Malaysia. Narkoba menjadi kejahatan luar biasa, korupsi kejahatan luar biasa. Dua kejahatan luar biasa itu mendorong negara membentuk badan nasional,  dan mengapa human traficking yang sudah jadi kejatahan luar biasa tidak dibentuk badan nasional?”Tanya Vinsen yang adalah salah satu tokoh pendiri Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) ini.

Diungkapkannya, dalam rapat dengan Menteri Tenaga Kerja tahun lalu, ia mempertanyakan peran dan manfaat Depnaker. Dia menilai Depnaker tidak mampu mengatasi atau mencegah kasus-kasus kematian tenaga kerja asal NTT yang terus terjadi di Malaysia.

“Saya omong pada waktu itu, apa manfaat Depnaker kalau dari peristiwa demi peristiwa, dari kasus ke kasus tidak pernah selesai. Kematian hari demi hari warga NTT tidak pernah berhenti. Apakah karena dia orang NTT lalu dibiarkan saja. Saya sudah usulkan bubarkan saja Depnaker.  Dari bulan Januari-April, sudah sekitar 80 –an orang NTT mati, dan hingga sekrang sudah lebih dari 105 orang tewas. Anehnya, tidak ada gerakan luar biasa dari pemerintah,” tegasnya geram.

Dijelaskannya, unsur-unsur yang akan duduk di dalam BNHT adalah, pemerintah, pengusaha, masyarakat (Persada) dan organisasi serikat buruh. Pemerintah harus terlibat karena sebagai pembuat kebijakan, yang acapkali bermain dengan para calo,  pengusaha harus terlibat karena banyak tidak memahami dan melaksanakan hak-hak buruh, masyarakat (Persada) supaya melakukan pengawasan, dan serikat buruh terlibat  supaya memberikan jaminan dan perlindungan terhadap para pekerja secara nasional dan internasional. Selain itu juga untuk mempersiapkan SDM para tenaga kerja sebelum keluar negeri melalui pendidikan dan pelatihan skil, secara khusus pendidikan bahasa.

“Mengapa serikat buruh harus masuk dalam BNHT, supaya semua tenaga kerja Indonesia dipersiapkan secara baik melalui serikat buruh. Ketika para tenaga kerja masuk menjadi anggota serikat buruh dan mendapatkan kartu anggota, maka dimanapun mereka berada, jika mendapatkan masalah akan dibantu oleh serikat buruh, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti Malaysia,” katanya.

“Masalah yang mereka alami bisa menjadi perhatian organisasi buruh dunia karena mereka adalah bagian dari serikat buruh internasional. Jadi sebelum ke luar negeri, semua pekerja harus masuk dulu menjadi angota serikat buruh, supaya ketika terjadi masalah bisa langsung hubungi organisasi serikat buruh, dan majikan serta pihak pengirim tenaga kerja langsung dipanggil,” tegasnya lagi.

Terhadap usulan pembentukan BNHT, dalam dialog tersebut, kata Vinsen, Menteri Tenaga Kerja Hanif   Dakiri menyetutui, dan mengatakan bahwa secara teknis usulan tersebut nanti dibicarakan dengan Dirjen Depnaker.

Disentil mengenai kematian warga NTT yang beruntun, Vinsen menuding Negara Malaysia diduga telah melakuan genocide  secara masif dan sistematis. Mengapa begitu? Karena kasus-kasus kematian itu terjadi terus menerus tanpa henti, Depnaker pun tidak bisa berbuat banyak, memang pemerintah membiarkan.

“Kita bisa menuduh Malaysia melakukan genocide. Kita bisa menuduh organ-organ manusia NTT yang mati dijual ke mana-mana. Bisa kita katakan begitu karena  ada pembiaran yang dilakukan pemerintah. Kenapa bisa lolos dari Bandara El Tari Kupang karena ada peran dari pemerintah, ada peran dari calo, ada peran dari security,” ungkapnya.

Untuk diketahui, seperti dikutip dari laman Kompas.Com, pada tanggal 13 Januari 2019, diberitakan sebanyak 105 Tenaga Kerja Indonesia ( TKI), asal NTT, meninggal di luar negeri sepanjang tahun 2018.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang Siwa mengatakan, sebagian besar TKI meninggal itu bekerja di Malaysia. TKI yang meninggal di Malaysia, lanjut Siwa, berjumlah 102 orang, kemudian di Singapura berjumlah 2 orang dan Afrika Selatan 1 orang.

“Status keberangkatan para TKI itu, hanya tiga orang yang prosedural atau legal. Sedangkan 102 orang lainnya non prosedural atau ilegal,” ungkap Siwa kepada, Minggu (13/1/2019) malam.

Dari 105 TKI itu, jumlah TKI laki-laki sebanyak 71 orang dan perempuan berjumlah 34 orang. Ratusan TKI itu berasal dari 15 kabupaten dan satu kota. Kabupaten dengan jumlah TKI terbanyak, yakni Flores Timur sebanyak 17 orang, disusul Malaka 16 orang, Ende 13 orang, Kabupaten Kupang 11 orang, dan Sikka 10 orang.

Selanjutnya, Kabupaten Timor Tengah Selatan 10 orang, Belu 5 orang, Lembata 4 orang, Rote Ndao 4 orang, Timor Tengah Utara 3 orang, Kota Kupang 3 orang, Manggarai Timur 3 orang, dan Sumba Barat 2 orang. Sedangkan Kabupaten Nagekeo, Ngada dan Manggarai, masing-masing satu orang. Siwa menyebut, sebagian besar TKI yang meninggal itu akibat sakit dan kecelakaan saat kerja. (bkr/sfn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *