SUARAFLORES.NET – Hingga kini belum dapat diketahui seberapa banyak warga NTT menjadi tenaga kerja di luar negeri secara non prosedural. Pemerintah dan berbagai lembaga bisa mengetahuinya ketika ada korban yang meninggal dunia atau mendapat kekerasan fisik di tempat kerja. Untuk itu, warga diminta tidak menjadi tenaga kerja non prosedural.
“Waspadalah jika menempuh jalur non prosedural. Tenaga kerja akan kesulitan akses hak-hak pelayanan apalagi ada masalah di tempat kerja,” ujar Gabriel Goa, Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia), Minggu (17/3/2019) pagi,
Gabriel Goa menekankan para pekerja non prosedural akan kehilangan hak untuk akses pelayanan jika tidak melalui prosedur yang benar. Diharapkan agar warga yang ingin bepergian dapat menempu proses atau tahapan yang benar sehingga dijamin hak pelayanan dan aman serta nyaman ketika bekerja di luar negeri.
“Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT yang meninggal dunia di Malaysia mayoritas adalah mereka yang berangkat nekad sendiri atau diajak oleh teman dan atau jaringan non prosedural ke Malaysia. Fakta membuktikan bahwa PMI Non Prosedural alias ilegal asal NTT di Malaysia maupun Negara-negara lainnya akan mengalami kesulitan besar dalam mengakses hak mereka dalam pelayanan kesehatan,pelayanan jaminan sosial ketenagakerjaan, jaminan hukum, jaminan mendapatkan upah yang layak sesuai standar ILO, dan jaminan pendidikan bagi anak-anak mereka serta hak-hak lainnya yang diatur dalam Konvensi ILO,” ujar Gabriel kepada SuaraFlores.Net, Minggu (16/3/2019) pagi.
Baca juga: Duka Lagi, Warga NTT Meninggal Dunia di Malaysia
Baca juga: Pengawas Pekerja Migran ke NTT, Ini Harapan PADMA Indonesia
PADMA, kata Gabriel Goa, memberikan solusi bahwa ke depan. Pertama, Calon Pekerja Migran Indonesia asal NTT agar mengikuti jalur resmi yang sudah diatur dalam.UU PPMI (Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) dan Pergub NTT agar mengikuti pelatihan lewat Balai Latihan Kerja Luar Negeri. Para pekerja migran harus mengurus resmi dokumen dan jaminan kerja melalui LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap) serta melalui embarkasi NTT.
Kedua, PADMA mendesak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota se NTT agar sungguh-sungguh mengoptimalkan secara profesional LTSA yang sudah dibangun di Tambolaka untuk layani CPMI asal Sumba; LTSA di Kupang.untuk layani CPMI asal Timor, Sabu Raijua, Rote Ndao dan Semau dan LTSA di Maumere untuk layani CPMI asal Flores, Palue, Solor, Adonara, Lembata dan Alor.
Ketiga, mendesak Pemprov dan Pemkab/Pemkot se NTT agar mengajak kerjasama dengan pihak swasta profesional untuk membangun BLK Standar Internasional berdekatan dengan LTSA yakni di Tambolaka, Kupang dan Maumere!
Keempat, mendesak Pemprov dan Pemkab/Pemkot se NTT untuk mengoptimalkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Human Trafficking mulai di Provinsi, Kabupaten/Kota hingga ke desa-desa se NTT.
Kelima, Pemprov dan Pemkab/Pemkot se NTT bekerjasama dengan Lembaga Agama dan LSM yang bergerak dalam pelayanan PMI, mendata PMI Non Prosedural asal NTT di Luar Negeri, mempersiapkan CPMI yang mau bekerja di Luar Negeri dengan ketrampilan, bahasa asing sesuai negara yangdituju, pengenalan kultur dan hukum di negara yang dituju serta mempersiapkan mereka menjadi Duta Pariwisata NTT; mencegah mafiosi Human Trafficking dan NTT ke depan Zero Trafficking.
“Kita harus serius menangani masalah ini. Butuh kerjasama dan sinergitas. Saya mengajak masyarakat untuk mengikuit jalur yang benar sehingga pemerintah dan lembagai lainnya bisa memantau semua kegiatan dan kejadian yang dialami para tenaga kerja,” tandasnya. (sfn02).